Sepertinya yang dipermasalahkan bung Wikan adalah kesamaan 
antara PKI dengan HTI/FPI, yaitu semuanya ingin mengganti 
dasar negara NKRI dari Pancasila menjadi Komunis (untuk 
PKI), dan Islam (untuk FPI dan HTI). Lebih lagi HTI ingin 
menjadikan Indonesia sebagai bagian (jajahan?) dari negara 
Islam yang dipimpin seorang khalifah.
Tetapi jawaban pak HMNA ke arah yang lain.
KM

----Original Message----
From: mnur.abdurrah...@yahoo.co.id
Date: 05/07/2010 14:41 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subj: Re: Parta2i Politik yang Berdasar Marxisme <= Re: 
mesttinya ranggas <= Re: [wanita-muslimah] FPI Akan Bongkar 
Patung Naga di Kota

Wrote:
 "Wikan Danar Sunindyo" 
bagaimana dengan HTI yang nyata2 bertujuan mengganti NKRI 
dan
mengganti dasar negara Pancasila?
bukankah mereka nyata2 bermaksud makar terhadap pemerintah 
Indonesia yang sah?
##########################################################
HMNA:
Ente belum baca postingan saya? Baiklah, ini saya 
sampaikan sekali lagio

Catatan Jubir HTI: The Jakarta Post dan Bias Media (iasma)

Menurut para pakar komunikasi, apa yang iasma pada media 
massa cetak, atau yang kita lihat di media elektronik, 
sesungguhya adalah realitas tangan kedua (second-hand 
reality). Maksudnya, apa yang iasma atau kita lihat dan 
kita dengar itu bukanlah realitas sesungguhnya melainkan 
formulasi atas realitas yang ada, yang dihasilkan melalui 
proses-proses olah jurnalistik baik dalam penulisan, 
pengambilan gambar, editing, sorting (penyaringan) dan 
sebagainya. Semua itu tentu sangat bergantung pada person-
person yang melakukan tugas itu. Oleh karena itu, meski 
dalam teori pers harus bersikap netral, dalam kenyataannya 
pemberitaan media iasm selalu mengalami bias. 

Seberapa bias dan kemana pembiasan itu terjadi sangatlah 
dipengaruhi oleh iasma dan kepentingan dari media tersebut. 
Semakin besar ketidakselarasan iasma dan kepentingan media 
terhadap obyek pemberitaan, maka kemungkinan terjadinya 
bias akan semakin besar. Itu terjadi pada banyak media, di 
antaranya ias The Jakarta Post. Lihatlah bagaimana ias ini 
menulis soal syariah, Khilafah dan kegiatan gerakan Islam, 
termasuk Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Dalam kasus gugatan kelompok AKKBB terhadap UU Nomer 1 
PNPS Tahun 1965 misalnya, ias The Jakarta Post (TJP) pada 
tanggal 2 Februari 2010 memberitakan penolakan yang 
dilakukan oleh HTI dengan judul, "Militant Groups Ready to 
Defend Controversial Law. TJP menulis, "The Islamic 
Defenders Front (FPI) and Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) 
said they would defend the controversial blasphemy law(*), 
calling the move to scrap the 45-year-old  law as an 
attempt to "liberalize" and destroy Islam. The two radical 
groups have met with Religious Affairs Minister Suryadharma 
Ali to lend their support  to the government to fight 
against the plan of human rights groups to have the law 
reviewed by the Constitutional Court." 

Penggunaan istilah 'militant groups' atau 'radical groups' 
tentu sangat tendensius karena istilah ini memberikan 
konotasi yang buruk; seolah HTI adalah kelompok yang anti 
dialog dan cenderung pada kekerasan. Lagi pula yang menolak 
bukan hanya HTI. Banyak ormas Islam lain seperti NU dan 
Muhammadiyah yang juga menolak, tetapi tak terlalu 
ditonjolkan.

Bukan hanya menyebut HTI sebagai kelompok iasma atau 
kelompok radikal, TJP juga menyebarkan kabar insinuatif 
yang mengatakan bahwa HTI turut serta dalam pertemuan 
dengan Menteri Agama. Meski ias ini hanya mengutip kuasa 
ias kelompok AKB, Uli Parulian, tidak tampak usaha TJP 
untuk melakukan pengecekan kepada HTI. TJP pada 4 Februari 
2010 menulis: Uli Parulian Sihombing, a lawyer for the 
review petitioners, deplored the meeting between the 
religious minister and the militant groups. "A minister 
should not conduct such a meeting. The worst thing is, we 
are also informed that the meeting used state funds," he 
told the Post. 

Lebih keji lagi, TJP juga menulis kabar fitnah, bahwa demo 
AKKBB(**) pada Juni 2008 lalu diserang oleh anggota HTI: In 
2008, a pro-Ahmadiyah group called the National Alliance 
for the Freedom of Faith and Religion, was attacked by FPI 
and Hizbut Tahrir members, who strongly supported the 
government's move to ban Ahmadiyah. Padahal kenyataannya 
tidaklah demikian.

Untuk menambah kuatnya opini terhadap buruknya tindakan 
HTI dan berbagai ormas Islam yang menolak judicial review 
terhadap UU Nomer 1 PNPS Tahun 1965, TJP memuat sejumlah 
komentar dari Pembaca yang tentu saja kebanyakan 
mendukung kelompok AKKBB itu. Di antaranya: 

"Way to go, NGO! Crush the law (Hancurkan UU itu), it's so 
out-of-date (Itu UU kuno)." (Jeffrey, Jakarta).
"This is the problem when religious entities obtain 
political power (Inilah problem ketika kelompok agama 
mendapatkan kekuasaan politik." (Sheldon Archer, 
Probolinggo, East Java).
"This is a battle between an ultra-conservative theocratic 
dictatorship versus a liberal democracy which upholds human 
rights and freedom even for the minorities (Ini adalah 
pertempuran antara kediktatoran teokratik ultrakonservatif 
versus demokrasi liberal yang membela hak asasi manusia dan 
kebebasan terhadap minoritas)." 
++++
Bukan hanya soal judicial review, TJP juga sangat bias 
dalam pemberitaan mengenai Ahmadiyah. Dalam setiap tulisan 
dan pemberitaannya, tampak sekali pembelaannya terhadap 
Ahmadiyah. Di antaranya dengan memuat opini berjudul 
Comparing the Ahmadiyah and the Hizbut Tahrir yang ditulis 
Bramantyo Prijosusilo pada 16 April 2008. Bukan hanya 
membela Ahmadiyah, artikel ini sekaligus menohok HTI. 

Dalam tulisannya, Bram berusaha membandingkan antara 
Ahmadiyah dan HT. Bahwa Ahmadiyah, sebagaimana HT, juga 
menjadikan khalifah dalam kepemimpinannya. Bedanya, dalam 
Ahmadiyah, khalifah adalah kepemimpinan kelompok, sedangkan 
dalam HT, khalifah adalah kepala iasm dari sebuah iasm yang 
memiliki konstitusi tersendiri, kekuatan angkatan 
bersenjata dan batas-batas geografis.

Selanjutnya Bram menyatakan, tentu ada banyak perbedaan 
fundamental antara Ahmadiyah dan HT. Perbedaan utamanya 
adalah HT bertujuan untuk menegakkan Khilafah. Di mana saja 
HT selalu aktif menyatakan bahwa demokrasi adalah 
pandangan hidup Barat. Sangat jelas dalam website-nya, HT 
menampakkan kebencian terhadap Yahudi dan Barat yang 
digambarkan sebagai penjahat yang mengontrol dunia, yang 
hanya dapat dikalahkan melalui tegaknya Khilafah. 
Sebaliknya Ahmadiyah dalam websitenya memproklamirkan moto, 
"Love for All, Hatred for None" dan tidak bertujuan untuk 
meruntuhkan pemerintahan manapun dan bentuk pemerintah 
apapun. 

Menurut Bram, Ahmadiyah dan HT dilarang di sejumlah iasm 
dengan iasm yang berbeda. HT dilarang di banyak iasm Timur 
Tengah karena hendak menggulingkan pemerintahan. Di 
sejumlah iasm Uni Eropa, HT dilarang karena 
mengembangkan pandangan Anti Semit, dan beberapa teroris 
ditengarai mempunyai link dengan HT. Ahmadiyah dilarang di 
sejumlah iasm Islam karena mereka dinilai sebagai kelompok 
menyimpang dari Islam, khususnya pada keyakinan bahwa Mirza 
Ghulam Ahmad sebagai Mesiah yang dijanjikan. Di Indonesia, 
MUI meminta agar Ahmadiyah dilarang, dan sejumlah 
organisasi Islam telah menyerang dan menutup masjid 
Ahmadiyah. Sebaliknya, HTI justru menikmati dukungan dari 
beberapa menteri dan sejumlah organisasi Islam.

Kemudian Bram secara provokatif mengatakan, ada satu hal 
yang patut dipertanyakan, jika Ahmadiyah yang menyerukan 
cinta kepada semua dan tanpa kebencian kepada seorang pun, 
sementara HT menyerukan kebencian terhadap demokrasi dan 
menyerukan penghancuran terhadap iasm-negara yang ada, 
mengapa yang terjadi di Indonesia, orang lebih khawatir 
terhadap Ahmadiyah ketimbang kepada HT yang berideologi 
anti demokrasi? Mengapa pula ada menteri dalam iasm (SBY) 
yang mendukung iasma yang teokratik dan anti demokrasi 
dengan tujuan untuk menghancurkan iasm untuk 
menggantikannya dengan Khalifah. Bukankah ini sebuah sikap 
hipokrit?

Di bagian lain, Bram juga menuduh, dengan mengutip Ed 
Husain (yang pernah hanya beberapa saat ikut halqah bersama 
HT Britain), bahwa HT banyak menggunakan metode Lenin dan 
Trotsky. Mungkin karena pemikiran Lenin sudah puluhan tahun 
dilarang di sini, maka tidak seorang pun ias menunjukkan 
ada pengaruh Lenin dalam metode HT. Hanya karena HT 
mengemas ide Lenin dalam jargon Islam, tidak berarti 
Leninisme tidak ada. 

Baik Ahmadiyah maupun HT keduanya memang mengajak orang 
untuk mempercayai Islam yang menjadi versinya. Bedanya, 
Ahmadiyah lebih concern pada aspek spiritual, sedangkan HT 
pada aspek politik. Ahmadiyah akan bahagia melihat Republik 
Indonesia menjadi lebih damai dan sejahtera, sedangkan HT 
akan merasa senang bila berhasil menghancurkan Republik 
Indonesia dan menegakkan Khilafah. Jadi mana yang lebih 
berbahaya untuk iasm ini?
++++
Tulisan Bram itu jelas salah besar, sangat tendensius dan 
provokatif. Metode perjuangan HT murni dipetik dari metode 
dakwah Rasulullah saw. Tidak sedikitpun tercampuri metode 
di luar Islam, apalagi dari tokoh komunis seperti Lenin. 
Bagaimana pula ias menyimpulkan bahwa HT ingin 
menghancurkan Indonesia? HT, melalui penerapan syariah di 
bawah naungan Khilafah yang tengah diperjuangkannya itu, 
justru ingin menyelamatkan Indonesia. Justru sekularisme 
dengan Kapitalisme itulah yang sesungguhnya telah 
menghancurkan Indonesia sebagaimana tampak dewasa ini 
dengan maraknya berbagai persoalan tengah melanda negeri 
ini dalam seluruh aspek seperti kemiskinan, kerusakan 
moral, korupsi, ketidakadilan dan sebagainya. 

Tulisan ngawur seperti itu tidak akan mungkin muncul di 
ias yang banyak dibaca oleh para ekspatriat dan diplomat 
asing di Jakarta kecuali bahwa pengelola ias ini memang 
berideologi iasm dan anti ide-ide Islam yang dikembangkan 
oleh HT, serta bertujuan mengembangkan kebencian pada 
kelompok dan ide politik Islam. Di sinilah bias itu 
terjadi, dan akan terus terjadi, karena itu memang telah 
menjadi tugas suci mereka. 
Waspadalah! 
---------------------------------------------------------------------
(*)
Update
MK Tolak Permohonan Uji UU Penodaan Agama
Ketua Majelis Hakim Mahfud MD mengetuk palu sebagai tanda 
telah diputuskannya Pengujian UU Penodaan Agama, Senin 
(19/04) di ruang Sidang Pleno MK.

Jakarta, MK Online - Setelah melalui proses persidangan 
yang panjang akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan 
menolak permohononan uji materi UU 1/PNPS/1965 tentang 
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama), 
Senin (11/04), di ruang sidang pleno MK. Pembacaan putusan 
ini dibacakan oleh sembilan Majelis Hakim Konstitusi yang 
diketuai oleh Moh. Mahfud MD.
Perkara No.140/PUU-VII/2009 ini dimohonkan tujuh Pemohon 
badan hukum (organisasi non pemerintah), yakni Perkumpulan 
Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi 
Berkeadilan (IMPARSIAL), Lembaga Studi dan Advokasi 
Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum 
dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi Hak 
Asasi Manusia dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat 
Setara, Yayasan Desantara (Desantara Foundation), Yayasan 
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan tiga Pemohon 
perorangan, yakni, (Alm) K.H. Abdurahman Wahid, Prof. DR. 
Musdah Mulia, Prof. M. Dawam Rahardjo, dan KH. Maman Imanul 
Haq. (RN Bayu Aji)

