On Thu, 26 Dec 2002 11:28:16 +0700 Abas F Soeriawidjaja (AFS) wrote:

> Sebagai orang awam, mau mencoba menanggapi, sbb:

Saya juga orang awam lho Pak, spt yg saya sampaikan saya cuma pakai
common sense (akal sehat) saja, mumpung akhir tahun latihan sport otak
sedikit-2x OK lah :-)
Dan saya percaya bahwa rakyat Indonesia yg punya akal sehat tidak
sedikit, bukan hanya kita-2x saja.

> 1. Penjualan Telkom kepada Singtel dan Nasionalisme katak dalam
> tempurung.
>                                    Menurut saya menyangkut pautkan
>                                    penjualan tersebut dengan
>                                    Nasionalisme dapat misleading
>                                    terhadap Nation Character Building
>                                    kita.
> Business is business.
> Kalau mau national security, ya luncurkan satelit tersendiri yang
> melayani untuk itu. Takut harga pulsa etc. \ditentukan oleh fihak
> asing ? Sejauh perhitungannya transparan, apa salahnya ? Hitungan
> suatu bisnis harus feasible dan viable kan jelas, apanya yang salah ?
> Hukum bisnis kan berlaku, kalau terlalu mahal, ya enggak ada yang beli
> ? Apa maunya disubsidi terus ?? Kapan dewasanya bangsa ini ?? Kalau
> pun perlu adanya subsidi, prinsip-prinsip bisnis jangan
> ditinggalkan.Yaitu memberikan subsidi dari kemampuan kita mewujudkan
> pertumbuhan ekonomi. Economic Growth yang hanya 3.5% untuk tahaun 2002
> ini, jelas tidak mungkin. Kalau hanya sebesar itukan kita hanya jalan
> di tempat. Eh........berani kasih subsidi lagi, darimana ? Hutang lagi
> ?? Childish !!! Ciptakan negara yang sejahtera, timbulkan pertumbuhan
> ekonomi sedikithya 6% kalau bisa diatas 8%. Saham yang kita jual ke
> Singtel suatu waktu bisa kita beli kembali. Itu kan hukum bisnis.

Om Abas saya setuju banget!
Indosat pertamakali berdiri juga milik asing (ITT, Amerika), baru
ditahun 1980-an dialihkan kepemilikannya ke Indonesia (dulu Pak Parapak
adalah karyawan ITT, bisa di check). Kalau sekarang dijual ke
asing (lagi) ya nggak apa-2x, toh nanti bisa kita beli lagi. Itulah
bisnis.

> Jangan takut menghadapi kesulitan dan tantangan. Apa pernah terbayang
> sebelumnya di Indonesia ada bisnis Wartel dan Warnet. Itu kan kreasi
> bisnis yang timbul secara wajar dan tumbuh secara sehat dari
> masyarakat sendiri dalam memenuhi kebutuhan komunikasi versus daya
> beli masyarakat yang terbatas untuk memiliki telepon pribadi. Jangan
> kita membangun Nasionalisme pengecut atau Nasinalisme katak dalam
> tempurung.

100 utk Pak Abas!
 
> Keuntungan lain yang dapat dipetik dari penjualan ini adalah
> beralihnya "country risk" Indonesia ke Singapura. Contohnya, Divestasi
> Bank Niaga. Saat ini 51% Bank Niaga dikuasai oleh Bank Malaysia.
> Saya memperoleh keterangan ini dari salah satu direksi Bank Niaga.
> Katanya, sebelum divestasi terjadi, Bank Niaga kalu membuka L/C harus
> dijamin oleh Bank asing, khusunya Citi Bank, tanpa jaminan tidak ada
> negara didunia ini mau menerima L/C dari Indonesia dengan alasan
> "country risk" Indonesia yang parah. Sekarang pembukaan L/C oleh Bank
> Niaga sudah jauh lebih mudah meskipun prosedurnya masih rumit dan
> tidak semudah waktu sebelum terjadi krisis. Saat ini sudah tidak ada
> lagi Cabang Bank dari Indonesia di pantai barat Amerika, semuanya
> sudah ditutup termasuk Bank Niaga dengan alasan yang sama, Yang
> tinggal hanya BNI 46 dan BCA di New York. Hidupkan tantangan membangun
> Nasinalisme Bangsa atas kenyataan hidup yang ada, betapapun pahitnya
> kenyataan itu. Janganlah kita menipu diri sendiri.

Contoh aktual yg bagus.
 
> 2. Tanggapan Bung Syafril atas contoh case Argentina vs Indonesia
> dalam Capita Flight ketika mulai terjadi krisis ekonomi. Menurut anda,
> Capital Flight dalam rangka membawa kabur harta/uang negara/rakyat
> ditahun 1997 / 1998 tak terhindarkan karena kita menganut prinsip
> devisa bebas. Pada tahun 1996, saya harus mentransfer uang pribadi
> dari Malaysia ke Indonesia, karena jumlahnya lebih dari 100.000
> Ringgit, saya diharuskan mengisi 8 formulir. Yang isinya
> mempertanyakan darimana saya mendapatkan uang sejumlah itu di Malaysia
> dan dimintakan bukti-bukti yang sah yang mendukung keterangan saya
> itu. Juga ditanyakan kemana dan untuk apa uang itu perlu saya transfer
> dari Malaysia ke Indonesia. Setelah Bank di Malaysia meyakini
> keterangan saya, semua berjalan dengan baik dan transfer terlaksana
> dengan lancar. Sepengetahuan saya Malaysia juga menganut devisa bebas.
> Bebas kan artinya bukan tanpa aturan.

Setuju Pak, bebas bukan tanpa aturan; di Indonesia saat itu dikatakan
bahwa 'bebas bertanggung jawab', tp ternyata kata 'tanggung jawab' itu
begitu sumir, shg sulit bagi orang menterjemahkannya dalam praktek :-(
Saat itu di Indonesia memang belum ada aturan harus lapor jika transfer
melebihi limit tertentu, mau berhutang berapapun ke pihak asing juga
tidak harus lapor ke BI. Rasanya sekarangpun masih demikian, hanya soal
hutang yg harus lapor.

> Buat saya, Capital Flight yang terjadi pada tahun 1997/1998,
> jelas-jelas perampokan. Sistim devisa bebas tidak menghalakan tindakan
> kriminal.

Again, agreed!

BTW. Saya lagi menunggu-nunggu nih analisis atau pandangan dari Pak
Bambang Subianto. Beliau sudah membuat flow chart ekonomi yg kiranya
lbh mempermudah kita orang awam utk mengerti apa sebenarnya yg
berlangsung dalam ekonomi Indonesia.
Pak Bambang silakan lho Pak :-)


-- 
syafril
-------
Syafril Hermansyah<syafril-at-yon1.mahawarman.net>

List Administrator/Moderators [EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------

Copy Darat (Halal Bihalal, Natal dan Tahun Baru) akan dilaksanakan 4-5 Januari 2003, 
lihat footer Milis [EMAIL PROTECTED]

Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


Reply via email to