Harian Komentar
19 Juni 2009

      Imbauan PGI terkait pilpres 
      "Telusuri Jejak Setiap Kandidat''
     



Manado, KOMENTAR
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluar-kan surat penggembalaan 
terkait pelaksanaan pemili-han presiden (pilpres), 8 Juli mendatang. Dalam 
surat yang ditandatangani Ketua Umum Pdt Dr AA Yewangoe dan Se-kum Pdt Dr 
Richard M Daulay MA yang diterima koran ini, intinya PGI mengajak gereja dan 
warganya untuk dapat memilih pemimpin yang ca-kap, yakni mempunyai kemam-puan 
dan keterampilan untuk mengatasi persoalan bangsa Indonesia, terutama cakap dan 
mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang masih dihimpit oleh belenggu 
kemiskinan. 


Kemudian, pemimpin yang dipilih adalah takut akan Tuhan, pemimpin yang 
men-jalankan tugasnya dengan mengandalkan kekuatan mo-ral, menjauhkan diri dari 
kebohongan dan segala ben-tuk manipulasi politik. Dalam surat penggembalaan 
itu, PGI juga mengimbau agar memilih pemimpin yang dapat diper-caya yaitu yang 
terbukti melakukan apa yang dia ucapkan. "Telusurilah rekam jejak se-tiap 
kandidat, sehingga sau-dara dapat mengetahui siapa dari antara mereka yang 
dapat dipercaya dan siapa yang tidak," ajak Yewangoe dan Daulay. Selanjutnya, 
pemimpin yang dibutuhkan yakni benci kepada penge-jaran suap yaitu yang jujur 
dan tidak korupsi, juga harus bertekad untuk memberantas korupsi yang 
menghancurkan perekonomian negara ini. "Tetap mempertahankan Pancasila dan 
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya se-bagai acuan kehidupan 
ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara. Haruslah sung-guh-sungguh mempunyai 
komitmen teguh kepada Pan-casila, UUD 1945, Negara Republik Indonesia, Bhinneka 
Tunggal Ika (masyarakat majemuk, setara dan ber-satu), dan cita-cita 
pro-klamasi kemerdekaan Indonesia," kata keduanya meng-ingatkan.


Apalagi, dampak Pilpres 2009 ini tidak hanya untuk periode 2009-2014 saja, 
me-lainkan berdurasi sangat panjang yang ikut menen-tukan nasib bangsa kita di 
masa depan. "Salah memilih berarti membawa bangsa ini kepada penyimpangan yang 
berakibat fatal bagi keles-tarian bangsa."  Selain memilih presiden dan wakil 
presiden, juga melihat koalisi yang ada di bela-kangnya. Kita pun Harus melihat 
dengan jeli manakah dari pasangan koalisi itu yang tidak secara jelas 
menjadikan Pancasila sebagai solusi da-lam kehidupan berbangsa dan bernegara, 
melainkan ideologi yang lain. "Perhatikanlah sikap partai-partai politik selama 
ini yang tidak tegas menolak undang-undang yang cenderung diskriminatif, 
seperti UU Pornografi dan perdaperda yang diskriminatif di berbagai daerah," 
imbuhnya keduanya seraya meminta supaya jeli juga untuk melihat bagai-mana 
sikap partai-partai politik terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan di 
Indonesia selama 4-5 tahun terakhir ini. 


Seperti kita umat Kristen misalnya, apakah di beberapa tempat mempunyai 
kebebasan untuk mendirikan ge-dung-gedung ibadah atau malah sering dihambat. 
Se-dangkan tindakan konkret pemerintah hampir tidak terlihat. "Pada akhirnya 
kami ingin menyatakan bahwa visi pembangunan bangsa kita bukan hanya untuk lima 
tahun mendatang, melainkan jauh melampauinya. Maka yang terutama adalah 
bagai-mana membangun sistem demokrasi yang sehat, bukan sekadar kalah/menang 
dalam pilpres," tulis keduanya dalam surat penggembalaan itu.  Ditambahkan 
juga, bahwa Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan gereja-gereja 
anggotanya, bukanlah partai politik atau organisasi yang menjalankan politik 
praktis, yaitu politik yang be-rusaha merebut kekuasaan dalam negara. Politik 
gereja (baca: PGI) adalah politik moral atau yang bertujuan menyam-paikan 
pesan-pesan moral atau suara kenabian di tengah zaman. 


"Dalam kaitan itu PGI dan gereja-gereja ikut bertang-gung jawab dalam kehidupan 
bersama di dalam polis (negara) Indonesia. Orang Kristen Indonesia sebagai 
bagian integral bangsa harus mampu hidup bersama secara proaktif di dalam 
masyarakat Indonesia yang majemuk," pesan keduanya.(*mly


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke