http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=48490&ik=2

Razia Pelacur Asing Cuma Cari Muka 


Sabtu 6 Desember 2008, Jam: 9:10:00 
JAKARTA (Pos Kota) - Ratusan bahkan mungkin ribuan pelacur impor menyebar 
menjual diri di sejumlah tempat hiburan malam di Jakarta dan kota besar lainnya 
di Indonesia. Razia besar-besaran sering dilakukan polisi, namun pelacur asing 
tetap ramai. Proses hukum terhadap mereka juga tak jelas sehingga timbul 
prasangka hanya bertujuan meningkatkan imej aparat. 

Aparat kepolisian dan instansi lainnya dinilai tidak serius dalam menangani 
para pelacur asing. Mereka masuk ke Indonesia menggunakan visa turis, namun 
kenyataannya di negeri ini para wanita yang sebagian besar datang China itu 
meraup rupiah dengan menjadi pelacur. Bahkan ada yang sudah tinggal selama dua 
tahun di Indonesia tanpa tersentuh hukum atau petugas. 

Kalau tak ada campur tangan sindikat yang mengatur mereka, mulai dari 
mendatangkan, memberi tempat tinggal, mengkondisikan agar aman selama di 
Indonesia, pelacur asing mustahil bisa beroperasi dengan leluasa. 

Kriminolog Erlangga Masdiana menilai razia yang dilakukan polisi bertujuan 
untuk menaikkan citra polisi di mata masyarakat. Razia preman tak harus 
dilakukan polisi karena bisa dilakukan Satpol PP yang ada di setiap pemerintah 
daerah. Sedangkan razia pekerja seks asal luar negeri sudah ada pengawasannya 
dari bagian imigrasi. 

Karenanya, ia beranggapan razia yang terus digelar polisi sudah bergerak 
terlalu jauh dari persoalan yang ada karena keberadaan preman maupun pekerja 
seks komersial terkait dengan masalah lain di antaranya kemiskinan. 

"Tujuan razia itu memang untuk meningkatkan image polisi," ujarnya. "Masyarakat 
bisa melihat bahwa polisi peduli terhadap masalah yang dihadapi sehungga razia 
terus bisa dilakukan atau bahwa hal itu harus dihentikan karena ada tugas 
polisi lainnya." 

Menurutnya, ruang lingkup tugas polisi memang luas mulai dari masalah rumah 
tangga hingga teror bom. Karenanya, 'pe-er' polisi terkait kasus yang beluim 
diselesaikan akan terus ada. Ada baiknya, sambung dia, petugas juga terus 
melibatkan masyarakat terutama dalam menangani kejahatan jalanan termasuk kasus 
pencurian kendaraan bermotor yang makin banyak terjadi. 

MASIH TEBANG PILIH 
Ketua Presidium IPW Neta S.Pane, menilai razia yang digelar petugas di lokasi 
hiburan malam tempat pelacur impor bercokol, masih atebang pilih. "Saya minta 
polisi supaya jangan hanya karyawannya saja yang menjadi tersangka. Tapi 
pemilik dan pengelola lokasi yang menjual pelacur asing juga harus ikut 
bertanggungjawab,"tambah Neta. 

Dia meminta para pelacur Cgina alias amoy-amoy yang tertangkap itu jangan 
langsung dideportasi begitu saja melainkan harus di jerat dengan pasal 
prostitusi kalau perlu dijebloskan penjara terlebih dulu. "Selama ini yang saya 
lihat, setelah tertangkap mereka langsung dideportasi begitu saja tanpa harus 
menjalani penjara terlebih dulu. Enak benar kalau gitu," katanya. 

Sebenarnya, kata Neta, mereka yang ditangkap polisi itu adalah wajah-wajah 
lama. Mereka datang ke Indonesia itu atas jaminan agen sehingga tidak takut 
meski tertangkap aparat imigrasi maupun kepolisian. 

"Saya melihat hukum di negara kita ini terlalu lemah sehingga kasus semacam ini 
tidak pernah sampai di pengadilan. Untuk itu saya meminta seharusnya mereka itu 
dijerat dengan pasal yang lebih berat sehingga mereka tidak akan berani datang 
ke Indonesia lagi," lanjutnya. 

Neta juga meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman untuk memanggil 
Direktur Reserse Polda Metro Jaya yang menangani operasi ini. "Tujuannya untuk 
mengetahui, kenapa hanya sebagian kecil saja lokasi tempat hiburan dirazia 
seharusnya semuanya dong," tandasnya. 

Sementara itu anggota DPRD DKI Jakarta, Ahmad Husein Alaydrus, mengatakan bahwa 
langkah kepolisian sudah tepat. Namun untuk melakukan kegiatan itu harus 
tuntas. Pasalnya meskipun razia kerap dilakukan pada kenyataannya jumlah WTS 
asing makin bertambah. 

"Ini menandakan tidak adanya keseriusan dari pihak yang berwenang untuk 
melakukan penertiban," ujar Ahmad. "Jangan sampai penertiban ini hanya 
dilakukan untuk mencari muka kepada atasan dan keuntungan saja," sambungnya. 


MAKSIMAl TIGA BULAN 
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Abubkar Nataprawira membantah aparatnya menggelar 
razia besar-besaran demi mencari nama. "Kita menggelar razia untuk menekan 
kejahatan transnasional perdagangan manusia atau trafficking," tegasnya. 

Sesuai dengan UU Keimigrasian Nomor 9 Tahun 1992, visa kedatangan (Visa on 
Arrival-VoA) berlaku selama tiga bulan dengan jaminan 100 dolar AS. Sedangkan 
untuk satu minggu sebesar 10 dolar AS dan satu bulan sebesar 25 dolar AS. 

Kebijakan ini, seperti dikatakan Kadiv Keimigrasian Kanwil Depkumham DKI 
Jakarta Arifien Moch Nasir untuk mempermudah wisatawan asing dalam rangka 
mengenjot dunia pariwisata. "Visa ini diberikan di atas pesawat saat akan take 
off di Bandara." 

Namun demikian, di luar itu masih dikenal visa kunjungan usaha, visa wisata, 
visa budaya dan lainnya yang pemberlakuan hanya selama satu bulan. Bagi 
wisatawan asing yang telah habis masa kunjungan, maka dia harus ke luar 
Indonesia dan masuk lagi. 

"Wisatawan yang memegang visa kunjungan, visa wisata, visa turis tidak boleh 
menggunakan untuk bekerja. Ia diancam pidana mulai dua tahun hingga lima tahun 
serta diancam dideportasi (diusir) ke luar Indonesia dan tak boleh berkunjung 
ke Indonesia lagi." 

Hanya saja, aturan normatif itu tidak berlaku bila ada 'konspirasi' antara 
oknum Imigrasi, sponsor dan pengelola dunia hiburan atau sindikat yang dapat 
membuat semua stiker dan cap palsu. Semua tergantung rupiah. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke