SAP dan Pertamina-2: Tahapan Implementasi dari sebuah Standard Software

http://ferizalramli.wordpress.com/

Sebenarnya spesifikasi ERP (Enterprise Resources Planning) atau Standard 
Software, atau software untuk aplikasi perusahaan seperti misalkan: SAP, 
Oracle, Microsoft Business Solution (bukan Microsoft Windows), Sage, 
Peoplesoft, dll untuk sangat berbenda dengan software-2 aplikasi lainnya.

Jika pada software aplikasi lainnya, kunci utamanya adalah keandalan dari 
software tsb plus profesionalitas dari si user. Tapi klo pada implementasi ERP 
(software untuk perusahaan) maka titik terpentingnya itu bukan produk dari 
software. Bukan SAP, Oracle, Microsoft Business Solution yang menjadi titik 
pentingnya. Tapi konsultannya lah yang menjadi titik utamanya.

Ada 7 tahap untuk implementasi standard software:

1. Saat mendiagnosa penyakit
Meng-capture persoalan riil yang ada di perusahaan. Berdasarkan pengalaman, 
biasanya sang client (perusahaan client) itu ndak sadar masalah yang dihadapi. 
Oleh karena itu, disini bener-2 titik krusial seorang konsultan untuk tahu 
persis di-proses mana perlu ada down sizing, atau cutting process atau out 
sourching atau malah reengineering. Jika konsultan gagal mengetahui titik 
krusialnya, maka bagi ibarat dokter, sang dokter salah diagnosis.

Dalam Business Process Design ini biasanya dinamakan: As-Is Analysis

2. Saat membuat Program Terapi
Membuat blue print untuk manajerial konsep. Pada titik ini konsultan membuat 
design process manajemen seperti apa yang nantinya akan diterapkan oleh 
perusahaan. Ini seperti bentuk konkrit treatment-2 apa yang harus dijalankan. 
Klo ibarat dokter ini adalah program desain terapi yang harus dijalankan buat 
si pasien.

Dalam Business Process Design ini biasanya dinamakan: To-Be Process

3. Saat menentukan obat

Baru setelah itu menentukan standard software apa yang paling tepat buat 
perusahaan. Seorang konsultan IT dan System Integrasi itu harusnya netral untuk 
tidak berpihak pada Oracle, SAP, Sage, IBM-Cognos, Microsoft BS, dll. Dia harus 
netral dan memutuskan bahwa
standard software A (sebut saja SAP) misalkan yang paling tepat 
diimplementasikan berdasarkan pertimbangan-2 rasional bukan berdasarkan 
pertimbangan keberpihakan pada salah satu software provider. 

Dititik ini ibaratnya dokter menentukan obat apa yang harus diberikan. Dokter 
harus tahu bahwa pasien tertentu alergi pada obat tertentu. Artinya, ada 
karakteristik perusahaan tertentu tidak pas dengan ERP tertentu.

4. Saat menentukan dosis dari obat
Sang konsultan pun harus memutuskan modul-2 apa saja yang paling prioritas 
untuk diterapkan. Bahasa gampangnya, misalkan sebuah perusahaan distributor, 
maka sangat mungkin prioritas utamanya adalah: fokus pada akuntansi sebagai 
basis laporan keuangan, lalu sales and distribution, lalu customer relationship 
management, lalu business
intelligent dan data mining yang perlu diimplementasikan. Jadi tidak perlu 
semuanya bidang harus menggunakan ERP misalkan. Titik ini kalau ibarat dokter 
adalah titik menentukan dosis obatnya. Kalau obatnya kelebihan yah klenger 
orang, sebaliknya klo dosisnya kurang maka ndak ada dampaknya buat perbaikan.

5. Memahami efek samping dari sebuah obat
Kualitas dan keandalan dari software itu sendiri sebagai solusi permasalahan 
perusahaan. Persoalannya tidak ada software yang sempurna. SAP kuat di modul 
finance, Oracle kuat di data base management, peoplesoft kuat dia modul HRM, 
Cognos-IBM kuat di business
intelegent, dll. Tidak ada satupun software provider yang bisa menyelesaikan 
semua persoalan perusahaan.

Dititik ini saya mau mengatakan bahwa software provider itu ibarat perusahaan 
farmasi (apoteker). Mereka ndak bisa membuat obat yang 100% sempurna tanpa 
adanya efek samping (baca: setiap software pasti ada kelemahannya)

6. Saat mendidik pasien agar tahu bagaimana minum obat yang benar
Setelah semua proses selesai maka titik yang paling penting adalah pelatihan 
dan dokumentasi. Disini semua SDM perusahaan yang terlibat harus melebur dalam 
learning process organization dan menjadi IT-minded. Sang Dokter harus 
mengajari pasiennya supaya bener-2 mengerti bagaimana caranya meminum obat 
secara baik dan benar.

7. Saatnya sang pasien hidup dengan pola sehat
Dititik ini behavior SDM dari perusahaan client benar-2 sudah IT-minded dan 
diterapkan dalam keseharian. Mereka bekerja dengan sistem prosedur yang 
konsisten. Requirement dari sistem mereka penuhi dengan dedikasi. Klo ibarat 
pasien, sang pasien hidup dengan pola
sehat dan teratur.

Kesimpulan saya atas deskripsi diatas saat sebuah sistem ERP diterapkan di 
perusahaan:

Pertama, konsultan itu paling krusial perannya. Point 1,2,3,4 dan 6 sangat 
ditentukan oleh peran konsultan IT dan sistem integrasi. Konsultan itu secara 
individual harus punya kualifikasi dan jam terbang tinggi serta harus dalam 
group terbaik yang bisa bersinerji. 

Kedua, keberhasilan penerapan ERP ditentukan oleh mau tidaknya SDM perusahaan 
client berperilaku sesuai dengan requirement yang diinginkan oleh ERP. Point 6 
dan 7 adalah andil penting dari SDM perusahaan Client untuk kesuksesan 
implementasi software.

Ketiga, keandalan produk dan kualitas dari ERP itu sendiri juga berperan 
penting; apakah ERP itu memenuhi standard kualitas sebagai solusi masalah 
perusahaan.

Itulah opini ringan dari saya tentang implementasi standard software atau ERP.

Salam hormat,
München - dari Tepian Musim Dingin Lembah Sungai Isar


Ferizal Ramli


Kirim email ke