itulah kalau fatwa hanya merujuk referensi zaman jebot, tidak berani out of the box thinking, ya mungkin maunya para mufti itu umat islam disuruh mundur ke zaman jebot itu. Padahal kalau menilik riwayat Imam Syafi'i gak susah-susah amat mengimplementasikan ajaran islam, makanya ketika tinggal di Irak fatwa yang dihasilkan imam Syafi'i berbeda dengan saat menyikapi penduduk Mesir beliau menyebutnya sebagai fatwal jadiid, sementara yang di irak disebut fatwal qadiim. Tetapi tidak selalu fatwa jadiid (baru) mengalahkan atau mendelete fatwal qadiim (lama). Keduanya sifatnya komplementatif tergantung kasusnya.
Fatwa kopi luwak misalnya, MUI memfatwakan halal dengan syarat harus dicuci dulu (tanpa dijelaskan teknik mencucinya seperti apa, semoga tidak perlu dicuci dengan detergen terus disetrika). Kalau tidak salah fatwa seperti ini merujuk pada pendapat imam Syafi'i, padahal kalau menurut imam malik, musang itu binatang halal, boleh dimakan, maka beliau menghalalkan kopi luwak tanpa harus dicuci. Nah ada baiknya MUI itu dalam mengeluarkan fatwa merujuk berbagai madzhab yang ada kalau perlu mengupdate madzhab baru, tetapi jangan paka madzhab al ngawuriyah ala Abdul latif lho, karena umat islam tidak harus selalu fanatik pada madzhab tertentu. Ya, begitulah apakah MUI itu menampilkan diri sebagai lembaga yang risk taker atau safe player, mbak mia yang ahli menganalisisnya. :) Wassalam Abdul Mu'iz --- Pada Kam, 5/8/10, F e r o n a <cakefe...@gmail.com> menulis: Dari: F e r o n a <cakefe...@gmail.com> Judul: Re: [wanita-muslimah] Mati ketawa ala fatwa Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 5 Agustus, 2010, 7:47 AM On 8/5/2010 7:00 AM, al...@yahoo.com wrote: > > > Ada buku "mati ketawa ala fatwa" kah? Sepertinya ide lucu juga ya. Jadi > jangan dibahas terlalu serius, lucu2an saja membahas MUI dari berbagai > daerah mengeluarkan fatwa masing2. > Kata temen ada fatwa ojeg haram karena memungkinkan laki2 dan perempuan, > ini beneran ada kah? Apa bener ada fatwa "haram anti rokok" vs "haram > rokok". Sebelumnya ada fatwa haram bonding kecuali untuk senengin swami. > Fatwa mui mestinya memang jangan terlalu diseriusin, dalam arti mereka > kan orang biasa yg berpendapat,bisa lucu, konyol, ada yang bagus juga, > misalnya sekilas saya baca ada fatwa anti korupsi. > Salam > Mia Saya juga diberitahu ada fatwa laki2 dan perempuan bukan muhrim dilarang boncengan naik motor. Yang disambut pertanyaan: Lhaa gimana dong dengan tukang ojek? Kasihan teman sy yg demi ngirit waktu, nyarter ojek utk berangkat kerja. Nanti juga ada fatwa dilarang berduaan naik mobil yg bukan muhrim, ini jelas bikin repot saya yg kadang2 mesti naik taksi ... Kalo semua perempuan punya uang dan hidup sejahtera, gak akan ada yang mau naik ojeg laaa... Kalo naik taksi masih mungkin, karena walo punya mobil sendiri, kadang2 milih naik taksi karena macet, males nyetir dan males cari parkir. Kenyataannya kan gak semua perempuan hidupnya sejahtera dan punya banyak uang? Itu solusinya gimana donk? Hidup sudah susah, yg berwenang ngasi fatwa mbok ya jangan nambah2 kesusahan lagi tho... -- Salam Manis, F e r o n a http://www.cakefever.com [Non-text portions of this message have been removed]