Pada ujung diskusi di milis ini pasti mengarah pada
kata Islam, Islam dan Islam.
Tapi, terus terang saja, makin hari kata Islam itu
semakin buram. Sudah terlalu buanyaaak orang
mengatasnamakan Islam. Namun makna yang terjadi
hanyalah perdebatan belaka, bahkan tak jarang berakhir
pada pertikaian.
Lalu, Islam seperti apa yang dimaksud dalam
revitalisasi jati diri ini???
Islam bersabar dan tersenyum gaya Aa Gym,
Islam menangis gaya jefri
Islam pondok pesantren
Islam liberal
Islam militan
Islam fanatik
atau islam, islam, islam...
Dari semua perdebatan ini, malah saya semakin bingung
dengan kata islam itu sendiri... 
Padahal tanpa disebut dan dijadikan alasan, islam itu
sendiri sudah menjadi nafas kebaikan dari kita semua.

Semoga, islam, islam, islam disini bisa bersatu tanpa
perlu berteriak, gua yang paling islam. 

..!.. Semangat Pelawan

--- SP Saprudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Terima kasih Mang Pedje atas segala koreksi dan
> kritikannya. saya coba untuk meluruskan maksud yang
> tersirat dalam hati saya apa yang dimaksud dengan
> "gotong royong yang sudah luntur dari masyarakat".
> Yang saya maksud adalah jalinan sosial, rasa
> kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan yang akrab
> ditengah masyarakat sudah kelihatan pudar. Tidak
> dapat dipungkiri kalangan masyarakat yang tingkat
> kesejahteraannya tinggi dimana segala keperluan
> hidupnya dapat terpenuhi dengan baik. Namun kalangan
> masyarakat ini hanya mementingkan dirinya sendiri
> dan tidak mau tahu dengan jeritan atau tangisan
> orang-orang yang tidak mampu (bukankan ini fakta
> realita yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat.
> dan sikap individualistis yang demikian itulah yang
> saya maksud).
>   Globalisasi adalah keniscayaan, tak bisa dibendung
> kata mang Pedje.
>   Ya betul apa yg Mang Pedje utarakan. Kondisi
> demikian yang harus diciptakan oleh kita khususnya
> ummat Islam untuk menghadapi badai globalisasi, yang
> menurut saya mengancam eksistensi keyakinan dan
> kebenaran adalah :
>   1). Ummat Islam tidak dapat menutup tangan atas
> derasnya globalisasi baik perkembangan ilmu
> pengetahuan, teknologi, komunikasi serta sosial
> budaya dengan berusaha studi komperatis atas
> khasanah ilmu khas keislaman.
>   2). Pada pranata sarana, Umma Islam harus berbenah
> diri dengan berusaha dapat menciptakan proteksi
> sarana software maupun hardware komunikasi dan
> informasi yang mengkondisikan masyarakat.
>   3). Menggugah peradaban Umat Islam dari kebodohan
> dan lemahnya etos kerja.
>   4). Membangun network komunikasi dan usaha disemua
> lini.
>    
>   Pada tataran pemikiran yang menjadi PR adalah
> persoalan ini adalah langkah taktis dan strategi
> yang dibangun ummat Islam terasa rapuh. Sebab nilai
> perjuangan Islam masih berkisar pada masalah ibadah
> belum melangkah secara makro yaitu menyatukan
> langkah antara ibadah, muamalah ang merupakan
> jaringan perjuangan yang terintegrasi dengan
> pemahaman aqidah dan syariah. Insya Allah semua
> kembali kepada komitmen ummat Islam itu sendiri.
>   Gombalisasi siapa takut !!!
>    
>    
>   
> Pedje <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>   Kang Yayat dan Kang Udin, sebaiknya kalau
> membicarakan
> konsep-konsep dan pemikiran disertai dengan
> contoh-contoh agar tulisannya dapat mudah dicerna
> dan
> kesimpulan-kesimpulannya tak terkesan gebyah
> uyah--yang malah bisa memancing orang untuk tertawa.
> Coba lihat pernyataan "sudah lunturnya sikap gotong
> royong, musyawarah dan mupakat ditengah kehidupan
> masyarakat dewasa ini, akibat dari gejala
> globalisasi". Apa benar begitu? Mana buktinya?
> Bukankah sikap gotong-royong masih sangat jelas
> terlihat dan kadang malah terasa semakin destruktif,
> seperti maraknya fenomena gerombolan dari front ini,
> kesatuan itu, forum A, lembaga B, serta semakin
> brutalnya aksi tawuran, bahkan sampai ke gedung
> parlemen; dan juga maraknya fenomena korupsi massal?
> 
> Globalisasi adalah keniscayaan, tak bisa dibendung.
> Persoalannya, siapkah kita? Tentu saja kita tak akan
> siap kalau kita lebih suka memaki daripada
> memperbaiki, lebih suka "membuat peraturan" untuk
> orang lain daripada untuk diri sendiri, lebih suka
> memanjakan diri menjadi "orang yang tak berdaya",
> lebih suka bicara ngawur ketimbang berpikir untuk
> menjadi bagian dari solusi. Kalau kita memang tak
> sanggup untuk ikut memecahkan masalah yang ada di
> dalam masyarakat, sikap untuk tidak ikut menjadi
> bagian dari masalah itu saja merupakan hal yang
> patut
> dipuji.  
> 
> "Penetrasi akibat dari arus globalisasi membawa
> dampak
> kepada gaya hidup yang individualistis. Bukan hanya
