Waduh bersambung, terusin dong kang. Biar kita bisa
telanjang ria. Kok bersambung (jadi kayak sinetron).

Anyway, thnx. ditunggu sambungannya. 

mutiara tetap mutiara, walaupun ada dalam lumpur

--- SP Saprudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> From: "TanMalaka Merahputih"
> <[EMAIL PROTECTED]> 
> To: [EMAIL PROTECTED] 
> Subject: tan1 
> Date: Mon, 01 Dec 1997 09:52:55 PST 
> 
> TAN MALAKA ; PEJUANG REVOLUSIONER YANG KESEPIAN (1) 
> 
> Suasana politik, di situ termasuk sikap yang diambil
> serta tingkah laku 
> yang diperlihatkan oleh mereka yang berkuasa, sering
> memberi kerumitan 
> yang luar biasa dalam mendudukan seorang tokoh,
> (apalagi kalau dia 
> kontroversial) secara wajar, objektif dan jujur. 
> 
> Kecendrungan dari sebagian penting anggota
> masyarakat untuk berperangai 
> ekstri, meyangjung tokoh yang disenangi secara
> berlebihan sampai kadang 
> seolah-olah, mendewakannya dan sebaliknya
> memperlakukan secara buruk 
> atau dengki sekali tokoh yang dimusuhi, tambah
> mempersulit lagi usaha 
> buat mencari apalagi menegakkan sesuatu secara
> objektif benar. 
> 
> Tan Malaka, (lengkapnya Ibrahim gelar Datuk Tan
> Malaka) yang menurut 
> salah suatu sumber lahir 2 Juni 1896 di Nagari
> Pandam Gadang, 
> Kecamatan Suliki, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat
> dan meninggal 
> (tepatnya mati terbunuh (dibunuh?) secara tragis
> pada 19 Februari 1949 
> tepi Kali Branstas, Desa Mojo Kediri, Jawa Timur)
> adalah salah seorang 
> tokoh yang rumit itu. Bertambah rumit lagi karena
> tokoh ini tak banyak 
> yang mengenalnya dari dekat atau bertemu muka secara
> fisik. 
> 
> Dulu, sebagian orang mungkin banyak mendengar
> tentang dia dari mulut ke 
> mulut dalam berbagai versi, atau membaca riwayat
> hidupnya yang dramatis 
> --Dari Penjara ke Penjara--- serta karya-karya
> tulisnya yang lain. Itu 
> semua, cenderung untuk menjadikannya seorang tokoh
> legendaris, manusia 
> yang penuh misteri, yang rakyat banyak tak pernah
> melihat rupa dan 
> batang tubuhnya secara riil. 
> 
> Tidaklah mengherankan kalau sewaktu dia muncul di
> rumah Ahmad Soebarjo, 
> di Jakarta pada permulaan revolusi (25 Agustus 1945)
> si tuan rumah amat 
> terperanjat, karena dia mengira bahwa tamu dan teman
> yang pernah 
> dikenalnya di Negeri Belanda di permulaan tahun
> 1920-an itu sudah lama 
> mati. 
> 
> Sewaktu Ahmad Subardjo membawa dan memperkenalkan
> dengan elit politik 
> Jakarta, seperti Soekarno, Hatta dan Sjahrir, pada
> hari-hari berikutnya, 
> tokoh ini walau pun sudah lama mereka dengar,
> barangkali baru pada waktu 
> itulkah bertemu buat pertamakalinya. 
> 
> Bagi mereka pun, Tan Malaka tampaknya lebih banyak
> merupakan seorang 
> tokoh legendaris, dan karena baru kenal masih
> merupakan orang asing. 
> Suasana seperti itu, tentu mempunyai pengaruh dalam
> pergaulan dan 
> hubungan politik mereka kemudian. Sebagai orang yang
> belum begitu kenal, 
> sulit bagi mereka untuk menerka siapa sebenarnya Tan
> Malaka ini dalam 
> arti peta bumi politik di permulaan revolusi itu. 
> 
> Sebaliknya, Tan Malaka yang lebih mengenal
> tokoh-tokoh yang lebih tua 
> seperti Semaun dan Cokroaminoto, tentu menemui
> kerumitan pula dalam 
> memahami tokoh-tokoh yang lebih muda ini, walau pun
> perbedaan umurnya 
> dengan mereka tidaklah seberapa. Suasana revolusi
> yang tegang dan kacau 
> serta komunikasi yang sulit menambah mereka mengenal
> masing-masing 
> secara lebih dekat dan intim. 
> 
