Itu idealnya.  Kalau praktek di lapangannya bagaimana ?

salam,



-----Original Message-----
From: O-V-I-C <rta...@yahoo.com>

Date: Mon, 29 Dec 2008 11:05:15 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: Bls: [wanita-muslimah] Re: Indahnya Nikah Mut'ah


anak tersebut anak ayah dan ibunya...wajib bagi si ayah membiayai dan mendidik 
nya.

--- Pada Sen, 29/12/08, Dan <pami...@netscape.net> menulis:
Dari: Dan <pami...@netscape.net>
Topik: [wanita-muslimah] Re: Indahnya Nikah Mut'ah
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 29 Desember, 2008, 1:33 AM










    
            Kalau perempuannya hamil dan melahirkan anak, siapa yg berkewajiban 

menafkahi anak dan perempuan itu?



--- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "herri.permana" 

<herri.permana@ ...> wrote:

>

> http://hakekat. com/content/ view/30/1/

> 

> Indahnya Nikah Mut'ah        

> 

> Kita jarang sekali mendengar penjelasan mengenai fikih nikah 

mut'ah, 

> sebagaimana nikah biasa memiliki ketentuan dalam hukum fikih, 

begitu 

> juga nikah mut'ah juga memiliki ketentuan-ketentuan yang dijelaskan 

> oleh imam yang diyakini maksum oleh syi'ah. Di sinilah 

> letak "keindahan" nikah mut'ah. 

> 

> 

> Nikah Mut'ah  bukan pernikahan yang membatasi istri hanya empat.

> 

> Dari Abubakar bin Muhammad Al Azdi dia berkata :aku bertanya kepada 

> Abu Hasan tentang mut'ah, apakah termasuk dalam pernikahan yang 

> membatasi 4 istri? Dia menjawab tidak. Al Kafi.  Jilid 5 hal. 451 .

> 

> Wanita yang dinikahi secara mut'ah adalah wanita sewaan, jadi 

> diperbolehkan nikah mut'ah walaupun dengan 1000 wanita sekaligus, 

> karena akad mut'ah bukanlah pernikahan. Jika memang pernikahan maka 

> dibatasi hanya dengan 4 istri.

> Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, aku bertanya tentang 

> mut'ah pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang 

> membatasi 4 istri? Jawabnya : menikahlah dengan seribu wanita, 

karena 

> wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan.  Al Kafi Jilid. 5 Hal. 

452.

> 

> Begitulah wanita bagi imam maksum syi'ah adalah barang sewaan yang 

> dapat disewa lalu dikembalikan lagi tanpa ada tanggungan apa pun. 

> Tidak ada bedanya dengan mobil yang setelah disewa dapat 

> dikembalikan. Duhai malangnya kaum wanita. Sudah saatnya pada jaman 

> emansipasi ini wanita menolak untuk dijadikan sewaan, namun kita 

> masih heran, mengapa masih ada mazhab yang menganggap wanita 

sebagai 

> barang sewaan.

> 

> Syarat Utama Nikah Mut'ah

> 

> Dalam nikah mut'ah yang terpenting adalah waktu dan mahar. Jika 

> keduanya telah disebutkan dalam akad, maka sahlah akad mut'ah 

mereka 

> berdua. Karena seperti yang akan dijelaskan kemudian bahwa hubungan 

> pernikahan mut'ah berakhir dengan selesainya waktu yang disepakati. 

> Jika waktu tidak disepakati maka tidak akan memiliki perbedaan 

dengan 

> pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam.

> 

> 

> Dari Zurarah bahwa Abu Abdullah berkata : Nikah mut'ah tidaklah sah 

> kecuali dengan menyertakan 2 perkara, waktu tertentu dan bayaran 

> tertentu. Al Kafi Jilid. 5 Hal. 455.

> Sama seperti barang sewaan, misalnya mobil. Jika kita menyewa mobil 

> harus ada dua kesepakatan dengan si pemilik mobil, berapa harga 

sewa 

> dan berapa lama kita ingin menyewa.

> 

> Batas minimal mahar mut'ah

> 

> Di atas disebutkan bahwa rukun akad mut'ah adalah adanya 

kesepakatan 

> atas waktu dan mahar. Berapa batas minimal mahar nikah mut'ah?

> 

> Dari Abu Bashir dia berkata : aku bertanya pada Abu Abdullah 

tentang 

> batas minimal mahar mut'ah, lalu beliau menjawab bahwa minimal 

mahar 

> mut'ah adalah segenggam makanan, tepung, gandum atau korma. Al Kafi 

> Jilid. 5 Hal. 457.

> 

> 

> Semua tergantung kesepakatan antara dua belah pihak. Sangat cocok 

> bagi mereka yang berkantong terbatas, bisa memberikan mahar dengan 

> mentraktir makan siang di McDonald, KFC  atau nasi uduk. 

> 

> Tidak ada talak dalam mut'ah

> 

> dalam nikah mut'ah tidak dikenal istilah talak, karena seperti di 

> atas telah diterangkan bahwa nikah mut'ah bukanlah pernikahan yang 

> lazim dikenal dalam Islam. Jika hubungan pernikahan yang lazim 

> dilakukan dalam Islam selesai dengan beberapa hal dan salah satunya 

> adalah talak, maka hubungan nikah mut'ah selesai dengan berlalunya 

> waktu yang telah disepakati bersama. Seperti diketahui dalam 

riwayat 

> di atas, kesepakatan atas jangka waktu mut'ah adalah salah satu 

> rukun/elemen penting dalam mut'ah selain kesepakatan atas mahar.

> 

> Dari Zurarah dia berkata masa iddah bagi wanita yang mut'ah adalah 

45 

> hari. Seakan saya melihat Abu Abdullah menunjukkan tangannya tanda 

> 45, jika selesai waktu yang disepakati maka mereka berdua terpisah 

> tanpa adanya talak. Al Kafi . Jilid. 5 Hal. 458.

> 

> Jangka waktu minimal mut'ah.

> 

> Dalam nikah mut'ah tidak ada batas minimal mengenai kesepakatan 

waktu 

> berlangsungnya mut'ah. Jadi boleh saja nikah mut'ah dalam jangka 

> waktu satu hari, satu minggu, satu bulan bahkan untuk sekali 

hubungan 

> suami istri. 

> 

> 

> Dari Khalaf bin Hammad dia berkata aku mengutus seseorang untuk 

> bertanya pada Abu Hasan tentang batas minimal jangka waktu mut'ah? 

> Apakah diperbolehkan mut'ah dengan kesepakatan jangka waktu satu 

kali 

> hubungan suami istri? Jawabnya : ya. Al Kafi . Jilid. 5 Hal. 460

> 

> Orang yang melakukan nikah mut'ah diperbolehkan melakukan apa saja 

> layaknya suami istri dalam pernikahan yang lazim dikenal dalam 

Islam, 

> sampai habis waktu yang disepakati. Jika waktu yang disepakati 

telah 

> habis, mereka berdua tidak menjadi suami istri lagi, alias bukan 

> mahram yang haram dipandang, disentuh dan lain sebagainya. 

Bagaimana 

> jika terjadi kesepakatan mut'ah atas sekali hubungan suami istri? 

> Padahal setelah berhubungan layaknya suami istri mereka sudah bukan 

> suami istri lagi, yang mana berlaku hukum hubungan pria wanita yang 

> bukan mahram? Tentunya diperlukan waktu untuk berbenah dan 

mengenakan 

> pakaian sebelum keduanya pergi. 

> 

> Dari Abu Abdillah, ditanya tentang orang nikah mut'ah dengan jangka 

> waktu sekali hubungan suami istri. Jawabnya : " tidak mengapa, 

tetapi 

> jika selesai berhubungan hendaknya memalingkan wajahnya dan tidak 

> melihat pasangannya" . Al Kafi jilid 5 hal 460

> 

> 

> 

> Nikah mut'ah berkali-kali tanpa batas.

> 

> Diperbolehkan nikah mut'ah dengan seorang wanita berkali-kali tanpa 

> batas, tidak seperti pernikahan yang lazim, yang mana jika seorang 

> wanita telah ditalak tiga maka harus menikah dengan laki-laki lain 

> dulu sebelum dibolehkan menikah kembali dengan suami pertama. Hal 

ini 

> seperti diterangkan oleh Abu Ja'far, Imam Syiah yang ke empat, 

karena 

> wanita mut'ah bukannya istri, tapi wanita sewaan. Sebagaimana 

barang 

> sewaan, orang dibolehkan menyewa sesuatu dan mengembalikannya lalu 

> menyewa lagi dan mengembalikannya berulang kali tanpa batas.

> 

> Dari Zurarah, bahwa dia bertanya pada Abu Ja'far, seorang laki-laki 

> nikah mut'ah dengan seorang wanita dan habis masa mut'ahnya lalu 

dia 

> dinikahi oleh orang lain hingga selesai masa mut'ahnya, lalu nikah 

> mut'ah lagi dengan laki-laki yang pertama hingga selesai masa 

> mut'ahnya tiga kali dan nikah mut'ah lagi dengan 3 lakii-laki 

apakah 

> masih boleh menikah dengan laki-laki pertama? Jawab Abu Ja'far : ya 

> dibolehkan menikah mut'ah berapa kali sekehendaknya, karena wanita 

> ini bukan seperti wanita merdeka, wanita mut'ah adalah wanita 

sewaan, 

> seperti budak sahaya. Al Kafi jilid 5 hal 460

> 

> Wanita mut'ah diberi mahar sesuai jumlah hari yang disepakati. 

> 

> Wanita yang dinikah mut'ah mendapatkan bagian maharnya sesuai 

dengan 

> hari yang disepakati. Jika ternyata wanita itu pergi maka boleh 

> menahan maharnya.

> 

> Dari Umar bin Handhalah dia bertanya pada Abu Abdullah : aku nikah 

> mut'ah dengan seorang wanita selama sebulan lalu aku tidak 

memberinya 

> sebagian dari mahar, jawabnya : ya, ambillah mahar bagian yang dia 

> tidak datang, jika setengah bulan maka ambillah setengah mahar, 

jika 

> sepertiga bulan maka ambillah sepertiga maharnya. Al Kafi . Jilid. 

5 

> Hal. 452.

> 

> Bayaran harus sesuai dengan hari yang disepakati, supaya tidak 

> ada "kerugian" yang menimpa pihak penyewa.

> 

> Jika ternyata wanita yang dimut'ah telah bersuami ataupun seorang 

> pelacur, maka mut'ah tidak terputus dengan sendirinya.

> 

> Jika seorang pria hendak melamar seorang wanita untuk menikah 

mut'ah 

> dan bertanya tentang statusnya, maka harus percaya pada pengakuan 

> wanita itu. Jika ternyata wanita itu berbohong, dengan mengatakan 

> bahwa dia adalah gadis tapi ternyata telah bersuami maka menjadi 

> tanggung jawab wanita tadi.

> 

> Dari Aban bin Taghlab berkata: aku bertanya pada Abu Abdullah, aku 

> sedang berada di jalan lalu aku melihat seorang wanita cantik dan 

aku 

> takut jangan-jangan dia telah bersuami atau barangkali dia adalah 

> pelacur. Jawabnya: ini bukan urusanmu, percayalah pada 

pengakuannya. 

> Al Kafi  . Jilid. 5 Hal. 462

> 

> Ayatollah Ali Al Sistani mengatakan : 

> Masalah 260 : dianjurkan nikah mut'ah dengan wanita beriman yang 

baik-

> baik dan bertanya tentang statusnya, apakah dia bersuami ataukah 

> tidak. Tapi setelah menikah maka tidak dianjurkan bertanya tentang 

> statusnya. Mengetahui status seorang wanita dalam nikah mut'ah 

> bukanlah syarat sahnya nikah mut'ah.

> Al Sistani. Ali. Minhajushalihin. www.al-shia. com. Jilid 3 hal 82

> 

> Tidak usah membuang waktu dengan bertanya, langsung tawar dan 

bayar. 

> 

> Nikah mut'ah dengan gadis

> 

> Dari Ziyad bin Abil Halal berkata : aku mendengar Abu Abdullah 

> berkata tidak mengapa bermut'ah dengan seorang gadis selama tidak 

> menggaulinya di qubulnya, supaya tidak mendatangkan aib bagi 

> keluarganya. Al Kafi jilid 5 hal 462.

> Yah, ini bukan nikah namanya.

> 

> Nikah mut'ah dengan pelacur

> 

> Diperbolehkan nikah mut'ah walaupun dengan wanita pelacur. 

Sedangkan 

> kita telah mengetahui di atas bahwa wanita yang dinikah mut'ah 

adalah 

> wanita sewaan. Jika boleh menyewa wanita baik-baik tentunya 

> diperbolehkan juga menyewa wanita yang memang pekerjaannya adalah 

> menyewakan dirinya.

> 

> Ayatollah Udhma Ali Al Sistani mengatakan : 

> 

> Masalah 261 : diperbolehkan menikah mut'ah dengan pelacur walaupun 

> tidak dianjurkan, ya jika wanita itu dikenal sebagai pezina maka 

> sebaiknya tidak menikah mut'ah dengan wanita itu sampai dia 

> bertaubat.Minhajush alihin. Jilid 3 hal. 8 

> 

> Sebaiknya tidak, tapi jika terpaksa khan namanya tetap nikah 

walaupun 

> dengan pelacur. Si pelacur akan berbahagia karena disamping 

mendapat 

> uang dan kenikmatan dalam pekerjaannya, dia juga mendapat pahala.

> 

> Pahala yang dijanjikan bagi nikah mut'ah

> 

> Dari Sholeh bin Uqbah, dari ayahnya, aku bertanya pada Abu 

Abdullah, 

> apakah orang yang bermut'ah mendapat pahala? Jawabnya : jika karena 

> mengharap pahala Allah dan tidak menyelisihi wanita itu, maka 

setiap 

> lelaki itu berbicara padanya pasti Allah menuliskan kebaikan 

sebagai 

> balasannya, setiap dia mengulurkan tangannya pada wanita itu pasti 

> diberi pahala sebagai balasannya. Jika menggaulinya pasti Allah 

> mengampuni sebuah dosa sebagai balasannya, jika dia mandi maka 

Allah 

> akan mengampuni dosanya sebanyak jumlah rambut yang dilewati oleh 

air 

> ketika sedang mandi. Aku bertanya : sebanyak jumlah rambut? 

> Jawabnya  : Ya, sebanyak jumlah rambut. Man La yahdhuruhul faqih. 

> Jilid 3. Hal 464

> 

> Abu Ja'far berkata "ketika Nabi sedang isra' ke langit berkata : 

> Jibril menyusulku dan berkata : wahai Muhammad, Allah berfirman : 

> Sungguh Aku telah mengampuni wanita ummatmu yang mut'ah. Man La 

> Yahdhuruhul Faqih jilid 3 hal 464

> 

> Hubungan warisan

> 

> Ayatullah Udhma Ali Al Sistani dalam bukunya menuliskan : Masalah 

> 255 :  Nikah mut'ah tidak mengakibatkan hubungan warisan antara 

suami 

> dan istri. Dan jika mereka berdua sepakat, berlakunya kesepakatan 

itu 

> masih dipermasalahkan. Tapi jangan sampai mengabaikan asas hati-

hati 

> dalam hal ini. Minhajushalihin.  Jilid 3 Hal. 80

> 

> Nafkah

>  

> Wanita yang dinikah mut'ah tidak berhak mendapatkan nafkah dari 

> suami. 

> Masalah 256 : Laki-laki yang nikah mut'ah dengan seorang wanita 

tidak 

> wajib untuk menafkahi istri mut'ahnya walaupun sedang hamil dari 

> bibitnya. Suami tidak wajib menginap di tempat istrinya kecuali 

telah 

> disepakati pada akad mut'ah atau akad lain yang mengikat. Minhajus 

> shalihin. Jilid 3 hal 80.

> 

> Begitulah gambaran mengenai fikih nikah mut'ah. Pada seri 

berikutnya 

> akan kita dapatkan gambaran jelas mengenai perbedaan antara nikah 

> mut'ah dan pelacuran.

>




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Firefox 3: Lebih Cepat, Lebih Aman, Dapat Disesuaikan dan 
Gratis.http://downloads.yahoo.com/id/firefox

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to