> segi ekonomi, tetapi lebih jauh adalah kepada
> tatanan
> budaya luhur bangsa ikut tergilas," kata Kang Udin. 
> 
> Ah, Kang Udin, tak selamanya individualistis itu
> buruk. Justru sikap ini dapat menjadikan orang
> sebagai
> pribadi yang bertanggung jawab. Orang seperti ini
> tak
> akan berlindung di balik jubah gerombolan atau
> institusi ketika ada tuntutan untuk
> mempertanggungjawabkan pekerjaan atau tindakannya,
> seperti banyak dilakukan oleh yang punya semangat
> tinggi untuk bergotong royong. Btw, tatanan budaya
> luhur bangsa ini yang seperti apa, sih?
> 
> Saya setuju agar kita kembali menengok kembali jati
> diri bangsa ini, untuk memperkuat kembali ikatan
> kita
> pada masa lalu guna membuat strategi yang lebih jitu
> dalam menghadapi masa depan. Tapi, sebenarnya,
> kenalkah kita dengan identitas bangsa ini?
> Jangan-jangan begitu menengok masa lalu, kita justru
> tak ingin mengenali lagi karena gambaran yang
> diharapkan tak sesuai dengan keinginan kita.
> Tengoklah
> album foto dalam keluarga kita yang dibuat tahun
> 1930-an, 1940-an, 1950-an, 1960-an, 1970-an. Adakah
> Kang Yayat dan Kang Udin melihat gambar perempuan
> berjilbab di sana, yang bergamis, misalnya? Bukankah
> kebanyakan dari mereka hanya sekadar berkerudung dan
> berkebaya, yang bersahaja? 
> 
> "Dari sekian banyak persoalan yang ada, setidaknya
> ada
> tiga permasalahan yang menonjol yang mengancam jati
> diri dan kesatuan bangsa. Pertama, infiltrasi
> budaya.
> Semakin mudah masyarakat memperoleh informasi, maka
> pengaruh budaya luar akan langsung tereduksi dalam
> kehidupan sosial masyarakat. Yang paling parah kalau
> budaya tersebut menjadi trend dan gaya hidup
> masyarakat kita hingga menjadi kontra produktif
> karena
> budaya asli kita terisolasi oleh budaya asing.
> Fenomena kehidupan bebas di kalangan remaja, narkoba
> dan kejahatan kemanusiaan lainnya merupakan dampak
> merambahnya budaya asing masuk dalam tatanan
> kehidupan
> masyarakat kita.   
>     "Kedua, polarisasi ideologi. Ideologi merupakan
> jati diri atau karakter suatu bangsa. Ideologi
> memberi
> karakter dan pengaruh bagi bangsa dalam pergaulan
> dunia internasional. Ketika transfer informasi
> semakin
> mudah, ditunjang dengan gencarnya pemberitaan media
> massa, baik elektronik maupun cetak, maka faham atau
> ideologi asing akan dengan mudah masuk dalam
> kehidupan
> bangsa kita. Masuknya ideologi asing, secara tidak
> langsung akan mengubah tatanan kehidupan dan sistem
> berpikir masyarakat," kata Kang Yayat.
> 
> Kang Yayat, kita kok gemar menuding orang lain atas
> kesalahan yang kita perbuat, ya? Masa sih "Fenomena
> kehidupan bebas di kalangan remaja, narkoba dan
> kejahatan kemanusiaan lainnya merupakan dampak
> merambahnya budaya asing masuk dalam tatanan
> kehidupan
> masyarakat kita"? Apakah bukan karena kesalahan para
> orang tuanya dan para pendidiknya? Lagi pula, budaya
> asing yang mana yang dimaksud Kang Yayat? Barat
> (Eropa
> dan Amerika Serikat), Arab, India, Cina, Afrika?
> Bukan
> tak mungkin lama-lama Kang Yayat akan menyalahkan
> Tuhan yang telah menciptakan manusia bersuku-suku,
> berbangsa-bangsa, dengan beragam budayanya. 
> 
> Kang Yayat, adakah budaya yang benar-benar asli,
> yang
> murni? Bukankah budaya adalah proyeksi pemikiran,
> sikap, dan tindakan manusia, yang punya sejarah
> panjang dan melintasi batas-batas geografis dalam
> aliran darahnya?  
> 
>    "Berbagai bentuk pemikiran saat ini telah
> berkembang
> sedemikian rupa, sehingga mewarnai sistem kehidupan
> bangsa, mulai dari penganut paham konservatif,
> sosialisme, marxisme hingga radikalisme, berbaur
> menjadi satu dalam kehidupan masyarakat. Kebebasan
> berpikir tidak menjadi tabu dan haram, akan tetapi
> ketika kebebasan tersebut sudah melampaui
> batas-batas
> logika dan bisa merusak kehidupan sosial
> kemasyarakatan, maka hal ini menjadi haram," tulis
> Kang Yayat.
> 
> Kang Yayat, kebebasan berpikir seperti apa sih yang
> melampaui batas-batas logika, sehingga Anda
> haramkan?
> Logika apa? Bukankah logika ilmu pesawat terbang
> justru menerobos logika hukum gravitasi? 
> 
> Bukankah ketika Muhammad menyerukan bahwa Tuhan
> hanya
> satu justru menimbulkan keguncangan dalam
> masyarakatnya yang ketika itu menyembah berhala?
> Begitu pula ketika beliau menyatakan telah melakukan
> perjalanan dari Makkah ke Palestina dan kemudian ke
> langit hanya dalam semalam, masyarakat Makkah
> menjadi
> guncang dan banyak orang Islam yang murtad? 
> 
=== message truncated ===



Tetap Semangat Mencintai Banten! 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wongbanten/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to