----- Original Message ----- 
From: "ma_suryawan" <ma_surya...@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, May 30, 2010 16:20
Subject: [wanita-muslimah] Re: Pakistan media condemns attack on Ahmedi sect + 
Ahmedis targeted in Lahore carnage +Terrorists have no religion, says Zardari

Tipikal seperti HMNA yang mempropagandakan dan menghalalkan ajaran bom bunuh 
diri
###########################################################################
HMNA:
Saya tidak pernah menulis ajaran bom bunuh diri, melainkan operasi berani mati 
dengan senjata BOM-SYAHID.
Adapun persoalan operasi berani mati sebenarnya sudah ada sejak zaman Ulama 
terdahulu, misalnya Ibnu Taimiyah dan Imam 4 mazhab. Dan operasi sejenis itu 
sudah terjadi di zaman Sahabat Radhiyallahu 'Anhum. Sedari dulu, belum ada dari 
kalangan Ulama Salaf yang menganggap operasi itu adalah sebagai operasi BUNUH 
DIRI. 

HUKUM ISTIMATA (OPERASI BERANI MATI TERHADAP MUSUH)
Oleh Abu Ibrahim Al-Mishri, terjemahan Rere Tambusai

Kebanyakan ahli ilmu membolehkan  operasi berani mati yang dilakukan seorang 
diri  untuk menerobos pasukan musuh atau meneroboskan dirinya dalam barisan 
musuh yang begitu besar sekalipun dia meyakini bahwa hal itu akan mengakibatkan 
kematian dirinya, demikian juga apabila telah nyata tujuan yang baik seperti 
untuk memotivasi keberanian kaum muslimin dan menimbulkan ketakutan yang 
menggentarkan pada pihak musuh dan pada saat yang sama akan mengakibatkan 
kerugian pada pihak musuh.

Berkata Ibnu Hajar : " Adapun masalah seseorang meneroboskan dirinya ke dalam 
pasukan musuh yang begitu banyak maka jumhur telah jelas menyatakan 
kebolehannya dengan tujuan untuk menaikkan moral kaum Muslimin dan pada 
keyakinan operasi tersebut akan menimbulkan ketakutan yang menggentarkan  pihak 
musuh ataupun adanya tujuan lain yang baik dan shahih serta membawa kebaikan 
bagi kaum Muslimin.  Tetapi apabila tujuannya itu murni demi kepentingan 
pribadi  apalagi membawa kelemahan bagi kaum Muslimin maka hal tersebut 
DILARANG " Lihat Fat-hul Baari 8/34.

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani , salah seorang murid Abu Hanifah berkomentar : 
" Tidak mengapa seseorang melakukan operasi ini terhadap musuh, sekalipun  dia 
berkeyakinan bahwa operasi ini akan menyebabkan kematiannya. Yang dengan 
operasinya itu akan menimbulkan kerusakan atau kekalahan pada pihak musuh 
seperti terbunuh atau terlukanya pasukan musuh. " Kemudian dia berkata: "Tetapi 
apabila dia mengetahui bahwa operasinya itu tidak membawa kerusakan bagi pihak 
musuh, maka hal tersebut TIDAK HALAL" Kemudian Asy-Syarkhasi berkata  dalam 
syarahnya dalam mengomentari pendapat Asy-Syaibani : " Maka syaratnya ialah 
membawa kerusakan yang nyata pada pihak musuh" Lihat syarah Ascariasis-Siirul 
Kabiir 1/63-64.