> Demikianlah, pada saat kemunculannya kembali secara
> terbuka dalam 
> dunia politik Indonesia, Tan Malaka menemukan
> dirinya sebagai seorang 
> tokoh yang mengundang banyak tandatanya bagi mereka
> yang 
> memegang kekuasaan pada waktu itu. Apalagi kalau dia
> sampai 
> dianggap pula sebagai saingan berat bagi mereka yang
> berambisi dan 
> ingin memonopoli kekuasaan dan ketenaran. Walau pun
> bagaimana, 
> usaha buat memahami grafik perjuangan si
> revolusioner tua yang 
> kesepian ini, terutama pada pemunculannya yang
> terakhir, barangkali 
> dapat dimulai dengan gambaran suasana itu. 
> 
>                                                     
>         II 
> 
> Suasana legendaris dan misteri yang dibawa Tan
> Malaka kadang-kadang 
> mengagumkan dan mengharumkan namanya, kadang-kadang
> dieksploatir 
> orang, kadang-kadang mengundang kecurigaan yang bisa
> menodai 
> reputasi atau mencelakan dirinya. Salahsatu hal yang
> menjadikannya 
> legendaris ialah karena seringnya dia muncul dengan
> mekakai nama samara 
> atau alias, yang menurut pengakuannya adalah karena
> keperluan 
> menghilangkan jejak sebagai buronan politik yang
> selalu diincer oleh 
> spion atau intel pengusaha kolonial. 
> 
> Nama samarannya biasanya dipakai buat keperluan
> memasuki negara baru 
> yang akan dijadikannya sebagai tenpat bersembunyi
> atau bergerak , 
> seperti ia memakai nama Elias Fuentes sewaktu
> memasuki Manila dari 
> Hongkong (1925-1927), Ong Song Lee sewaktu memasuki
> Hongkong dari 
> Shanghai (1932, Ramli Husein sewaktu kembali dari
> Singapura ke 
> Indonesia melalui Penang terus ke Medan, Padang dan
> Jakarta (1942) . 
> Sewaktu bekerja di pertambangan Jepang di Bayah
> Banten sampai permulaan 
> revolusi dia memakai nama samarannya yang lain
> adalah Cheng Kun Tat, 
> Flisio Rivera dan Howard Law . 
> 
> Kerjasama yang erat antara intel pengusaha-pengusaha
> kolonial (Belanda, 
> Inggris dan AS) berhasil menjaring Tan Malaka
> sewaktu ia memasuki 
> Manila dari Hongkong sebagai mahasiswa Pilipina
> dengan nama samaran 
> Elias Fuentes tanggal 12 Agustus 1927. Penangkapan
> itu dan proses 
> pemeriksaannya menjadi berita hangat koran-koran
> setempat. Kaum 
> nasionalis Pilipina dan beberapa surat kabar
> terkemuka jelas 
> menunjukan simpati mereka pada nasibnya antara lain
> karena lengenda dan 
> misteri perjuangannya. 
> 
> Salahsatu koran “The Tribune” dalam terbitannya
> 16 Agustus 1927 memuji 
> perjuangan Tan Malaka. “Tan Malaka”, tulisnya,
> “muncul hari ini di 
> setiap kepala orang Pilipina sebagai patriot sejati,
> dan suatu ketika, 
> kalau nasib buruk menimpannya, sebagai martir yang
> sahid dalam 
> perjuangan kemerdekaan tanah airnya”. 
> 
> Tan Malaka disejajarkan namanya dengan patriot
> Pilipina angkatan Jose 
> Rizal, dan oleh karena itu merupakan simbol dari
> “pergerakan nasionalis 
> Jawa” . 
> 
> Akan tetapi penguasaha kolonialis akhirnya
> memutuskan untuk 
> mendeportasikannya dengan dalih bahwa ia memasuki
> Pilipina secara 
> tidak sah. Keputusan itu memberi angin kepada pihak
> yang tidak senang 
> dengan perjuangannya buat mencemarkan nama Tan
> Malaka secara 
> berlebihan pula. 
> 
> Sebuah mingguan “ Phlipiness Free Press” memuat
> tiga artikel 
> berturut-turut yang bertolak belakang dengan
> sanjungan yang diberikan 
> “The Tribune” di atas. Dia ditelanjangi
> habisan-habisan karena memakai 
> nama samaran untuk masuk Pilipina secara misterius.
> Oleh karena dia 
> 
=== message truncated ===

Kirim email ke