Saya meragukan keberhasilan kondomisasi ini. Mungkin mas Donny punya
pendapat lain untuk article di bawah ini ? Dan saya temukan banyak
informasi yang sejenis mengenai kegagalan kondomisasi untuk mengurangi
laju epidemic HIV/AIDS ini.

Yang memang bisa menanggulangi ya menyadarkan masyarakat akan bahaya
seks bebas, meningkatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat, penutupan
industry esek2 dan narkoba.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/12/05060528/Kondom.Tak.Mamp
u.Cegah.Keganasan.AIDS.di.Jayapura

Minggu, 12 Juli 2009 | 05:06 WIB
JAYAPURA, KOMPAS.com - Program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia
melalui kondomisasi yang diadopsi dari strategi United Nation Acquired
Immune Deficiency Syndrome (UNAIDS) dan Word Health Organization (WHO)
ternyata tidak mampu mencegah penjangkitan maupun penyebaran penyakit
berbahaya ini. Hal tersebut diungkapkan Pemerhati Masalah Sosial dan
Masyarakat, Lathifah Husna, menanggapi program pencegahan dan penyebaran
HIV/AIDS melalui pemakaian kondom di Jayapura, Minggu (12/7).
    
"Kondomisasi jelas tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV/AIDS di
saat budaya seks bebas semakin tumbuh subur," ujarnya. Selain itu,
lanjutnya, tingkat ketakwaan masyarakat terhadap ajaran agama yang
mengharamkan kebebasan seks, kultur yang kian individualistis, kontrol
masyarakat yang semakin lemah, kemiskinan yang kian menghimpit dan
maraknya industri prostitusi semakin membuka celah penyebaran HIV/AIDS.
    
"Kehadiran kondom justru membuat sebagian masyarakat semakin berani
melakukan perzinahan, apalagi dengan adanya rasa aman semu yang
ditanamkan dengan penggunaan kondom ini," katanya. Selanjutnya, dia
menjelaskan rasa aman semua ini disebabkan karena, selain seks bebas
bertentangan dengan ajaran agama dan norma kesusilaan, ternyata kondom
terbukti tidak mampu mencegah transmisi HIV.
     
Hal ini karena kondom terbuat dari bahan dasar karet atau lateks, yakni
senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan
berpori-pori. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat tiap pori
berukuran 70 mikron, yaitu 700 kali lebih besar dari ukuran HIV, yang
hanya berdiameter 0,1 mikron.
    
Selain itu, para pemakai kondom semakin mudah terinfeksi atau menularkan
karena selama proses pembuatan kondom terbentuk lubang-lubang. Terlebih
lagi, kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin sehingga 36-38
persen sebenarnya tidak dapat digunakan. Kondomisasi atau 100 persen
kondom sebagai salah satu butir dari strategi nasional telah ditetapkan
sejak 1994 hingga sekarang.
    
Kampanye pengunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD,
yaitu A: abstinentia, B: be faithful, C: condom dan D: no drug.  Hingga
akhir Juni 2008, data Departemen Kesehatan menunjukkan total kasus
HIV/AIDS di Indonesia berjumlah 18.963 orang. 

    
Di Papua, yang merupakan urutan ketiga jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak
di Indonesia, hingga akhir Desember 2008 ditemukan 4.548 kasus dengan
rincian laki-laki 2.310 orang, perempuan 2.184 orang, dan tak dikenal 54
kasus.



-----Original Message-----
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
Sent: Wednesday, December 02, 2009 7:59 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Mahasiswa Sukabumi Bakar Kondom


Banyak. Contoh negara yang dianggap berhasil mengontrol (bukan
memberantas) HIV adalah Thailand, karena intervensi condom mereka yang
ekstensif. Data menunjukkan kasus HIV menunjukan trend peningkatan HIV
menjadi lebih rendah (melandai). 
Harus diingat bahwa kasus HIV itu sampai saat ini tidak dapat berkurang
kecuali kalau penderitanya meninggal (gak ada penderita yang sembuh).
Dengan semakin membaiknya layanan kesehatan dan tersedianya obat ARV,
maka pasien HIV yang dulunya cepat mati, sekarang mampu diperpanjang
umurnya (seperti orang kena sakit diabetes). Sehingga dari tahun ke
tahun akan ada penambahan akumulasi penderita HIV. 
Sehingga keberhasilan pengendalian HIV tidak bisa diukur dengan melihat
penurunan kasus di masyarakat. Karena penurunan kasus justru merupakan
indikasi buruknya layanan kesehatan bagi penderita HIV.  Sehingga
keberhasilan pengendalian HIV diukur dari melambatnya kecepatan
peningkatan kasus HIV.

Efektivitas kondom sendiri sudah ada penelitiannya dengan membandingkan
antara mereka yang memakai kondom secara konsisten dan tidak pada
pasangan diskordan (salah satu HIV positif). hasilnya mereka yang
memakai kondom secara konsisten akan mempunyai risiko penularan yang
sangat kecil.

:D


On Dec 2, 2009, at 12:38 AM, aishayasmina2002 wrote:

> Maksudnya generasi yang lebih tua-nya? Generasi ortu mereka, ortu
kandung atau ortu lainnya seperti para pemimpin, ulama, dll? Mungkin
cucoks dengan peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ya :D
> 
> eh mas Don, sampai sejauh ini sudah ada penelitian belum ya tentang
keberhasilan kondom dalam kaitannya dengan HIV ini?
> 
> salam
> AY
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, donnie damana
<donnie.dam...@...> wrote:
> >
> > Mbak Aisha, mahasiswa juga terbagi-bagi lho. Nggak semua mahasiswa
sama. Dan masing masing kelompok pasti punya role model masing-masing.
Kalo role model mereka memilih cara pemakaian otot daripada otak, mereka
juga akan menirunya.
> > 
> > Kalo mau prihatin, prihatin terhadap mereka yang membuat mahasiswa
menjadi seperti itu.
> > 
> > :D
> > 
> > On Dec 2, 2009, at 12:12 AM, aishayasmina2002 wrote:
> > 
> > > Yang namanya mahasiswa itu kan siswa yang maha, bukan siswa biasa
saja, prihatin lihat pola pikir dan tindakan mereka yang lebih
mengedepankan ototnya (misalnya disini bakar kondom) dibanding otaknya
untuk mikir.
> > > 
> > > Contohnya kita lihat berita hari ini dari Republika yang judulnya
"Pengidap HIV- AIDS di Jawa Barat Tertinggi se Indonesia", coba kita
lihat tulisan ini "Pengurus Klinik Teratai, Rumah Sakit (RS) Hasan
Sadikin Bandung, Teddy Hidayat mengatakan, penularan tertinggi HIV-AIDS
di Jabar disebabkan hubungan heteroseksual yaitu 48,8 persen disusul
pengguna narkoba suntik sebesar 41,5 persen dan homoseksual 3,3 persen.
"Sebagian besar pengidap HIV-AIDS terdapat pada kelompok usia 20-29
tahun (50 persen) dan 30-39 (29,6 persen)," tuturnya.
> > > 
> > > Mahasiswa Sukabumi kan ada di wilayah Jabar yang pengidapnya
paling tinggi saat ini dan ternyata persentase pengidap karena hubungan
heteroseksual tidak beda jauh dengan pengidap yang penyebabnya narkoba
suntik. Mereka ini ada di range umur 20-29 dan 30-39 tahun, umur2
seperti itu umumnya aktif secara seksual, mungkin mereka punya istri,
apalagi kalau nurut sama kelompok orang yang suka poligami, maka mereka
punya istri-istri. Nah kalau mereka sudah tertular, entah karena seks
bebas atau karena narkoba suntik, apa mereka bebas merdeka saja tanpa
kondom dan menulari istri-istrinya? mikir dong mikir para mahasiswa! :-(
> > > 
> > > salam
> > > AY
> 
> 



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links



Kirim email ke