Imam Al-Qurtubi berkata mengutip dari sebagian Ahli Ilmu dalam masalah ini: " 
Sekalipun operator mengetahui dan meyakini bahwa dirinya akan mati tetapi 
dengan operasinya ini diduga kuat akan menimbulkan kerusakan dan kekalahan pada 
pihak musuh atau menimbulkan dampak positif bagi kaum Muslimin, maka hal ini 
adalah DIPERBOLEHKAN ", kemudian dia menggunakan dalil tentang riwayat Bara bin 
Malik ketika terjadi perang  Yamamah ketika mereka membuat benteng konsentrasi 
di sebuah kebun. Berkata Bara: "Letakkanlah aku di atas tameng ini, kemudian 
lemparkanlah aku ke arah pasukan mereka" Sahabat r.a kemudian memenuhi 
permintaannya dan ia seorang diri memerangi mereka sehingga terbukalah benteng 
pertahanan Banu Hanifah ( Waktu itu dikenal sebagai kaum murtadin). Kemudian 
Imam Qurtubi berkata : " Berkata Muhammad Bin Hasan : "Apabila seseorang 
meneroboskan dirinya ke dalam pasukan 1000 (seribu) kaum musyrikin dan ia 
opimis tentang keberhasilan operasinya itu atau kerugian pada pihak musuh, maka 
hal ini TIDAK MENGAPA" Sebaliknya jika tidak begitu, maka hukumnya adalah 
MAKRUH. Sebab operasinya itu tidak membawa manfaat bagi kaum Muslimin. Dan 
Apabila operasinya itu bertujuan meningkatkan mental kaum Muslimin atas musuh 
mereka sehingga kaum Muslimin yang lain melakukan hal yang sama (istimata), 
maka inipun DIPERBOLEHKAN. Dan jika tujuannya adalah untuk menimbulkan 
ketakutan terhadap Musuh dan untuk mendhahirkan inti dienul Islam, maka inipun 
diperbolehkan.

Dan apabila dalam operasi tersebut terdapat manfaat bagi kaum Muslimin sehingga 
dia berani meneroboskan dirinya demi meninggikan dienullah dan menghancurkan 
mental kaum kafirin, maka hal ini menempati posisi yang mulia, sebagaimana yang 
telah Allah abadikan dalam Al-Qur'an : "Sesungguhnya Allah telah membeli dari 
kaum mu'minin harta dan jiwa mereka dengan imbalan jannah (syurga)."  Lihat 
Al-Jami' Ahkamul Qur'an dalam tafsir surat An-Nisa ayat 195.

Oleh karena itu, TIDAK BENAR menyatakan operasi tersebut sebagai BUNUH DIRI 
atau menganggap sebagai pintu di antara pintu-pintu bunuh diri, atau juga 
menganggap sebagai " Membunuh diri tanpa hak", atau menganggap " Menjerumuskan 
diri dalam kebinasaan" sebagaimana anggapan orang-orang yang terkena waham.

Sungguh sahabat Nabi SAW telah membenarkan operasi seperti ini sebagaiman telah 
disebutkan terdahulu tentang operasi Bara bin Malik yang terjadi di zaman 
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, dan kisah ini sangat terkenal dalam 
kitab-kitab Assiiratu Wal Maghaazii (Siroh dan peperangan) ketika Bara bin 
Malik melemparkan dirinya dalam barisan musuh dan meyerbu seorang diri.

Diceritakan pula operasi semacam itu ketika terjadi peperangan melawan Romawi. 
Waktu itu sebagian manusia terkena waham (kekeliruan) dengan beranggapan bahwa 
menyerbu seorang diri dalam  bilangan musuh yang besar adalah termasuk 
menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Maka sahabat r.a membantah prasangka yang 
salah itu: " Waktu itu kami di Konstantinopel..dari kota itu keluarlah pasukan 
Romawi  dengan bilangan yang begitu besar. Kami menyusun barisan menghadapi 
mereka, tiba-tiba seseorang dari barisan kami menerobos seorang diri sehingga 
berhasil menembus pasukan romawi, kemudian ia kembali kepada kami. Saat itu 
manusia berteriak : Subhaanallah! Dia telah menjerumuskan dirinya ke dalam 
kebinasaan!. Melihat gelagat ini, Abu Ayub Al-Anshari berkata : "Wahai Manusia, 
sungguh kalian telah menta'wilkan ayat tidak pada tempatnya! Ayat ini 
sebenarnya turun kepada kami di saat Allah telah meninggikan dien-Nya dan telah 
memberikan banyak pertolongan kepada kami sehingga sesama kami berkata: 
"seandainya kita menengok harta kita dan memperbaikinya., maka turunlah ayat 
ini" . Lihat tafsir Ibnu Katsir 1/229.

Cara yang demikian beragam itu adalah bertujuan demi menimbulkan kerusakan dan  
ketakutan terhadap kaum kafir .

Di zaman sekarang ini di antara cara-cara yang cukup kita fahami ialah 
"menyerbu seorang diri ke posisi musuh, dimana tubuhnya telah dilengkapi dengan 
seperangkat explosive yang kemudian diledakkan sehingga dirinya dan musuh yang 
berada di sekitarnya terbunuh." Banyak pula hal sejenis yang dapat digolongkan 
sebagai operasi Fidaiyah. Dan para ulama tidak menyebutnya sebagai BUNUH DIRI.

Persoalan utama yang timbul sekarang ialah, di zaman dahulu operator istimata 
jika terbunuh, maka ia terbunuh oleh senjata lawan, bukan oleh senjatanya 
sendiri. Sedangkan sekarang, ia akan terbunuh oleh senjatanya sendiri. Apakah 
yang demikian ini akan mengakibatkan perbedaan hukum?

Syaikh Abu Abdulla Muhammad Nasir Al-Mishri (penulis buku ini) , berkata: " 
Yang benar ialah-Wallahu A'lam- bahwasanya hal tersebut tidak membawa dampak 
pada perbedaan hukum selagi tujuannya jelas dan baik, sebagaimana telah 
dituliskan oleh para Fuqaha dan Ahli agama yang beramal dengan ilmunya, yang 
mereka memiliki otoritas dalam masalah jihad (karena amalan mereka tentunya).

Demikian itu, karena seseorang yang membunuh dirinya hukumnya adalah HARAM jika 
timbul dari motivasi FRUSTRASI atau PUTUS ASA atau niat-niat buruk lainnya 
sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih Bukhori: " Dari Jundab bin Janadah 
radhiyallahu 'anhu. Berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Dulu,ada seorang lelaki 
yang mengalami luka dan dia putus asa dengan luka yang dideritanya, kemudian 
dia mengambil pisau dan mengeratkan pada tangannya sehingga darahnya tak 
berhenti mengalir sampai ia menemui ajalnya. Allah berfirman: "Hamba-Ku telah 
mengabaikan Aku dengan membunuh diri-Nya, diharamkan syurga baginya".

Demikian juga apabila perang itu kosong dari maksud syari'at sebagaimana 
diriwayatkan dalam Bukhari Muslim (Dari Abu Hurairah r.a : "Barang siapa terjun 
dari gunung kemudian membunuh dirinya maka dia dalam neraka jahannam, kekal 
selama-lamanya, dan barangsiapa meminum racun sedangkan racun itu di tangannya 
kemudian membunuh diri, maka dia tempatnya di neraka, kekal selama-lamanya. Dan 
barangsiapa membunuh dirinya dengan besi, dan besi itu di tangannya-yaitu 
menusukkannya-  ke perutnya sendiri, maka tempatnya adalah neraka jahannam, ia 
kekal di dalamnya, selama-lamanya".

Dan membunuh nyawa itu, sekalipun seekor binatang melata, pelakunya akan 
dikutuk  jika pembunuhan itu sama sekali tidak didasari oleh tujuan-tujuan dan 
maksud syari'at, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: " Allah melaknat 
seseorang yang membunuh binatang melata tanpa tujuan yang jelas".

Akan tetapi jika jelas tujuan dan maksud syar'atnya, dan dengan sebab-sebab 
yang shahih, maka hal seperti itu memiliki tempat dalam syari'at bahkan 
diperintahkan oleh Allah SWT. Allah telah memerintahkan sebagian kaum Muslimin 
untuk membunuh diri mereka sebagai pernyataan taubat mereka kepada Allah. 
Firman Allah : " Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya : "Wahai 
kaumku sesungguhnya kalian telah menzhalimi diri sendiri dengan menjadikan anak 
sapi sebagai sesembahan, maka BUNUHLAH DIRIMU sendiri, yang demikian itu adalah 
lebih baik bagi kalian di sisi Rabb kalian, maka DIA mengampuni kalian, 
sesungguhnya Dia Maha pemberi taubat dan Maha Penyayang " ( Al-Baqarah: 54).

Sekalipun hal ini merupakan syari'at bagi ummat sebelum kita dan hukumnya telah 
diangkat, akan tetapi pengangkatan hukum itu tidak berarti hukum tersebut 
bathil, bahkan ini adalah sebagai keringanan dari Allah dan rahmat. Ini 
menjelaskan kepada kita bahwa membunuh jiwa yang pada asalnya adalah haram, 
tetapi jika (dalam suatu kondisi) terdapat kepentingan dan maslahat dien, maka 
ini menjadi boleh. Firman Allah: " Sekiranya kami tetapkan atas mereka untuk : 
"BUNUHLAH DIRI KALIAN SENDIRI" atau KELUARLAH KALIAN dari negeri-negeri kalian, 
maka tidak ada yang mengerjakannya melainkan sedikit.." ( An-Nisa 66-68).

***

Saya sudah jawab tentang BOM-SYAHID. Nah, mengapa sampai sekarang MAS yang 
misionaris qadianisme belum menjawab bantahan saya ttg "Tafsir" Bashiruddin 
Mahmud Ahmad ??? 

Saya dapatkan dalam "Tafsir" Bashiruddin Mahmud Ahmad ("Khalifah"(*) ke-3 
Qadianisme), yang kitabnya itu ada dalam perpustakaan pribadi saya.
-- WALDzYN YUaWMNWN BMA ANZL ALYK WMA ANZL MN QBLK WBALAKhRt HM YWQNWN (S. 
ALBQRt, 2:4), dibaca: walladzi-na yu'minu-na bima- unzila ilaika wama- unzila 
min qablika wabil a-khirati hum yu-qinu-n, artinya: 
-- Dan orang-orang yang beriman kepada (Kitab) yang diturunkan kepada engkau 
(hai Muhammad) dan (Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau dan dengan 
(hari) akhirat mereka itu yakin.

Dalam "Tafsir" Bashiruddin Mahmud Ahmad (BMA) potongan ayat wabil a-khirati hum 
yu-qinu-n diterjemahkan:
-- and they have firm faith in what is yet to come (dan mereka yang teguh 
keyakinannya tentang apa yang akan datang). Ini ditafsirkannya sebagai "the 
message or revelation which is to follow" (risalah atau wahyu yang akan 
menyusul). Jadi jelas, Qadiyanisme memperalat ayat [2:4] sebagai pembenaran 
akan turunnya wahyu ataupun datangnya nabi membawa risalah setelah Nabi 
Muhammad SAW. 

Padahal kata ALAKhRt lawannya ALAWL, sedangkan kata ALAWL ini tidak didapatkan 
dalam ayat [2:4], melainkan QBL (qabla), yaitu dalam potongan ayat ANZL MN QBLK 
(diturunkan sebelum engkau). Adapun lawan kata QBL adalah B'AD (ba'da) = 
sesudah. Tidak ada kata B'AD dalam potongan ayat WBALAKhRt HM YWQNWN. Dengan 
demikian pemaknaan ALAKhRt = risalah atau wahyu yang akan menyusul oleh 
Qadiyanisme sangatlah diakal-akali, amat dipaksakan. 

BMA menyepelekan bahasa Al Quran. Dalam do'a "sejagat" yang diajarkan Allah 
kepada kita semua hambaNya: rabbana- a-tina- fid dunya- hasanataw wa fil 
a-khitari hasanatan, menunjukkan bahwa akhirat adalah lawannya dunia. Di mana 
ada termaktub kata dunya- dalam ayat-ayat sebelum "wabil a-khirati hum 
yuwqinuwn? Tidak ada. Yang ada termaktub adalah kata ming qablika. Seperti 
disebutkan di atas lawan QBL adalah B'AD. Jadi kalau yang dimaksudkan: the 
message or revelation which is to follow, maka redaksinya bukanlah "wabil 
a-khirati hum yuwqinuwn", melainkan "wa ma- unzila min ba'dika". (QBL dan B'AD 
kalau didahului min, dibaca ming qablu, mim ba'du. Jika diikuti dhamir dibaca 
min qablika, ming qablihi, mim ba'dika, mim ba'dihi). WaLlahu a'lamu bisshawab
---------------------
(*)
Ditaruh di antara dua tanda kutip, berhubung itu bukan khalifah sungguhan, 
karena khalifah sungguhan itu punya daerah kedaulatan. Seperti diketahui 
"khalifah" Qadianisme TIDAK punya daerah kedaulatan sendiri, melainkan cuma 
berlindung di bawah daulah United Kingdom.
#################################################################################




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke