Waktu orang papua minta suaka ke australia, kita bukannya ngomel ngomel dan 
menganggap mereka penjahat cum pengkhianat.  Bukannya ?

*curious*

salam,



-----Original Message-----
From: "ulfa" <akmada...@yahoo.com>

Date: Fri, 09 Jan 2009 15:29:18 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: [wanita-muslimah] Sebuah Kisah dari Kompas tentang Pengungsi Muslim 
Myanmar


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hari ini saya baca sebuah berita di harian Kompas di hal 22 (harian 
Kompas tanggal 9 Januari 2009). Berita yang saya cari di Kompas online 
ga ada.

               JALAN PANJANG MENUJU KESELAMATAN

Imam Husen (34) mengatupkan kedua telapak tangannya dan meletakkan di 
dada. Mulutnya melafalkan Surat Yasin dengan perlahan dan suara lirih. 
Dari kedua sudut matanya menetes air mata.

Imam Husen adalah salah seorang dari 193 warga Myanmar yang selamat 
sampai perairan Indonesia. Berkat dua nelayan Desa Ie Meulee - 
Sukajaya, Sabang, Ujang dan Nurdin, perahu layar yang digunakan para 
pelarian asal Myanmar bisa bersandar dengan selamat di Dermaga 
Pangkalan TNI Angkatan Laut, Sabang, Rabu (7/1) siang.

Ujang (37) menuturkan, semula ia takut melihat para penumpang kapal 
tersebut. Ia mengira mereka perompak. "Tapi setelah mereka menggunakan 
bahasa isyarat yang menyatakan kehausan dan kelaparan, saya berani 
mendekat. Seluruh perbekalan saya berikan pada mereka," katanya.

Keduanya lantas menarik perahu yang berisi ratusan orang asal Myanmar 
dan Bangladesh menuju Kota Sabang.


Kekerasan
Imam Huen dengan bahasa inggris patah - patah menjelaskan, dirinya 
bersama ratusan orang asal wilayah Mondu, Myanmar, melarikan diri 
karena tidak tahan kekerasan yang dilakukan junta militer. Selain itu, 
kaum Muslim yang merupakan minoritas dalam struktur masyarakat Myanmar 
dianiaya oleh junta militer dan masyarakat mayoritas.

Husen menuturkan, wilayah tempat tinggal mereka dekat dengan perbatasan 
Myanmar dan Bangladesh. Bahasa sehari - hari yang mereka gunakan bahasa 
Urdu yang berbeda dengan bahasa mayoritas rakyat Myanmar.

Husen menuturkan, ratusan pelarian asal Myanmar meninggalkan negara itu 
awal Desember. Ada empat kapal layar, satu diantaranya berisi anak - 
anak dan kaum perempuan, berlayar menuju Malaysia dan negara - negara 
yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

"Pakistan, Afganistan, Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia. Muslim. Yes", 
katanya lirih.

Dalam perjalanan, mereka sempat singgah dan masuk e perairan Thailand. 
Namun, mereka diusir oleh Armada Angkatan Laut Thailand. "Kami 
dipukuli, bahkan ada yang ditusuk senjata tajam," katanya.

Husen menunjuk teman sekapalnya, Qadir, yang dianiaya tentara Thailand. 
Luka tusukan benda tajam masih terlihat jelas.

Menurut dr. Togu Siburian, anggota tim medis RSUD Kota Sabang, para 
pengungsi banyak mengalami trauma karena kekerasan benda tumpul.

Ajijullah, salah seorang pelarian juga menuturkan hal yang 
sama. "perahu kami diusir dan kami dipukuli oleh anggota Angkatan Laut 
Thailand saat mengisi bahan bakar dan tambahan logistik," katanya.

Kapal berukuran panjang sekitar 10 meter dengan lebar empat meter yang 
mereka tumpangi hanya bermesin dengan kapasitas 16 PK. Dua layar yang 
mereka gunakan sudah banyak berlubang.

Para pengungsi yang ditempatkan di lapangan Pangkalan Angkata Laut 
Sabang sebenarnya ingin bercerita banyak tentang penderitaan selama 
tinggal di Myanmar dan perjalanan panjang mereka. Namun, aparat 
keamanan di Sabang melarang mereka melakukan kontak fisik dan kontak 
suara dengan para wartawan.

Padahal, mereka hanya ingin bebas dari penyiksaan dan tinggal di 
wilayah yang mampu menjamin keselamatan kecil mereka.




Itu tadi berita dari Kompas, yg versi online-nya ga ada, di Kompas pun 
nyempil di halaman dalam dan ada di pojok bagian bawah. Kalo ga rajin2 
baca pasti kelewatan. 

Saudara sesama muslim kita yang dekat dan teraniaya, adakah lembaga2 
sosial muslim kita yang membantunya. Saya tidak tahu kebijakan 
pemerintah kita soal pengungsi, tapi setidaknya kalo ada lembaga sosial 
muslim kita yang membantu, ada tempat buat kita untuk menyalurkan 
bantuan.

Nangis rasanya baca berita seperti ini, hanya sebuah masyarakat kecil 
yang tidak bisa bikin dan jadi newsmaker (bandingkan dengan berita yang 
impactnya besar), akan lebih banyak dilupakan dan terlupakan sehingga 
tidak tertolong.

Moga2 ada yang membantu dan menolong

Salam,

maria ulfa






[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to