(**)
Tentang demo AKKBB silakan baca artikel di bawah
 
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
831 AS Tak Pantas Ikut Campur Urusan FPI dan Klarifikasi

Fraksi-PKS Online: Kecaman Duta Besar AS terhadap insiden 
Monas mendapat reaksi dari anggota komisi III DPR RI Ma'mur 
Hasanuddin. Menurutnya AS tak pantas turut campur persoalan 
dalam negeri Indonesia. "AS tidak patut ikut campur dan 
turut mengecam FPI, karena mereka selalu diam menyaksikan 
pembantaian Israel terhadap anak-anak dan wanita Palestina. 
Dunia juga melihat bagaimana tangan AS berlumuran darah di 
Afgan dan Irak", kata Ma'mur usai rapat pleno Fraksi PKS di 
Senayan. Ma'mur juga mengingatkan agar AS tidak ikut 
memperkeruh opini terhadap apa yang terjadi di dalam negeri 
Indonesia. Menurutnya persoalan kekerasan yang terjadi 
harus dilihat secara proporsional, jangan hanya melihatnya 
secara sepihak. Dia juga menyayangkan sikap Presiden yang 
over acting dalam menyikapi kejadian di Monas, yaitu bicara 
keras tanpa mengumpulkan bukti-bukti terlebih dulu. 

Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan 
mengatakan, fenomena bentrokan antara Front Pembela Islam 
(FPI) dan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan 
Berkeyakinan (AKKBB) adalah efek dari "kekerasan simbolik" 
yang selama ini terjadi. Menurut Aswar antara FPI dan AKKBB 
adalah dua titik ektrem yang harus sama-sama dilihat secara 
fair dan jujur. Apa yang dilakukan FPI belum tentu 
sepenuhnya salah dan apa yang dilakukan AKKBB juga belum 
tentu sepenuhnya benar. Akar persoalan ini, menurut Aswar 
tak pernah dilihat secara adil dan fair. Terutama oleh 
media massa dan pemerintah.

"Secara hukum, kekerasan berupa serangan itu bisa 
disalahkan. Namun secara psikologis, apa yang dilakukan itu 
harus bisa kita pahami bersama. Agar 'kekerasan simbolik' 
segelintir kelompok tidak terjadi lagi, maka, negara harus 
segera turun tangan atas setiap tindakan pelecehan terhadap 
simbol-simbol agama yang diyakini mayoritas umat. Adalah 
tak adil jika media dan pemerintah hanya mengikuti pendapat 
seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) sementara 
mengabaikan pendapat jutaan orang. Mana suara NU dan 
Muhammadiyah? Mana suara ormas-ormas Islam yang lain, yang 
dalam hal ini sebagai representasi riil keberadaan umat?", 
demikian Aswar.

Karenanya, menurut Aswar, "semua pihak--terutama media 
massa--harus melihat persoalan secara adil dan fair. Sebab 
ketidak-adilan yang dibangun pers dalam kasus seperti ini, 
hanya akan melahirkan 'tirani minoritas' dan akan terus-
menerus berulang," ujarnya. Yang lebih berbahaya, menuurut 
Aswar, dibanding kekerasan fisik, kekerasan simbolik jauh 
lebih menyakitkan dan berimplikasi panjang. 

***

Karena mas media, baik elektronik maupun grafika dalam 
pemberitaannya berat sebelah kepada kelompok liberal, 
mengadu-domba NU vs FPI, bahkan dalam sebuah talk show 
telah merusak citra NU, yang seyogyanya anti terhadap 
Ahmadiyah, maka eloklah jika dikemukakan Firman Allah:
-- YAYHA ALDZYN AMNWA AN JAaKM FASQ BNBA FTBYNWA (S.
ALHJRAT, 49:6), dibaca: 
-- ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- in ja-kum fa-siqum binabain 
fatabayyanu- 
-- Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-
orang fasiq dengan berita, maka lakukanlah klarifikasi.

[http://www.detiknews.com/indexfr.php?] Ketua Umum PBNU 
Hasyim Muzadi menyatakan akan memberi sanksi pada oknum-
oknum NU yang mengadu-domba NU dengan FPI. Hasyim 
menyatakan pula bahwa NU tidak membela Ahmadiyah yang jelas-
jelas sesat sebagaimana yang dilakukan AKKBB. Hasyim juga 
menyinggung oknum-oknum NU pro Gus Dur dan Ulil seperti 
Lakspedam, GP Ansor, dan Garda Bangsa yang berpikiran 
Liberal sehingga dalam membela aliran sesat bahkan sampai-
sampai menyerang sesama Muslim. 

Apel Akbar AKKBB bukan untuk peringatan hari Pancasila, 
melankan pembelaan terhadap Ahmadiyah. Komisaris Besar Heru 
Winarko, menyesalkan apel tsb, karena pertama, sebelumnya, 
menurut Heru, pihak Polda telah menyarankan kepada AKKBB 
agar apel akbar tidak dilakukan pada hari 1 Juni tsb. Kedua 
karena AKKBB ngotot untuk tetap melakukan aksinya juga pada 
1 Juni itu, maka ditunjukkan untuk di Bundaran Hotel 
Indonesia saja, tahu-tahu mereka apel di Monas.  

Komandan Komando Laskar Islam (KLI), Munarman menegaskan 
bahwa apa yang terjadi di sekitar Monas pada Ahad (1/6) 
justru disebabkan karena provokasi yang dilakukan oleh para 
pendukung Ahmadiyah. "Kami memiliki bukti video bahwa di 
antara para pendukung Ahmadiyah yang tergabung dalam AKKBB 
ini ada yang membawa senjata api dan bahkan sempat 
diletuskan. Selain itu mereka juga menghina, menjelek-
jelekkan bahkan memaki-maki kami terlebih dulu," tegas 
Munarman dalam konferensi pers di markas FPI, Jakarta Senin 
(2/6). "Saya juga tegaskan bahwa itu bukanlah FPI, namun 
beberapa laskar ormas Islam yang tergabung di bawah KLI 
yang dikomandani saya sendiri," tegas Munarman.

Pernyataan senada dilontarkan juru bicara Hizbut Tahrir 
Indonesia (HTI) Ismail Yusanto. "Mereka mengumpat dan 
memaki-maki, mereka katakan Laskar Kafir, Laskar Syetan dan 
sebagainya. Ada bukti video yang memperlihatkan seorang 
peserta aksi berkaos putih dengan sebuah pita merah putih 
di lengan kirinya sempat mengeluarkan sebuah senjata api 
dan menembakkannya," kata Yusanto.

Saidiman, Korlap AKKBB, yang aktivis JIL Utan Kayu 
menyebut "Islam anjing!".  Lihat beritanya => http:
//hidayatullah.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=6944&Itemid=1

***

Lambatnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus Ahmadiyah 
menjadi pangkal konflik sosial yang terjadi. Kekerasan yang 
dilakukan oleh beberapa laskar ormas Islam yang tergabung 
di bawah KLI--jadi bukan FPI, yang berhari-hari menjadi 
bulan-bulanan mas media neolib--harus dilihat sebagai 
reaksi atas ketidak-tegasan pemerintah terhadap Ahmadiyah.

Ala kulli hal, Pemerintah dihimbau untuk segera mengambil 
keputusan tegas mengenai keberadaan aliran-aliran sesat 
agama di dalam agama di Indonesia seperti Ahmadiyah. Karena 
jika hal itu tidak dilakukan, maka konflik horisontal 
akibat reaksi atas tindak kekerasan non-fisik (simbolik), 
tidak mustahil akan berulang terus. WaLlahu a'lamu 
bisshawab.

*** Makassar, 8 Juni 2008
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2008/06/831-as-tak-pantas-
ikut-campur-urusan.html

----- Original Message ----- 
From: "Wikan Danar Sunindyo" <wikan.da...@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, July 05, 2010 14:45
Subject: Re: Parta2i Politik yang Berdasar Marxisme <= Re: 
mesttinya ranggas <= Re: [wanita-muslimah] FPI Akan Bongkar 
Patung Naga di Kota

bagaimana dengan HTI yang nyata2 bertujuan mengganti NKRI 
dan
mengganti dasar negara Pancasila?
bukankah mereka nyata2 bermaksud makar terhadap pemerintah 
Indonesia yang sah?

salam,
--
Wikan

2010/7/5 H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.
id>






----- Original Message ----- 
From: <al...@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, July 05, 2010 21:28
Subject: Re: mesttinya ranggas <= Re: [wanita-muslimah] 
FPI Akan Bongkar Patung Naga di Kota

Jadi kesimpulannya HMNA ulama makar yang mendukung 
teroris? Kapan ditertibkan ulama kayak gini?

Salam
Mia

[Non-text portions of this message have been removed]




Kirim email ke