Mas Ari mungkin mengira semua guru. Maksud saya guru yang PNS itu 
dari jaman dulu kala sudah cukup penghasilannya. Orang tua saya dan 
saudara2 saya guru di kota kecil. Keluarga kami tidak kaya, tapi kami 
juga tidak pernah kekurangan. Kami senang bila pemerintah 
memperhatikan gaji guru, kami juga orang yang tahu terima kasih. Kami 
tidak mau perhatian yang berlebihan yang membuat kami lupa bahwa kami 
harus ikhlas mengajar tanpa mengharapkan materi berlebihan.
Kalau guru yang belum PNS, lebih2 pada sekolah yang tak dikenal 
pemerintah, susah sekali mengukur kesejahterannnya.
Sah-sah saja orang menambah penghasilan demi kebutuhannya yang 
meningkat. Semua orang dengan berbagai profesi bahkan suka nyambi 
demi mendapatkan lebih dari biasanya atau pun tidak suka menganggur.
Karena itu gampang ditemui tentara dan polisi yang nyambi jadi 
pengaman klub malam, pegawai pemda yang nyambi jadi konsultan, guru 
nyambi jadi tukang ojek, dsb.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ari Condro" <masar...@...> 
wrote:
>
> Di kick andy, pernah ada episode yg mengangkat profil kepala 
sekolah di jkt yang juga berprofesi jadi pemulung.
> 
> Mbak belum pernah lihat ?
> 
> 
> salam,
> 
> 
> 
> -----Original Message-----
> From: "amy_widiastuti" <amy_widiast...@...>
> 
> Date: Fri, 26 Dec 2008 17:35:46 
> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Pencitraan SBY dalam Ibu Guru 
Muslimah
> 
> 
> Saya setuju dengan tulisan di bawah.
> Saya pahami bahwa untuk peduli sesuatu, bukan berarti tanpa ukuran 
> yang benar. Misalnya memberi penghargaan berupa gelar PAHLAWAN, 
bukan 
> berarti diberikan dengan gampang kepada Naga Bonar, Si Pitung, Jaka 
> Sembung bahkan Bang Ji-i.
> Terlalu naif bila kita tutup mata terhadap siapa yang layak 
> mendapatkan penghargaan sebenarnya.
> Selama ini, sebenarnya kita dipaksa sepakat dengan 
slogan "Rendahnya 
> kualitas pendidikan karena kurangnya penghargaan pada guru".
> Dari jaman dulu kala, Guru bukanlah profesi untuk menjadi kaya. 
Guru 
> adalah profesi pengabdian, sampai-sampai guru digelari Pahlawan 
tanpa 
> tanda jasa. Menjadi salah kaprah bila guru dijadikan profesi "bisa 
> kaya". Hal ini akan mengurangi semangat pengabdian seorang guru. 
> Karena guru akan saling melihat kekayaan guru lainnya. Padahal kaya 
> atau tidaknya seseorang tergantung takdir Tuhan.
> Bila dianggap profesi, secara materi, guru didesain untuk menjadi 
> orang cukup. Tidak kaya, tapi juga tidak miskin, tetapi secara 
strata 
> sosial, guru selalu ada di papan atas.
> Mengukur kesejahteraan guru juga berbeda-beda. Saya lahir dari 
> keluarga guru di kota kecil, dan saya berpengalaman ke pelosok2 
tanah 
> air, tak pernah menjumpai guru antre zakat, juga tak menjumpai guru 
> bermobil BMW. Bahkan dari jaman sebelum merdeka sampai sekarang, 
tak 
> ada kelurga guru yang kelaparan, tak ada keluarga guru yang buta 
> huruf tak mampu sekolah.
> Isu guru terlalu dibesar2kan, terutama menjelang PEMILU, karena 
guru 
> sangat potensial menjaring suara pemilih pemula.
> So what dengan kesejahteraan guru? 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "L.Meilany" <wpamungk@> 
> wrote:
> >
> > Kalo baca buku 'laskar pelangi the phenomenon' ; ternyata kisah 
> laskar pelangi ini mencerahkan.
> > Banyak kesaksian dari orang2 yg mula2 terpuruk, putus asa, tidak 
> semangat, yg malu jadi guru
> > menjadi terbangkitkan rasa percaya dirinya setelah baca laskar 
> pelangi.
> > 
> > Bahkan kemudian orang2 tionghwa beramairamai pulang kampung ke 
> Belitong.
> > Rumah Bu Mus juga disambangi banyak orang untuk sekedar 
berfotoria, 
> minta tanda tangan.
> > 
> > Murid2nya selain Ikal, seperti Mahar, A Kiong, Kucai juga memberi 
> kesaksian serupa tentang peranan
> > Bu Mus dalam karir mereka selanjutnya.
> > 
> > salam, 
> > l.meilany
> >   ----- Original Message ----- 
> >   From: Ary Setijadi Prihatmanto 
> >   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
> >   Sent: Wednesday, December 10, 2008 7:54 AM
> >   Subject: Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru 
> Muslimah
> > 
> > 
> >   Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas.
> >   Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada 
> urusannya dengan politik.
> > 
> >   Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan 
salah 
> satunya karena kurangnya penghargaan terhadap guru.
> > 
> >   Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik.
> >   Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan 
bg 
> guru, terutama di tempat2 terpencil...
> >   Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... 
> anda2 bisa apa?
> >   Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi 
> lain saja...
> > 
> >   Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat 
> nyata,
> >   minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo 
terpilih...
> > 
> >   Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau 
papua 
> saja sudah untung.
> >   Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2.
> >   Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau 
> memanfaatkan (utk kampanye positif maupun negatif) ;-(
> > 
> >   Salam
> >   Ary
> > 
> >   ----- Original Message ----- 
> >   From: Sunny 
> >   To: Undisclosed-Recipient:; 
> >   Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM
> >   Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru 
Muslimah
> > 
> >   Jawa Pos
> > 
> >   Kamis, 04 Desember 2008 ] 
> > 
> >   Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 
> > 
> >   Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam 
> memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal 
> seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya 
Andrea 
> Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan.
> > 
> >   Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu 
> Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada 
> memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak 
> populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. 
> Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan 
> serupa.
> > 
> >   Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila 
dikaitkan 
> dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden 
(Pilpres) 
> 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. 
Dan, 
> SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 
> jelas sangat membutuhkan hal tersebut.
> > 
> >   Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada 
> Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau 
> kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan 
> peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan 
populer 
> dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak 
tanggung-
> tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. 
> Betapa hebatnya!
> > 
> >   Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru 
> Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan 
> penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus 
> dengan kenyataan di lapangan?
> > 
> >   Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru 
Muslimah 
> mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, 
> Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang 
> dilatarbelakangi kisah nyata. 
> > 
> >   Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati 
> mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di 
> novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang 
> didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak 
> tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang 
> semestinya.
> > 
> >   Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. 
> Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya 
fiksi, 
> bukan sejarah? 
> > 
> >   Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan 
> memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya 
> itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara.
> > 
> >   Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung 
> Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan 
> dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. 
> Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya 
> menjadi berbeda.
> > 
> >   Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila 
kini 
> kita mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan 
> kepada Ibu Guru Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi 
> Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada data-data akurat dan 
> penelitian yang mendalam.
> > 
> >   Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan 
> itu hanya didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal 
> tersebut sampai terjadi, sama artinya negara Indonesia -yang wujud 
di 
> alam nyata ini- digeser dan dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, 
semoga 
> hal itu tidak benar! (*)
> > 
> >   [Non-text portions of this message have been removed]
> > 
> >   [Non-text portions of this message have been removed]
> > 
> > 
> > 
> >    
> > 
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke