Senin, 07/09/2009 05:51 WIB
Tradisi Buka Puasa Orang Maroko
Nasrulloh Afandi - 




Marrakesh -Di Maroko, negara Islam bermadzhab Maliki, di negara bagian Afrika 
Utara berkulit putih, saat malam hari Ramadan, jamuan makan terbagi menjadi 
empat 'tahap.' Ini menjadi tradisi di setiap keluarga. 

Tidak hanya santapan berbuka dan sahur saja sebagaimana lazimnya di Indonesia. 
Namun, ada santapan makan malam yang dilaksanakan antara (selepas) berbuka 
puasa dan (sebelum)sahur. Unik. 

Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke atas, tapi 
juga hampir berlaku bagi semua lapisan masyarakat Maroko dengan menu yang tidak 
jauh berbeda.

Demikian dilaporkankan H Nasrulloh Afandi, LC mahasiswa asal Jawa Barat yang 
sedang merampungkan tesisnya di jurusan Fiqh Kontemporer, pascasarjana 
universitas Qodi Iyadh , salah satu Universitas kenamaan di Maroko.

Tahap Pendahuluan: Membatalkan Puasa

Di Maroko hanya sebagian kecil saja masjid yang menyediakan futur(buka) kepada 
para jamaahnya. Tidak seperti marak terdapat di masjid-masjid negara bagian 
Teluk seperti Saudi, Qatar , Kuwait dan negara-negara gudang minyak lainnya itu.

Sebagai 'pendahuluan' di rumah masing-masing, ketika adzan Maghrib berkumadang, 
Muslimin Maroko buru-buru menelan beberapa butir kurma dan menengguk air putih 
secukupnya, hanya sekedar untuk membatalkan puasa.

Kemudian mereka pun bergegas ke Masjid untuk menjalankan ibadah salat maghrib 
secara berjamaah.

Bahkan banyak pula yang beberapa menit menjelang adzan Maghrib mereka sudah 
berada di Masjid untuk menunggu Maghrib tiba, dan membawa 'bekal' beberapa 
butir kurma dan sebotol air putih.

Tahap Kedua: Makan Yang Dianggap Berbuka Puasa  

Selepas shalat Magrib itu, mereka buru-buru bergegas kembali ke rumah untuk 
menikmati hidangan khas Maroko. Selain kurma, dalam  'tahap kedua' ini, menu 
wajibnya bagi orang Maroko adalah terdiri dari :Subaikiyahc(manisan khas Maroko 
yang terbuat dari tepung dengan campuran gula), atau juga manisan sejenis, yang 
menurut lidah orang Indonesia sangat kuat manisnya.

Roti kering makanan pokok Maroko pun turut dihidangkan dalam tahap kedua ini, 
berikut mentega atau madu atau sejenisnya sebagai pasangannya.

Termasuk malwe, makanan khas Maroko yang terbuat dari terigu bentuknya agak 
sedikit mirip dengan martabak (di Indonesia). dilengkapi pula dengan beberapa 
butir telur rebus sesuai porsi masing-masing.

Sedangkan menu wajib adalah khariroh (sop khas Maroko) yang terbuat dari kacang 
khumus, bawang, tomat, telur, dan aneka rempah-rempah, kadang juga dicampur 
sedikit daging -- disesuaikan selera--, dan lain-lain.

Bisa dipastikan, tidak ada orang Maroko dalam berbuka puasa yang melewatkan  
sop bernama khariroh ini.

Bahkan saking dibanggakannya khariroh ini oleh orang-orang Maroko, sehingga 
dianggap sebagai menu istimewa dan khas di hotel-hotel dan restoran mewah 
sekali pun. Termasuk banyak dijual di warung-warung  khariroh dalam kemasan 
instant, mudah saji.

Tak ketinggalan teh yang dicampur daun na'na, dan juice buah, juga khalib 
(susu) dan kadang kopi susu (sesuai selera).

"Menu tersebut, bagi porsi perut orang Indonesia, adalah sudah melebihi 
kapasitas," demikian ungkap Vika Rifqoh Khasanah mahasiswi studi Islam asal 
Jawa Tengah yang sering diundang berbuka puasa ke rumah teman-teman seangkatan 
kuliahnya di Univertias Qodi Iyadh Maroko itu.

Nah, di tahap jamuan kedua ini, orang Maroko barulah menyebutnya dengan: 
"Berbuka puasa". Ini sesuai dengan pengakuan Ustadz Abdul Aziz, imam masjid 
terletak tidak jauh dari asrama kampus universitas Qodi Iyadh, Marrakesh. 

Cukupkah 'menu jamuan' tahap kedua tersebut di atas? Tentu saja belum. Masih 
ada 'segudang' menu lainnya.

Tahap Ketiga: Makan Malam Ramadan

Tarawih di Maroko dijadikan dua putaran, 10 rakaat habis jamaah salat isya,  
dan tarawih putaran kedua satu jam, menjelang adzan Subuh . Tarawih putaran 
pertama selesai pada pukul 21.30

Satu jam selepas tarawih putaran pertama itu, antara pukul 22.00 -23.30, mereka 
kembali ke meja makan yang umumnya bersama keluarga masing-masing di rumah. Dan 
memang tradisi orang Maroko - di luar Ramadan pun - adalah makan selalu bareng 
bersama keluarga.

Orang Maroko pun tak kenal istilah 'Buka puasa bersama,' entah di kantor-kantor 
atau di instansi tertentu dengan rekan kerja seperti marak di Indonesia itu.

"Sedikit sekali orang Maroko yang makan di luar rumah saat berbuka puasa," 
demikian kata Abdel Elah, pemilik restoran di jantung kota Gueliz, propinsi 
Marrakes, Maroko. Otomatis banyak restoran yang omsetnya menurun di bulan 
Ramadan ini. 

Di tahap ketiga ini, mereka menamainya dengan 'makan malam', tentu saja dengan 
menu yang berat-berat sebagaimana layaknya hidangan makan malam atau makan 
siang di luar bulan Ramadan.

Salad dari aneka sayur-mayur, adalah menu yang dijadikan sebagai pembuka tahap 
makan malam ini.

Menu khas dalam makan malan ini adalah Tajin, ada yang terdiri dari daging sapi 
atau ayam, bahkan ada pula yang daging unta bagi orang-orang tertentu, sebagai 
pasangan dari roti kering makanan pokok Maroko. Yang unik adalah, Tajin ini 
dimasak dan dihidangkan pada alat khusus yang terbuat dari tanah dan tutupnya 
mengkrucut.

Bahkan di antara tradisi makan orang Maroko adalah, dari menu yang tersedia di 
dapur, tidak serta-merta dikeluarkan bersamaan, tapi secara bertahap. Biasanya 
berdasarkan jumlah taplak meja makan yang dipakai. Jika  taplak meja itu 
berlapis empat misalnya, dapat dipastikan empat macam menu yang tersedia dan 
akan dihidangkan.

Semisal pertama yang dikeluarkan adalah masakan ayam, setelah itu baru 
mengeluarkan daging sapi dan seterusnya. Karena setelah melahap satu jenis 
menu, maka sisanya akan diambil kembali masuk ke dalam (dapur) bersamaan dengan 
taplak meja yang letaknya paling atas, dan diletakkan menu makan selajutnya.

Begitu seterusnya sampai taplak meja itu tinggal satu, maka tinggal buah-buahan 
(dan) yang diletakkan sebagai penutup jamuan itu.

Untuk mengetahui jumlah taplak meja yang dipasang pada sebuah meja makan orang 
Maroko, selain warna yang berbeda-beda, juga biasanya ukuran taplak yang 
terletak paling atas adalah agak kecil dibanding dengan taplak yang di 
bawahnya, begitu seterusnya. Jadi yang paling bawah paling lebar, sehingga 
kelihatanlah berapa jumlah taplak yang dipasang di meja makan tersebut.

Juga masing-masing taplak dipasang secara bersilang. Sehingga setiap sudut 
taplak kelihatan. Jadi jelas jumlah taplak yang dipasang pada meja makan di 
depannya.

Cara menghidangkan semacam ini, hampir berlaku bagi semua keluarga Maroko, baik 
di dalam maupun di luar bulan Ramadan. Utamanya sangat diberlakukan pada acara 
undangan makan pada acara tertentu seperti pesta pernikahan dan sejenisnya.

Apalagi di bulan Ramadan ini, tak jauh beda dengan di Indonesia , orang-orang 
mengutamakan menu makanan istimewa. Sehingga di Maroko pun harga sembako naik 
saat-saat bulan Ramadan. 

Di sisi lain, dalam kebiasaan sehari-hari bagi orang Maroko, daging sapi, ayam, 
dan susu adalah bukan lagi dianggap makanan mewah, bagi keluarga kelas menengah 
ke bawah sekalipun.

Adapun penutup "tahap" ketiga ini, adalah minum teh yang disajikan dengan cara 
khas Maroko, yang tak ketinggalan dicampur daun na'na dengan rasa menthol itu. 
Karena mayoritas orang Maroko termasuk pecandu berat minum teh, tak terkecuali 
komunitas ibu-ibu sekalipun.

Sedangkan kus kus, makanan khas Maroko yang terdiri dari gandum dan sayur 
mayor, daging kambing atau daging sapi atau ayam itu, adalah menu (tradisional) 
wajib bagi setiap keluarga pada setiap hari Jumat di luar Ramadan.

Tahap Keempat: Sahur Ala Orang Maroko

Sahur, bagi orang Maroko, dianggap kurang begitu penting. Kita pun bisa 
membayangkan, mulai selepas salat Magrib, aneka makanan dilahapnya. Tentu saja 
membuat perut masih kian kenyang.

Karenanya, bagi orang Maroko, sahur umumnya mereka lakukan pada pukul 3.00, 
sebelum mereka bergegas ke masjid untuk melaksanakan salat tarawih putaran 
kedua sebagaimana dikatakan di atas tadi.

Sahur bagi mereka sekadar untuk melaksanakan ibadah sunnah (sahur). Cukup 
dengan meminum beberapa gelas susu, air putih, dan makanan ringan dari kue-kue 
kering khas Ramadan Maroko - yang biasanya hanya banyak dijual saat bulan 
Ramadhan saja-.

Bahkan banyak sekali orang Maroko yang sering melewatkan makan sahur begitu 
saja karena masih kekenyangan.
(asy/asy)

<<hariroh.JPG>>

Kirim email ke