BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
609. Pluralisme, Teori/Konsep vs Lapangan

John Harwood Hich yang mencanangkan the Universe of Faiths dalam bukunya God 
and the Universe of Faiths (1973), mempunyai visi yang paralel dengan tokoh 
sufi Ibnu Arabi (560-638H/1165-1240M) dengan faham yang dicetuskannya yaitu 
Wihdatu lAdyan (integrasi agama-agama). Juga di situs yang menamakan dirinya 
Islam Liberal (www.islamlib.com), kita jumpai pula faham Wihdatu lAdyan ini. Di 
situs itu dinyatakan bahwa semua agama itu satu adanya. Anehnya, oleh yang 
menamakan dirinya Islam Liberal, itulah yang disebut faham pluralisme. 
Dikatakan aneh oleh karena wihdah, integrasi/menyatu bertentangan makna dengan 
plural

Sebagai sebuah konsep Wihdatu lAdyan mengajarkan bahwa pada hakikatnya semua 
agama bertujuan sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Perbedaan yang 
ada hanyalah pada aspek lahiriah yakni penampilan-penampilan dan tata cara 
dalam melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dalam "Dialog Pluralisme Agama", karya Fathimah Usman, Penerbit: LKiS 
Yogyakarta, Tgl terbit April 2002 ada disebutkan kurang lebih bahwa bentrokan 
antar ummat beragama di Indonesia penyebabnya terjadi karena (di samping factor 
sosio-politik, ekonomi) masih kukuhnya truth claim dan salvation claim yang 
terjelmakan kepada monopoli kebenaran agama yang diusung oleh para agamawan.  

Teori atau konsep di atas itu akan diperhadapkan pada realitas di lapangan 
seperti berikut.

*** 

Majalah Time edisi 30 Juni 2003 mengungkap kristenisasi dan menjadikannya 
laporan utama. Tidak mudah untuk mendapatkan Majalah Time edisi tersebut. Tidak 
jelas, apakah ada yang memborong atau dilarang aparat. Dalam edisi yang 
bergambar Salib emas yang sedang digenggam tersebut, Time menurunkan judul 
Should Christians Convert Muslims? Inilah yang menjadi laporan utama Time edisi 
tersebut tentang proyek kristenisasi, khususnya Kristen Evangelis, di seluruh 
dunia. Aliran ini juga yang dianut oleh Presiden AS George W Bush dan PM 
Inggris Tony Blair. Dalam peta yang dilampirkan, negara-negara seperti 
Indonesia, Malaysia, Brunei, India dan Nigeria termasuk negara-negara dengan 
jumlah misionaris dan penginjil tertinggi. Dicantumkan dalam peta tersebut, 
jumlah penginjil dan misionaris yang tersebar di Indonesia diperkirakan 4.000 
sampai 10.000 orang aktivis.

Harian Inggris terkemuka, The Telegraph edisi Sabtu (27/12), melansir berita 
antara lain:
misionaris Evangelis yang bergabung dalam International Mission Board (IMB)  
menyebarkan 1 juta Bibel berbahasa Arab bersama ribuan keping video serta 
brosur-brosur agama berbahasa Arab ke seluruh Irak. Sebab menurut mereka, 8000 
keping video Kristen yang disebar dalam misi terakhir mereka beberapa waktu 
lalu, sangat tidak memadai. Para misionaris Evangelis berkeyakinan bahwa Muslim 
dan Kristen tidak menyembah Tuhan yang sama. Inilah doktrin yang mendorong misi 
penyebaran Kristen oleh para penginjil IMB tersebut ke negara Muslim Irak. IMB 
merupakan anak organisasi Southern Baptists, sebuah sekte Protestan terbesar di 
Amerika. 

Menilik apa yang diceritakan oleh Majallah Time dan Harian The Telegraph di 
atas itu, maka tidaklah mungkin konsep integrasi agama-agama dengan visi semua 
agama bertujuan sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama, untuk "menjinakkan" 
semangat missionaris Evangelis yang berkeyakinan bahwa Muslim dan Kristen tidak 
menyembah Tuhan yang sama.

Bentrokan penganut agama tegasnya antara Muslim dengan non-Muslim yang 
disebabkan oleh truth claim dan salvation claim tidak pernah terjadi di 
lapangan. Itu hanya ada dalam angan-angan Fathimah saja. Dalam kenyataan di 
lapangan secara global bentrokan antara Muslim dengan non-Muslim hanya terjadi 
di mana penduduk Muslim bukan mayoritas. Ingat, jangan dibalik, yaitu di Amrik 
Muslim bukan mayoritas tetapi tidak terjadi bentrokan agama. Lihat perumusan 
berikut:
Secara global bentrokan antara Muslim dengan non-Muslim => terjadi di mana 
penduduk Muslim bukan mayoritas.
Panahnya hanya satu arah dari kiri ke kanan, tidak timbal balik.

Pada waktu terjadi exodus etnik Bugis Makassar dari Ambon ke negeri asal mereka 
di Sulawesi Selatan, pada waktu itu umumnya orang kuatir akan terjadi pula 
bentrokan ummat beragama di daerah ini. Saya selalu katakan dalam perbincangan 
di mana saja pada waktu terjadinya exodus itu, di Sulawesi Selatan insya Allah 
tidak akan terjadi bentrokan itu, karena penduduk di sini mayoritas Muslim. 
Bahkan pada pada zaman DI/TII di daerah ini ummat Kristen tidak diapa-apakan. 
Memang pernah terjadi perusakan gereja-gereja, tetapi itu bukan oleh truth 
claim dan salvation claim, melainkan oleh "semangat" missionaris kalau saya 
tidak salah ingat dari Saksi Jehova yang mempunyai semangat misionaris seperti 
Evangelis yang diceritakan oleh Majallah Time dan Harian The Telegraph di atas 
itu.

Teori Fathimah tentang truth claim dan salvation claim yang menjadi penyebab 
bentrokan, tidak mampu menjelaskan mengapa ummat Islam dan Kristen sebelum 
bentrokan, sebelum Orde Baru, bahkan sebelum Orde Lama ummat Islam dan Kristen 
hidup rukun dan damai? Saya tantang penggagas teori truth claim dan salvation 
claim dari kelompok Utan Kayu untuk menjawab pertanyaan itu.

***

Keberagaman (= pluralitas, bukan Pluralisme) yang menjadi kenyataan sebenarnya 
tidak memerlukan teori berkualitas "wishful thinking" ala John Harwood Hich, 
Ibnu Arabi, ataupun Fathimah cs dari Utan Kayu. Firman Allah: 
-- LKM DYNKM WLY DYN (S. ALKFRWN, 6), dibaca: lakum di-nukum waliya di-n, 
artinya: 
-- Untuk kamu agamamu, dan bagiku agamaku. 

Keberagaman sebagai suatu kenyataan harus disikapi dengan kesadaran dan 
kesepakatan dalam hal adanya perbedaan, bukan integrasi. Dalam bingkai 
kesadaran perbedaan yang tidak mungkin berintegrasi itu, mari kita hidup rukun 
dan damai terhadap pemeluk agama mana pun. Selama mereka berbuat baik kepada 
kita, kita balas dengan adil yaitu dengan kebaikan pula, ataupun kalau sanggup 
dengan ihsan, yaitu kita balas yang lebih baik. Selama mereka tidak mengusik / 
merusak agama dan memerangi kita, selama itu pula kita pantas menjaga 
perdamaian dan kebersamaan. Bahwa apa yang dilanser oleh Time dan The 
Telegraph, itu termasuk mengusik kita, kita hadapi dengan "asyidda-u" (tegas). 
Kebersamaan dalam membangun negeri ini, memberantas korupsi, memberantas 
narkoba, memberantas pelacuran yang nyata dan tersembunyi dan menanggulangi 
HIV/Aids. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 11 Januari 2004. 
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2004/01/609-pluralisme-teorikonsep-vs-lapangan.html


----- Original Message ----- 
From: "cak lis" <cak...@yahoo.com>
To: <arab-i...@yahoogroups.com>; <alamisl...@yahoogroups.com>; 
<cyberdak...@yahoogroups.com>; <daarut-tauh...@yahoogroups.com>; 
<flp-jep...@yahoogroups.com>; <fos...@yahoogroups.com>; 
<islam_libe...@yahoogroups.com>; <hidayatullah...@yahoogroups.com>; 
<milis-ka...@yahoogroups.com>; <muhammadiyah_soci...@yahoogroups.com>; 
<myqu...@yahoogroups.com>; <ppi_yorda...@yahoogroups.com>; 
<ppmi-pakis...@yahoogroups.com>; <syiar-is...@yahoogroups.com>; 
<wanita-muslimah@yahoogroups.com>; <comes_i...@yahoogroups.com>; 
<hidayatullahn...@yahoogroups.com>; 
<islamic_discussion_via_inter...@yahoogroups.com>; 
<nongkrong_bare...@yahoogroups.com>; <eramus...@yahoogroups.com>; 
<jurnalperemp...@yahoogroups.com>
Sent: Friday, March 19, 2010 22:48
Subject: [wanita-muslimah] Prof. Dr. M. Amien Rais: Pluralisme Kebablasan!


http://www.hidayatullah.com/wawancara/11104-prof-dr-m-amien-rais-pluralisme-kebablasan

Prof. Dr.  M. Amien Rais: Pluralisme Kebablasan! 
Friday, 19 March 2010 15:24 

Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus. Tidak ada 
gunanya shalat lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan

Hidayatullah.com-Pluralisme agama masih 
menjadi sesuatu yang menarik diperdebatkan. Pluralisme, yang berkaitan 
dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, lantas dipahami 
bahwa semua agama adalah sama. Pendapat ini kemudian ditolak oleh 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kalangan Islam lain. Tapi apa yang 
salah dengan Pluralisme Agama? "Karena agama jelas tidak sama. Kalau 
agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus," ujar Prof Dr Amien
 Rais.

Baca pikiran Pluralisme Agama oleh Amien Rais. Wawancara 
ini dikutip dari Majalah Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah
 Edisi Maret 2010.

Apa pendapat Anda mengenai aliran 
pluralisme?

Akhir-akhir ini saya melihat istilah 
pluralisme yang sesungguhnya indah dan anggun justru telah ditafsirkan 
secara kebablasan. Sesungguhnya toleransi dan kemajemukan telah 
diajarkan secara baku dalam Al-Quran. Memang Al-Quran mengatakan hanya 
agama Islam yang diakui di sisi Allah, namun koeksistensi atau hidup 
berdampingan secara damai antar-umat beragama juga sangat jelas 
diajarkan melalui ayat, lakum diinukum waliyadin" (Bagiku agamaku
 dan bagimu agamamu). Dalam istilah yang lebih teknis, wishfull 
coexistent among religions, atau hidup berdamai antarumat beragama 
di muka bumi.

Adakah yang keliru dari aliran pluralisme?

Nah,
 karena itu tidak ada yang salah kalau misalnya seorang Islam awam atau 
seorang tokoh Islam mengajak kita menghormati pluralisme. Karena tarikh 
Nabi sendiri itu juga penuh ajaran toleransi antarberagama. Malahan 
antar-umat beragama boleh melakukan kemitraan di dalam peperangan 
sekalipun. Banyak peristiwa di zaman Nabi ketika umat Nasrani bergabung 
dengan tentara Islam untuk menghalau musuh yang akan menyerang Madinah.

Jadi
 apa yang dibablaskan?

Saya prihatin ada usaha-usaha 
ingin membablaskan pluralisme yang bagus itu menjadi sebuah pendapat 
yang ekstrim, yaitu pada dasarnya mereka mengatakan agama itu sama saja.
 Mengapa sama saja? Karena tiap agama itu mencintai kebenaran. Dan tiap 
agama mendidik pemeluknya untuk memegang moral yang jelas dalam 
membedakan baik dan buruk. Saya kira kalau seorang muslim sudah 
mengatakan bahwa semua agama itu sama, maka tidak ada gunanya shalat 
lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan, pergi haji, dan sebagainya.

Karena
 agama jelas tidak sama. Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang 
harus dihapus. Nah, kalau sampai ajaran bahwa "semua agama sama saja" 
diterima oleh kalangan muda Islam; itu artinya, mereka tidak perlu lagi 
shalat, tidak perlu lagi memegang tuntunan syariat Islam. Kalau sampai 
mereka terbuai dan terhanyutkan oleh pendapat yang sangat berbahaya ini,
 akhirnya mereka bisa bergonta-ganti agama dengan mudah, seperti 
bergonta-ganti celana dalam atau kaos kaki.

Apakah 
kebablasan pluralisme karena faktor kesengajaan atau rekayasa?

Saya
 kira jelas sekali adanya think tank atau dapur-dapur pemikiran yang 
sangat tidak suka kepada agama Allah, kemudian membuat bualan yang 
kedengarannya enak di kuping: semua agama itu sama. Jika agama itu sama,
 lantas apa gunanya ada masjid, ada gereja, ada kelenteng, ada vihara, 
ada sinagog, dan lain sebagainya.

Yang dimaksud dengan 
think-tank ?

Saya yakin think tank itu ada di 
negara-negara maju yang punya dana berlebih, punya kemewahan untuk 
memikirkan bagaimana melakukan ghazwul fikri (perang intelektual 
terhadap dunia Islam). Misalnya, kepada dunia Islam ditawarkan paham lâ 
diniyah sekularisme yang menganggap agama tidak penting, termasuk di 
dalamnya pluralisme, yang kelihatannya indah, tapi ujung-ujungnya adalah
 ingin menipiskan akidah Islam supaya kemudian kaum muslim tidak 
mempunyai fokus lagi. Bayangkan kalau intelektual generasi muda Islam 
sudah tipis imannya, selangkah lagi akan menjadi manusia sekuler, bahkan
 tidak mustahil mereka menjadi pembenci agamanya sendiri.

Sepertinya
 aliran pluralisme itu sudah masuk ke kalangan muda Muhammadiyah, 
pendapat Anda?

Kalau sampai aliran pluralisme masuk ke 
kalangan muda Muhammadiyah, ini musibah yang perlu diratapi. Oleh karena
 itu, saya menganjurkan sebelum mereka membaca buku-buku profesor dari 
Amerika dan Eropa, bacalah Al-Quran terlebih dahulu. Saya sendiri yang 
sudah tua begini, 66 tahun, sebelum saya membaca buku-buku Barat, baca 
Al-Quran dulu. Karena orang yang sudah baca Al-Quran, dia akan sampai 
pada kesimpulan bahwa berbagai ideologi yang ditawarkan oleh manusia 
seperti mainan anak-anak yang tidak berbobot. Jika meminjam istilah 
Sayyid Quthb, seorang yang duduk di bawah perlindungan Al-Quran ibarat 
sedang duduk di bukit yang tinggi, kemudian melihat anak-anak sedang 
bermain-main dengan mainannya. Orang yang sudah paham Al-Quran akan bisa
 merasakan bahwa ideologi yang sifatnya man-made, buatan manusia,
 itu hanya lucu-lucuan saja. Hanya menghibur diri sesaat, untuk memenuhi
 kehausan intelektual ala kadarnya. Setelah itu bingung lagi.

Kenapa
 paham pluralisme itu bisa masuk ke kalangan muda Muhammadiyah? Apa 
karena Muhammadiyah terlalu terbuka atau karena tidak adanya sistem 
kaderisasi?

Hal ini perlu dipikirkan oleh pimpinan 
Muhammadiyah. Saya melihat, banyak kalangan muda Muhammadiyah yang sudah
 eksodus. Kadang-kadang masuk ke gerakan fundamentalisme, tapi juga 
tidak sedikit yang masuk Islam Liberal. Islam yang sudah melacurkan 
prinsipnya dengan berbagai nilai-nilai luar Islam. Hanya karena latah. 
Karena ingin mendapatkan ridho manusia, bukan ridho Ilahi. Oleh karena 
itu, lewat majalah Tabligh, saya ingin mengimbau kepada anak-anak saya, 
calon-calon intelektual Muhammadiyah, baik putra maupun putri, agar 
menjadikan Al-Quran sebagai rujukan baku . Saya pernah tinggal di Mesir 
selama satu tahun. Saya pernah diberitahu oleh doktor Muhammad Bahi, 
seorang intelektual Ikhwan, ketika saya bersilaturahmi ke rumah beliau, 
beliau mengatakan, "Hei kamu anak muda, kalau kamu kembali ke tanah 
airmu, kamu jangan merasa menjadi pejuang Muslim kalau kamu belum 
sanggup membaca Al-Quran satu juz satu hari." Waktu itu saya agak 
tersodok juga, tetapi setelah saya pikirkan, memang betul. Kalau 
Al-Quran sebagai wahyu ilahi yang betul-betul membawa kita kepada 
keselamatan dunia-akhirat, kita baca, kita hayati, kita implementasikan,
 kehidupan kita akan terang benderang. Tapi kalau pegangan kita pada 
Al-Quran itu setengah hati. Kemudian dikombinasikan dengan sekularisme, 
dengan pluralisme tanpa batas, dengan eksistensialisme, bahkan dengan 
hedonisme, maka kehidupan kita akan rusak. Sehingga betul seperti kata 
pendiri Muhammadiyah dalam sebuah ceramah beliau, "Ad-dâ'u 
musyârokatullâhi fii jabarûtih". Namanya penyakit sosial, politik, 
hukum, dan lain-lain, itu sejatinya bersumber kepada menyekutukan Allah 
dalam hal kekuasaannya. Obatnya bukan menambah penyakit, yakni dengan 
isme-isme yang kebablasan, tapi obatnya itu, "adwâ'uhâ tauhîddullâhi 
haqqa". Obatnya adalah tauhid dengan sungguh-sungguh. Jadi, saya 
juga ingat dengan kata-kata Mohammad Iqbal: "The sign of a kafir is 
that he is lost in the horizons. The sign of a Mukmin is that the 
horizons are lost in him." Saya pernah termenung beberapa hari 
setelah membaca pernyataan Mohammad Iqbal yang sangat tajam itu. Karena 
betapa seorang mukmin akan begitu jelas, begitu paham, begitu terang 
benderang memahami persoalan dunia. Sedangkan orang kafir, bingung dan 
tersesat.

Sepertinya Muhamadiyah mulai terseret arus 
pluralisme, contohnya pada saat peluncuran novel Si Anak Kampoeng. 
Penulisnya mengatakan, sebagian dari keuntungan penjualan akan digunakan
 untuk membentuk Gerakan Peduli Pluralisme, pandangan Anda?

Saya
 tidak akan mengomentari apa dan siapa. Cuma adik saya yang anggota PP 
Muhammadiyah, pernah memberikan sedikit kriteria atau ukuran yang sangat
 bagus. Dia bilang begini, "Kalau orang Muhammadiyah sudah tidak pernah 
bicara tauhid dan malah bicara hal-hal di luar tauhid, apalagi kesengsem
 dengan pluralisme, maka perlu melakukan koreksi diri." Apakah itu 
tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di 
kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak
 kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah? Muhammadiyah 
ini bisa bertahan sampai satu abad, tetap kuat, tidak pikun, dan masih 
segar, karena tauhidnya. Implementasi tauhidnya di bidang sosial, 
pendidikan, hukum, politik, itu yang menjadikan Muhammadiyah perkasa dan
 tidak terbawa arus. [www.hidayatullah.com]

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke