WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 897 Sumpah dan Mahkamah Mazhalim Sumpah sebagai seorang Muslim yang diucapkan oleh Susno Duadji dari keluarga buaya dalam forum Sidang "Apresiasi" Komisi III DPR "mengapresiasi" Jajaran Polri, sangat berbeda dengan sumpah sebagai seorang Muslim yang diucapkan di layar kaca TV-One oleh M Jasin dari keluarga cecak (julukan buaya dan cecak ini mula pertama dicetuskan sendiri oleh Sisno). Secara terang benderang nampak sekali ada empat perbedaan. (Kata cecak ini telah berubah ejaannya menjadi cicak oleh masyarakat sebagai kependekan dari Cinta Indonesia Cinta KPK). Keempat perbedaan itu adalah: Pertama, Jasin pakai Al Qur'an, Susno pakai jari. Kedua, Jasin pakai Syahadat, Susno tidak. Ketiga, Jasin pakai WaLla-hi, Susno pakai LiLla-hi. Wa dalam permulaan kata menyatakan sebuah qasm / sumpah. Kalau manusia yang bersumpah, maka itu menyatakan penguatan yang ditumpukan kepada sesuatu yang lebih "tinggi", yaitu Allah, sehingga WaLla-hi artinya dalam bahasa Indonesia: Demi Allah. Dalam Al-Quran Allah juga bersumpah dengan kata Wa, contohnya dalam permulaan ayat (1) S. Al'Ashr, Allah bersumpah dengan waktu dan ini tidak cocok untuk dibahasa-Indonesiakan dengan "demi". Sebab dalam bahasa Indonesia "demi" itu menyatakan penguatan yang ditumpukan kepada sesuatu yang lebih "tinggi", yaitu Allah. Sedangkan Allah bersumpah untuk menegaskan. Jadi Wa l'Ashri tidak cocok di-Indonesia-kan dengan "demi waktu", melainkan "perhatikanlah waktu". Keempat, Jasin mengucap tidak pernah terima suap dan tidak pernah memeras seumur hidupnya, Susno bilang tidak terima 10 Milyar terkait bank Century SAJA. *** Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah dijadikan tersangka oleh penyidik kepolisian terkait penyalahgunaan wewenang. Karena Tim 8 menilai penyidik terlalu memaksakan kasus hukum Bibit - Chandra dan Kejaksaan lagi-lagi mengembalikan berkas perkara ke kepolisian, ditambah pula dalam kesaksiannya pada persidangan Antasari, Wiliardi mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) dan mengungkapkan adanya rekayasa dalam pembuatan BAP, maka sangat kuat indikasi terjadi penyalahgunaan wewenang dalam tubuh kepolisian, yaitu merekayasa menggemboskan KPK dengan peluru kriminalisasi Antasari-Bibit-Chandra. Maka timbul pertanyaan: "Dalam hal dalam tubuh kepolisian ada penyalahgunaan wewenang, institusi manakah yang harus menanganinya? Tidaklah akan mungkin obyektif dan adil jika yang menanganinya adalah institusi kepolisian juga, bukan ? *** Struktur Pemerintahan Negara Islam Madinah pada zaman RasuluLlah SAW, telah sampai kepada kita secara mutawatir bahwa Rasulullah SAW sendiri telah mendirikan struktur Negara Islam, melengkapkannya semasa baginda masih hidup dan meninggalkan bentuk pemerintahan yang diketahui umum dan dapat dikaji sepanjang masa. Dalam Negara Islam Madinah, RasuluLlah SAW membentuk Lembaga Mazhalim, yang mengawasi praktek kezhaliman pejabat. Di kemudian hari dalam Khilafah (Daulah Islamiyah yang dikepalai oleh khalifah) oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab, Lembaga Mazhalim ini diperkembang menjadi Mahkamah Mazhalim yang berhak mengadili dan memecat penguasa / aparat. Mahkamah Mazhalim dalam hal korupsi yang dilakukan oleh aparat dipakai prinsip: "Anna- laka hadza", (dari mana engkau mendapatkan ini). Khalifah yang kedua ini (634-644) mendapat inspirasi dari pertanyaan Nabi Zakaria AS kepada Maryam binti 'Imran: -- YMRYM ANY LK HDzA (S.AL'AMRAN, 3:37), dibaca: -- ya- maryamu anna- laki ha-dza-, artinya: -- Hai Maryam dari mana engkau mendapatkan ini? Pertanyaan "anna laki hadza", dalam ayat (3:37) tersebut diaplikasikan kepada aparat, "anna- laka ha-dza-". Terhadap Maryam yang perempuan dipakai laki, sedangkan terhadap aparat yang umumnya lelaki dipakai laka. Sejak itu "anna- laka ha-dza- menjadi jurisprudensi dalam Hukum Islam. Dalam hal Tipikor terlalu banyak menguras tenaga berkas perkara bolak-balik antara kepolisian dengan kejaksaan untuk seterusnya dimajukan dalam sidang pengadilan. Apabila dipakai metode "anna- laka ha-dza-", maka dalam sidang pengadilan Penuntut Umum (yang di Indonesia oleh Kejaksaan dan KPK) cukup hanya mengemukakan data kekayaan terdakwa baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Tinggallah terdakwa saja yang harus membuktikan bahwa hartanya itu bersih dari korupsi. Kalau ada kotoran sisanya, maka yang sisa tersebut dirampas oleh negara, dan terpidana mendapatkan sanksi potong tangan. Karena kerasnya sanksi potong tangan itu yang bersinergi dengan keimanan yang kuat, tidak pernah tercatat dalam sejarah di zaman Al-Khulafau Al-Rasyiduwn aparat yang dipotong tangannya, karena korupsi. Alhasil, pertanyaan: "Kalau yang menyalah-gunakan wewenang itu terjadi dalam tubuh intitusi kepolisian, maka institusi manakah yang harus menanganinya?," inilah jawabannya:"Ikutlah Sunnah RasuluLlah SAW, yaitu membentuk Lembaga / Mahkamah Mazhalim. Penyidik yang terbukti merekayasa BAP tidak ditangani atasannya, melainkan diperhadapkan pada Mahkamah Mazhalim. WaLlahu a'lamu bisshawab. *** Makassar, 15 November 2009 [H.Muh.Nur Abdurrahman] http://waii-hmna.blogspot.com/2009/11/897-sumpah-dan-mahkamah-mazhalim.html
[Non-text portions of this message have been removed]