bagaimana bisa hati-hati, kalau orang awam tentu akan selalu menerima apapun
resep atau petunjuk dokter karena memang tidak menguasai ilmu medis. Kita
memang perlu extra waspada, peristiwa yang diceritakan Billy merupakan
kejadian yang sudah sering terjadi, hanya sejauh ini sepertinya tidak pernah
ada upaya untuk meluruskan ataupun menindak secara tegas oknum2 dokter
tersebut.

budi

Pada 20 Maret 2009 20:55, Dwi Soegardi <soega...@gmail.com> menulis:

>   Bener juga,
> Termasuk dokter2 di WM ini patut diwaspadai.
> Ada yang blackberry addict :)
> Ada yang Mac fan boy :)
>
> Hati-hatilah .........
>
>
> On 3/20/09, noni marlini 
> <noniemarl...@yahoo.co.id<noniemarlini%40yahoo.co.id>>
> wrote:
> >
> >
> >
> >
> > Dari milis sebelah. Semoga bermanfaat
> >
> >
> >
> > From: Billy N. <bi...@konsulsehat. web.id>
> >
> >
> >
> > Reply-to: se...@yahoogroups.
> > com
> >
> > To: e-Sehat <konsulsehat@ yahoogroups. com>
> >
> > Date: Sat, Mar 7, 2009 at
> > 10:48 AM
> >
> > Subject: [sehat] hati-hati pada dokter?
> >
> >
> >
> > halo rekan-rekan. ..
> >
> >
> >
> > Ini tulisan yang mungkin 'aneh', saya sebagai seorang dokter justru
> meminta
> > rekan-rekan untuk berhati-hati pada dokter. Ini mengikuti tulisan Pak
> Irwan
> > Julianto di Kompas 4 Maret 2009 lalu, yaitu mengenai 'caveat venditor'
> > (produsen/penyedia jasa berhati-hatilah) . Link-nya di situs Kompas:
> >
> > http://www.kompas. com/read/ xml/2009/03/ 04/16255199/
> > kontroversi.. puyer.dan. polifarmasi
> >
> >
> >
> > Ceritanya begini, beberapa hari ini saya mengurusi abang saya yang sakit
> > demam
> > berdarah (DBD). Saya buatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah
> > satu
> > RS swasta yang terkenal cukup baik pelayanannya. Sejak masuk UGD saya
> temani
> > sampai masuk ke kamar perawatan & tiap hari saya tunggui, jadi sangat
> saya
> > tau perkembangan kondisinya.
> >
> >
> >
> > Abang saya paksa dirawat inap karena trombositnya 82 ribu, agak
> > mengkuatirkan,
> > padahal dia menolak karena merasa diri sudah sehat, nggak demam, nggak
> mual,
> > hanya merasa badannya agak lemas. Mulai di UGD sudah 'mencurigakan' ,
> karena
> > saya nggak menyatakan bahwa saya dokter pada petugas di RS, jadi saya
> bisa
> > dengar berbagai keterangan/penjelas an & pertanyaan dari dokter &
> > perawat yang menurut saya 'menggelikan' . Pasien pun diperiksa ulang
> > darahnya,
> > ini masih bisa saya terima, hasil trombositnya tetap sama, 82 ribu..
> >
> >
> >
> > Ketika Abang akan di-EKG, dia sudah mulai 'ribut' karena Desember lalu
> baru
> > tes
> > EKG dengan treadmill dengan hasil sangat baik. Lalu saya tenangkan bahwa
> itu
> > prosedur di RS. Yang buat saya heran adalah Abang harus disuntik obat
> > Ranitidin
> > (obat untuk penyakit lambung), padahal dia nggak sakit lambung, & nggak
> > mengeluh perih sama sekali. Obat ini disuntikkan ketika saya ke
> mengantarkan
> > sampel darah ke lab.
> >
> >
> >
> > Oleh dokter jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan untuk 3 hari
> padahal
> > besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung & biasanya obatnya
> > pasti ganti lagi. Belum lagi resepnya pun isinya nggak tepat untuk DBD.
> Jadi
> > resep nggak saya beli. Dokter penyakit dalamnya setelah saya tanya ke
> teman
> > yang praktik di RS tersebut dipilihkan yang dia rekomendasikan, katanya
> > 'bagus
> > & pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore
> > selalu ada di RS.
> >
> >
> >
> > Malamnya via telepon dokter penyakit dalam beri instruksi periksa lab
> > macam-macam, setelah saya lihat banyak yang 'nggak nyambung', jadi saya
> > minta
> > Abang untuk hanya setujui sebagian yang masih rasional.
> >
> >
> >
> > Besoknya, saya datang agak siang, dokter penyakit dalam sudah visite &
> > nggak komentar apapun soal pemeriksaan lab yang ditolak. Saya diminta
> > perawat untuk
> > menebus resep ke apotek. Saya lihat resepnya, saya langsung bingung, di
> > resep
> > tertulis obat Ondansetron  suntik, obat mual/muntah untuk orang yang
> sakit
> > kanker & menjalani kemoterapi. Padahal Abang nggak mual apalagi muntah
> sama
> > sekali. Tertulis juga Ranitidin suntik, yang nggak perlu karena Abang
> nggak
> > sakit lambung. Bahkan parasetamol bermerek pun diresepkan lagi padahal
> Abang
> > sudah ngomong kalau dia sudah punya banyak..
> >
> >
> >
> > Saya sampai cek di internet apa ada protokol baru penanganan DBD yang
> saya
> > lewatkan
> > atau kegunaan baru dari Ondansetron, ternyata nggak. Akhirnya saya hanya
> > beli
> > suplemen vitamin aja dari resep.
> >
> >
> >
> > Pas saya serahkan obatnya ke perawat, dia tanya 'obat suntiknya mana?',
> saya
> > jawab bahwa pasien nggak setuju diberi obat-obat itu. Perawatnya malah
> > seperti
> > menantang, akhirnya dengan terpaksa saya beritau bahwa saya dokter & saya
> > yang merujuk pasien ke RS, Abang menolak obat-obat itu setelah tanya pada
> > saya.
> > Malah saya dipanggil ke nurse station & diminta tandatangani surat
> refusal
> > consent (penolakan pengobatan) oleh kepala perawat.
> >
> >
> >
> > Saya beritau saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang
> > tandatangani,
> > itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung. Sementara dokter saat
> > visite nggak jelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia berikan.. Saya
> > tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'.
> >
> >
> >
> > Saat saya tunggu Abang, pasien di sebelah ranjangnya ternyata sakit DBD
> > juga.
> > Ternyata dia sudah diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal & sudah
> 2
> > dipakai, padahal kondisi fisik & hasil lab nggak mendukung dia ada
> infeksi
> > bakteri. Pasien tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang lain.
> > Saat
> > dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya ngomong 'sakit
> ya?',
> > 'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan saja dulu terapinya', visite nggak
> > sampai 3
> > menit saya hitung.
> >
> >
> >
> > Besoknya dokter penyakit dalam yang tangani Abang visite kembali & nggak
> > komentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan. Dia hanya
> > ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang. Saya jadi
> > membayangkan nggak heran Ponari dkk laris, karena dokter pun ternyata
> > pengobatannya nggak rasional. Kasihan banyak pasien yang terpaksa diracun
> > oleh
> > obat-obat yang nggak diperlukan & dibuat 'miskin' untuk membeli obat-obat
> > yang mahal tersebut. Ini belum termasuk dokter ahli yang sudah 'dibayar'
> > cukup
> > mahal ternyata nggak banyak menjelaskan pada pasien
> >
> > sementara kadang kala keluarga sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam
> > hanya
> >
> > untuk menunggu dokter visite.
> >
> >
> >
> > Abang sampai ngomong bahwa apa semua pasien harus ditunggui oleh
> saudaranya
> > yang dokter supaya nggak dapat pengobatan sembarangan? Abang juga merasa
> > bersyukur nggak jadi diberi berbagai macam obat yang nggak dia perlukan &
> > jadi racun di tubuhnya.
> >
> >
> >
> > Sebulan lalu pun saya pernah menunggui saudara saya yang lain yang
> dirawat
> > inap
> > di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota kecil
> Jateng
> > akibat sakit tifoid. Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak obat
> yang
> > nggak rasional diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya.
> >
> >
> >
> > Kalau ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan masyarakat
> > kalau
> > mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN. Semoga
> bisa
> > berguna sebagai pelajaran berharga untuk rekan-rekan semua agar
> berhati-hati
> > & kritis pada pengobatan dokter.
> >
> >
> >
> > rgds
> >
> > Billy
> >
> > Kunjungi http://konsulsehat. .web.id
> >
> > ------------ --------- --------- ---------
> > ---------
> >
> >
> >
> >
> > Pemanasan global? Apa sih itu? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers!
> > http://id.answers.yahoo.com
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
> > ------------------------------------
> >
> > =======================
> > Milis Wanita Muslimah
> > Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> > Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> > ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> > Kirim Posting 
> > mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
> > Berhenti 
> > mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com<wanita-muslimah-unsubscribe%40yahoogroups.com>
> > Milis Keluarga Sejahtera 
> > mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com<keluarga-sejahtera%40yahoogroups.com>
> > Milis Anak Muda Islam 
> > mailto:majelism...@yahoogroups.com<majelismuda%40yahoogroups.com>
> >
> > This mailing list has a special spell casted to reject any attachment
> > ....Yahoo! Groups Links
> >
> >
> >
> >
>
> --
> Sent from my mobile device
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke