Gak juga sih, om ambon. Perempuan yang kaya justru ingin mempertahankan gaya hidupnya. Sehingga, dia jadi parasit bagi suaminya. Tentu bukan parasit lajang hehehe...
Intinya kan gimana kita menghargai waktu. Karena waktu adalah nikmat yg tak akan pernah kembali. We can only wish that we could turn back the time :-) Jadi, apapun pilihannya, parameternya adalah bagaimana kita menghargai waktu itu. Soal pilihan, ya dia semata2 pilihan. Sesuatu yg perlu dinegosiasikan dng pasangan. Sesimple itu. Jangan terjebak ma celetukan eyang yg dengan serampangannya mengdikotomikan dan mengaburkan masalah sebenarnya, meski apa yg dibilangnya bener :) Sebenarnya yg menarik adalah, ibu-ibu yg dengan tulus ikhlas merawat anak menjadi insan2 cerdas, mulia dan berbudi luruh, apakah pekerjaan itu dianggap sbg sesuatu yg dinilai produktif secara ekonomi? Tentu tidak! Bahkan oleh agama sekalipun :) Agama hanya menekankan itu tindakan mulia, yg akan diganjar sama Allah. Saya tentu tidak protes thd ini. Saya percaya sekali sama Allah yg akan membalas segala sesuatunya dengan adil, dan kita masih dibolehkan utk protes :) Tapi, persoalannya, "pekerjaan domestik" itu kan selama ini tidak dinilai sbg suatu kegiatan yg produktif, apalagi dianggap berkontribusi pada perekonomian nasional/negara. Padahal, pekerjaan domestik itu merupakan tugas negara yang kemudian dijalankan oleh rakyatnya. Generasi muda adalah investasi negara, bukan? Dia tidak saja menentukan bentuk piramida penduduk dlm 50-100 tahun mendatang tapi berimplikasi ke banyak hal. Nah, kerja produktif ini harus dihargai oleh negara dng memberikan subsidi bagi siapapun yg mengerjakan ini (ada konsep bapak rumah tangga juga, bukan? :D tentunya yg tidak malas2an dan mabuk2an.. tapi ya kebetulan aja dia bertugas sbg bapak rumah tangga). Harusnya eyang mengarahkan diskusinya ke hal itu. Bukan main lempar pertanyaan ke orang utk kesenangannya sendiri :) Studi2 soal ini masih ada, di kalangan feminis, bahkan di negara seperti Amerika sekalipun. Dan ini bukan hal yg baru sih, saya udah berkali2 bilang ini di milis. Jadi ceritanya, kaset yg diputar ulang... tapi belum rusak2 :-) wassalam, Herni --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Sunny" <am...@...> wrote: > > Kalau istri berpendidikan dan kaya atau sedikit berada, tentu tidak akan > tinggal di rumah seperti "induk" semut atau lebah, tetapi giat dengan > aktivitas di luar rumah, misal menymbangkan tenaga dan pikiran untuk > pekerjaan sosial atau hal-hal yang disenangi. > > > ----- Original Message ----- > From: Herni Sri Nurbayanti > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com > Sent: Monday, April 06, 2009 11:27 AM > Subject: Re: Bls: [wanita-muslimah] "Selingkuh Lebih Jahat dari Poligami" > vs "Selingkuh > > > Bener, mbak Lina. Kalau boleh memilih, saya mau tuh jadi ibu rumah tangga. > Enak bangeeeeet... lebih punya waktu luang. Bisa mulai membangun cita2, bikin > sekolah gratis hehehe... > > Asal kerjanya jgn ngeliat sinetron dan ngerumpi melulu, ya! > Emang orang kaya eyang itu lupa, kalau pada hakekatnya adalah pilihan > secara sadar. Atau mungkin, eyang mempertanyakan soal kesadaran ini. Apakah > itu pilihan sadar istri pak Abdul atau memang.....?