Kolom IBRAHIM ISA

Sabtu, 27 Sept 2008

*----------------------------*



*APA INDONESIA SUDAH JADI NEGARA JAHILIYAH?*

*<CANANG K.H. ABDURRAHMAN WAHID YG TERAMAT SERIUS!>*

Peringatan Gus Dur, seperti yang dikutip tsb diatas -- 'Apa Indonesia 
Sudah Jadi Negara Jahiliyah?', betul-betul merupakan canang yang teramat 
serius. Bukan saja bagi mereka yang menggeluti undang-undang, hukum, 
demokrasi, HAM, terutama lembaga eksekutif dan aparat-aparatnya. Ia juga 
merupakan imbauan hati nurani, disampaikan oleh tokoh cendekiawan Islam, 
kiayi dan mantan Presiden RI, yang dikenal amat peduli dengan 
perkembangan demokrasi dan Ham di negeri kita. Pokoknya seruan tsb 
tertuju kepada setiap orang Indonesia yang ikut memperjuangkan agar 
Indonesia benar-benar nantinya menjadi suatu NEGARA HUKUM, suatu 
RECHTSTAAT, dimana ketentuan-ketentuan hukum berlaku bagi setiap 
warganegara, dan lembaga pengadilan negeri bisa berfungsi secara wajar 
sebagai salah satu lembaga penopang demokrasi dan hukum.



Justru menghadapi peristiwa-peristiwa pelecehan dan penghinaan terhadap 
lembaga pengadilan negeri seperti yang dicanangkan Gus Dur, pemerintah 
dan lembaga hukum, pers, Komnasham, LBHI, ELSAM, Humanright Watch, dan 
lembaga-lembaga peduli HAM lainnya, patut tampil membela hukum, 
demokrasi dan HAM. Kalau mereka tidak tampil, lalu siapa lagi yang aka n 
membela hukum dan keadilan.



Apa itu negara jahiliyah?

Pengertian sejarah secara umum, zaman Jahiliyah yang dimaksud, adalah 
periode sejarah yang berlangsung di jazirah Arab sebelum Nabi Muhammad 
SAW mengajarkan agama Islam. Periode itu dikenal sebagai periode gelap, 
dimana berlaku ketidak-adilan secara menyeluruh, kesewenang-wenangan, 
kekejaman, khususnya diskriminasi dan penghinaan terhadap kaum 
perempuan, budak-budak, dsb. Kata 'jahiliyah' yang berasal dari bahasa 
Arab, berarti 'kebodohan', 'ignorance' , 'kebiadaban', atau 'barbarisme'.



Yang diungkap Gus Dur dalam siaran persnya adalah sbb:

Seorang saksi (Guntur Romli) di pengadilan dalam sidang yang mengadili 
perkara Riziq dan Munarman serta laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 
2008, d i p u k u l di depan Hakim. Peristiwa itu tidak berhenti sampai 
di situ. Berikutnya para saksi dari AKKBB (korban penyerangan Monas) d i 
s e r a n g oleh massa F P I ketika pulang dari PN Jakarta Pusat untuk 
minta perlindungan hukum bagi para saksi. Mereka menyatakan kepada hakim 
t i d a k b e r a n i b e r s a k s i l a g i karena tidak terjamin 
keamanan pribadinya. Guntur dipukul di depan Hakim karena kesaksiannya. 
Demikian yang bisa dibaca dalam press-release Gus Dur tertanggal 25 Sept 
2008. Lengkapnya bisa dibaca dalam lampiran di bawah artikel ini.



Namun, hakikat yang diangkat dari peristiwa tsb ialah masalah yang 
menyangkut haridepan dan nasib bangsa. Apakah akan terus-menerus tunduk 
di hadapan kekerasan dan kesewenang-wenangan, atas nama apapun itu 
dilakukan? Ataukah akan bangkit dengan tegas menyatakan TIDAK terhadap 
pelecehan badan pengadilan dan hukum. Parpol-parpol baik yang 
'mainstream' maupun yang gurem, dituntut untuk tampil membela 
prinsip-prinsip yang selama ini mereka klaim sebagai salah satu dari 
agenda politik mereka.

Begitu juga halnya DPR yang menyebut dirinnya lembaga PERWAKILAN RAKYAT.



Sesungguhnya apa yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, 
a.l. pemukulan terhadap saksi, sudah tidak jauh berbeda dengan 
praktek-praktek masyarakat gelap kriminil yang menguasai dunia 
perjudian, ganja dan pelacuran, terkenal dengan nama mafia atau Cosa 
Nostra di Sicilia, di New York, Chicago dan kota-kota metropolitan 
lainnya di dunia ini. Mafia tsb melakukan ancaman, serangan sampai 
penlikiwidasian (pembunuhan gelap) terhadap saksi-saksi di pengadilan 
yang akan mengungkap dan membongkar kejahatan dan perbuatan kriminil 
mereka. Dengan cara itu mereka hendak menunjukkan bahwa mereka lebih 
kuasa dari aparat dan lembaga hukum apapun. Nytanya juga tidak sedikit 
dari aparat dan pejabat pengadilan negeri yang menjadi orang-orang 
bayaran mereka.



Peristiwa yang diangkat oleh Gus Dur dalam press-releasenya, tampak 
sederhana. Tetapi itu baru merupakan puncak dari gunung-és 
ketidak-beresan dan ketidak-adilan yang menyangkut lembaga hukum dan 
pengadilan di Indonesia.



* * *

Lampiran:

Siaran Pers KH Abdurrahman Wahid:

MASIHKAH ADA HUKUM DI INDONESIA?

Penulis mendapat laporan dari Sdr. Guntur Romli yang mengalami tekanan 
dan tindak kekerasan di depan Hakim pada waktu bersaksi di PN Jakarta 
Pusat. Dalam sidang yang mengadili perkara Riziq dan Munarman serta 
laskar FPI pada peristiwa Monas 1 Juni 2008, Sdr. Guntur dipukul di 
depan Hakim karena kesaksiannya. Dengan demikian perlu kita pertanyakan 
wibawa pengadilan, penegak hukum menghadapi tindakan sewenang-wenangan 
yang sangat tidak beradab itu. Selanjutnya pada hari ini, Kamis 25 
September 2008 kembali penulis mendapat laporan, bahwa para saksi dari 
AKKBB (korban penyerangan Monas) diserang oleh massa FPI ketika pulang 
dari PN Jakarta Pusat untuk minta perlindungan hukum bagi para saksi. 
Mereka menyatakan kepada hakim tidak berani bersaksi lagi karena tidak 
terjamin keamanan pribadinya.



Penulis mempertanyakan kesungguhan pemerintah dan aparatnya dalam 
menjaga wibawa hukum dan penegakkannya di Indonesia, salah satu ciri 
tegaknya wibawa hukum adalah dijaminnya perlindungan saksi di depan 
Pengadilan. Kesewenangan dan kekerasan oleh kelompok manapun, atas nama 
apapun, tidak boleh melecehkan wibawa negara. Tindakan FPI dalam 
menganiaya para saksi di depan Pengadilan dan di tempat umum sungguh 
sudah keterlaluan. Apakah pemerintah mampu melindungi hak warga 
negaranya? Apakah Indonesia sudah menjadi negara Jahiliyah? Dimana 
pemerintah berpihak dalam masalah hukum yang sangat urgent. Jangan 
sampai muncul anggapan aparat keamanan berada di belakangnya. Wallahu'alam

Jakarta, 25 September 2008

Abdurrahman Wahid



* * *













[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke