Bener juga,
Termasuk dokter2 di WM ini patut diwaspadai.
Ada yang blackberry addict :)
Ada yang Mac fan boy :)

Hati-hatilah .........



On 3/20/09, noni marlini <noniemarl...@yahoo.co.id> wrote:
>
>
>
>
> Dari milis sebelah. Semoga bermanfaat
>
>
>
> From: Billy N. <bi...@konsulsehat. web.id>
>
>
>
> Reply-to: se...@yahoogroups.
> com
>
> To: e-Sehat <konsulsehat@ yahoogroups. com>
>
> Date: Sat, Mar 7, 2009 at
> 10:48 AM
>
> Subject: [sehat] hati-hati pada dokter?
>
>
>
> halo rekan-rekan. ..
>
>
>
> Ini tulisan yang mungkin 'aneh', saya sebagai seorang dokter justru meminta
> rekan-rekan untuk berhati-hati pada dokter. Ini mengikuti tulisan Pak Irwan
> Julianto di Kompas 4 Maret 2009 lalu, yaitu mengenai 'caveat venditor'
> (produsen/penyedia jasa berhati-hatilah) . Link-nya di situs Kompas:
>
> http://www.kompas. com/read/ xml/2009/03/ 04/16255199/
> kontroversi.. puyer.dan. polifarmasi
>
>
>
> Ceritanya begini, beberapa hari ini saya mengurusi abang saya yang sakit
> demam
> berdarah (DBD). Saya buatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah
> satu
> RS swasta yang terkenal cukup baik pelayanannya. Sejak masuk UGD saya temani
> sampai masuk ke kamar perawatan & tiap hari saya tunggui, jadi sangat saya
> tau perkembangan kondisinya.
>
>
>
> Abang saya paksa dirawat inap karena trombositnya 82 ribu, agak
> mengkuatirkan,
> padahal dia menolak karena merasa diri sudah sehat, nggak demam, nggak mual,
> hanya merasa badannya agak lemas. Mulai di UGD sudah 'mencurigakan' , karena
> saya nggak menyatakan bahwa saya dokter pada petugas di RS, jadi saya bisa
> dengar berbagai keterangan/penjelas an & pertanyaan dari dokter &
> perawat yang menurut saya 'menggelikan' . Pasien pun diperiksa ulang
> darahnya,
> ini masih bisa saya terima, hasil trombositnya tetap sama, 82 ribu..
>
>
>
> Ketika Abang akan di-EKG, dia sudah mulai 'ribut' karena Desember lalu baru
> tes
> EKG dengan treadmill dengan hasil sangat baik. Lalu saya tenangkan bahwa itu
> prosedur di RS. Yang buat saya heran adalah Abang harus disuntik obat
> Ranitidin
> (obat untuk penyakit lambung), padahal dia nggak sakit lambung, & nggak
> mengeluh perih sama sekali. Obat ini disuntikkan ketika saya ke mengantarkan
> sampel darah ke lab.
>
>
>
> Oleh dokter jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan untuk 3 hari padahal
> besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung & biasanya obatnya
> pasti ganti lagi. Belum lagi resepnya pun isinya nggak tepat untuk DBD. Jadi
> resep nggak saya beli. Dokter penyakit dalamnya setelah saya tanya ke teman
> yang praktik di RS tersebut dipilihkan yang dia rekomendasikan, katanya
> 'bagus
> & pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore
> selalu ada di RS.
>
>
>
> Malamnya via telepon dokter penyakit dalam beri instruksi periksa lab
> macam-macam, setelah saya lihat banyak yang 'nggak nyambung', jadi saya
> minta
> Abang untuk hanya setujui sebagian yang masih rasional.
>
>
>
> Besoknya, saya datang agak siang, dokter penyakit dalam sudah visite &
> nggak komentar apapun soal pemeriksaan lab yang ditolak. Saya diminta
> perawat untuk
> menebus resep ke apotek. Saya lihat resepnya, saya langsung bingung, di
> resep
> tertulis obat Ondansetron  suntik, obat mual/muntah untuk orang yang sakit
> kanker & menjalani kemoterapi. Padahal Abang nggak mual apalagi muntah sama
> sekali. Tertulis juga Ranitidin suntik, yang nggak perlu karena Abang nggak
> sakit lambung. Bahkan parasetamol bermerek pun diresepkan lagi padahal Abang
> sudah ngomong kalau dia sudah punya banyak..
>
>
>
> Saya sampai cek di internet apa ada protokol baru penanganan DBD yang saya
> lewatkan
> atau kegunaan baru dari Ondansetron, ternyata nggak. Akhirnya saya hanya
> beli
> suplemen vitamin aja dari resep.
>
>
>
> Pas saya serahkan obatnya ke perawat, dia tanya 'obat suntiknya mana?', saya
> jawab bahwa pasien nggak setuju diberi obat-obat itu. Perawatnya malah
> seperti
> menantang, akhirnya dengan terpaksa saya beritau bahwa saya dokter & saya
> yang merujuk pasien ke RS, Abang menolak obat-obat itu setelah tanya pada
> saya.
> Malah saya dipanggil ke nurse station & diminta tandatangani surat refusal
> consent (penolakan pengobatan) oleh kepala perawat.
>
>
>
> Saya beritau saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang
> tandatangani,
> itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung. Sementara dokter saat
> visite nggak jelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia berikan.. Saya
> tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'.
>
>
>
> Saat saya tunggu Abang, pasien di sebelah ranjangnya ternyata sakit DBD
> juga.
> Ternyata dia sudah diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal & sudah 2
> dipakai, padahal kondisi fisik & hasil lab nggak mendukung dia ada infeksi
> bakteri. Pasien tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang lain.
> Saat
> dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya ngomong 'sakit ya?',
> 'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan saja dulu terapinya', visite nggak
> sampai 3
> menit saya hitung.
>
>
>
> Besoknya dokter penyakit dalam yang tangani Abang visite kembali & nggak
> komentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan. Dia hanya
> ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang. Saya jadi
> membayangkan nggak heran Ponari dkk laris, karena dokter pun ternyata
> pengobatannya nggak rasional. Kasihan banyak pasien yang terpaksa diracun
> oleh
> obat-obat yang nggak diperlukan & dibuat 'miskin' untuk membeli obat-obat
> yang mahal tersebut. Ini belum termasuk dokter ahli yang sudah 'dibayar'
> cukup
> mahal ternyata nggak banyak menjelaskan pada pasien
>
> sementara kadang kala keluarga sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam
> hanya
>
> untuk menunggu dokter visite.
>
>
>
> Abang sampai ngomong bahwa apa semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya
> yang dokter supaya nggak dapat pengobatan sembarangan? Abang juga merasa
> bersyukur nggak jadi diberi berbagai macam obat yang nggak dia perlukan &
> jadi racun di tubuhnya.
>
>
>
> Sebulan lalu pun saya pernah menunggui saudara saya yang lain yang dirawat
> inap
> di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota kecil Jateng
> akibat sakit tifoid. Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak obat yang
> nggak rasional diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya.
>
>
>
> Kalau ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan masyarakat
> kalau
> mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN. Semoga bisa
> berguna sebagai pelajaran berharga untuk rekan-rekan semua agar berhati-hati
> & kritis pada pengobatan dokter.
>
>
>
> rgds
>
> Billy
>
> Kunjungi http://konsulsehat. .web.id
>
> ------------ --------- --------- ---------
> ---------
>
>
>
>
>       Pemanasan global? Apa sih itu? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers!
> http://id.answers.yahoo.com
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
> ------------------------------------
>
> =======================
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com
>
> This mailing list has a special spell casted to reject any attachment
> ....Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

-- 
Sent from my mobile device

Kirim email ke