Bung Syafril Yth,
                            Saya sangsi, hal seperti di Malaysia akan
terjadi disini.
Di negeri kita ini, bukan" Business is Business", tapi "Business is
Politics and Politics is Business".
Ya, enggak ?? :-)
Wass,
         

-----Original Message-----
From: Syafril Hermansyah [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, August 19, 2003 12:57 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Keberpihakan ala Malaysia


Hi Gank!

Ini salah satu contoh keberpihakan Pemerintah untuk rakyat, kali ini
soal software komputer. Di MY, ada undang-2x yg menentukan HET (harga
eceran tertinggi) utk software, shg vendor yg akan jualan disana harus
mematuhinya.

Akan tp yg jauh lebih penting lagi adalah soal pelaksanaannya,
Undang-undang tanpa pelaksanaan tidak ada gunanya.

Begin forwarded message:

Date: Sat, 16 Aug 2003 15:23:03 +0700
From: Rudy Rusdiah <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [apkomindo-umum] sekitar  UU Haki benchmarking..: voip itu
wewenang nya menkominfo bukan ditjen postel


P. Charis wrote:

>Pak Adi,
>
>Kelihatannya bukan karena pemerintah, regulator atau DPR takut sama 
>Telkom.
>
[rr] bukannya takut...tapi sering lebih dekat dengan kepentingan 
kepentingan yang terkadang tidak mewakili kepentingan user dalam hal ini

masyarakat dan industri.
Coba amati saja nanti sebentar lagi masalah tarip telepon tetap akan 
lagi ramai dibicarakan..., karena tampaknya pembicaraan mengenai 
pembentukan IRB juga akan dibicarakan.

> Tapi karena Indonesia teken perjanjian WTO, jadi mau tak mau harus 
> ikut aturan mainnya.
>
sebetulnya WTO pun ada batas aturan mainnya..
misalnya Indonesia dan Malaysia sama sama masuk WTO dan sama sama 
ratifikasi perjanjian TRIPS dan WIPO...
tapi ada bedanya Indonesia dan Malaysia...
Kebetulan saya beberapa hari ini berada diPulau Penang Malaysia...dan 
mencoba melihat bagaimana sih implementasi Hak Cipta dinegara tetangga
kita. Saya jalan jalan ke Mall ..misalnya diMall dekat hotel namanya
Mall B 
J...masih juga tampak yang jual Cd bajakan...diMallnya.

Satu hal yang hebat dan langsung dipantau oleh Mahathir ( jadi dari 
orang nomor satu) adalah meangktifkan peraturan mengenai batas harga 
barang komodity yang dijual diMalaysia...jadi dengan UU ini Pemerintah 
Malaysia memaksakan semua penjual software agar mematuhi harga software 
agar bisa kebeli oleh masyarakatnya.
Nah ini adalah contoh kebijakan yang membela rakyat dan tentu membuat 
vendor kebakaran jenggot...apalagi asosiasi vendor...ie BSA...tentu 
tidak setuju dengan kebijakan semacam ini...
Nah ini lo bedanya negara Indonesia dan negara tetangga kita... kalau 
diIndonesia UU Haki diimplementasi tanpa peduli apa yang akan dialami 
oleh warnet, UKMnya... Kagak peduli...biar saja mereka urusan langsung 
sama vendor.
Lain dengan Malaysia..mereka care about masyarakatnya yang mungkin 
keberatan atau tidak mampu membeli software kalau harganya mahal, maka 
peraturan ini diaktifkan yaitu UU Price Control Act 1946... Jadi tidak
apa apa mau bikin UU Hak Cipta .. itu bagus...artinya kita 
compatible dan selaras dengan komitmen WTO...tapi kalau saya jadi 
regulator atau pemerintah maka sebelum UU hak Cipta diberlakukan saya 
akan membuat regulasi untuk mempersiapkan industrinya agar 
kondusif...misalnya dengan instrumen seperti Malaysia yaitu UU Price 
Control Act sehingga kita memberikan peluang negosiasi bagi
masyarakatnya. Kalau tidak maka masyarakat serasa dipaksakan oleh UU Hak
cipta dan 
dipaksa untuk memilih menggunakan software alternatif, jika software 
yang kebetulan dipakai terlalu mahal atau vendornya jual mahal...karena 
haknya khan dilindungi kuat oleh UU Hak cipta.
cmiiw.

Memang UU hak cipta ini memberikan blessing in disguise bagi sebagian 
kalangan misalnya penjual software Linux dan Open Source dan semoga 
pemerintah mehgeluarkan kebijakan yang memberdayakan open source dan 
linux...misalnya pemerintah juga pakai software open source atau 
software open source mendapatkan bebas pajak...dan lain sebagainya 
...fasilitas incentive ngak harus diberi uang...karena UKM bukan minta 
uang tapi minta kebijakan yang pro masyarakat...ngak harus pro 
UKM...karena UKM toh dekat dengan masyarakat...jadi kalau kebijakannya 
pro masyarakat dengan sendirinya pasti pro UKM.
Jadi hal hal kecil seperti inilah yang akhirnya menjawab..kenapa kok 
kita berjalan ditempat atau terkadang mundur..sedangkan negara tetangga 
kita berjalan maju...semua...
Merdeka...dan

Demikian oleh oleh dari Pulau Penang...sekitar bagaimana saya boleh saja

dikatakan bagian dari  masyarakat atau pemilik warnet (bagian dari UKM) 
melihat perbedaan antara kebijakan ditanah air dan negara 
tetangga...dengan mengambil contoh kebijakan sekitar Harga Software dan 
UU Haki.
cmiiw.

Salam, Rudy Rusdiah

-- 
syafril
-------
Syafril Hermansyah



--[YONSATU -
ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>



--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>


Reply via email to