Memang organisator PKI itu militan,lihat tuh Muskitawati itu dulu th
65 CGMI makane militan kan? Terus dia diuber uber mBah harta,jadi saya
pastikan dia sangat benci mBah harta.
Jangan ada yang ngatain pemerintah membantai PKI itu keliru,sebab
kalau mBah Harta tidak membantai PKI,justru dialah yang akan dibantai
duluan.
Saat G-30-S meletus saya masih di Klaten.Saat tsb banyak punggowo desa
di Cawas Klaten yang dibunuh PKI.Korbannya yo jelas wong nas dan wong
Islam.
Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai,kalau tdk
justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
Angkatan darat dan Islam.

Shalom,
Tawangalun.

- In zamanku@yahoogroups.com, "mediacare" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata....
> Rabu, 19-03-2008 14:00:19 oleh: Ida Puji 
> Kanal: Opini 
> 
> Masih ingatkah anda tentang pelajaran sejarah mengenai G30/S PKI? 
> 
> Dulu ketika masih bersekolah tiap tanggal 30 September murid-murid
diajak pergi ke gedung bioskop menonton film pemberontakan G30/S PKI.
Dan tiap keluar dari sana saya selalu merinding. Kejam sekali para
pemberontak itu ya? 
> 
> "PKI itu tak bermoral, mereka atheis," begitu seringkali guru
sejarah (masa itu) memberikan penjelasan. Iya percaya lah, orang dari
filmnya juga begitu.
> 
> Anggapan seperti itu telah berada di kepala saya sampai saya duduk
di bangku kuliah. Baru ketika Orde Baru tumbang muncul wacana-wacana
baru berkaitan dengan peristiwa tersebut. Tapi jujur saat itu saya
masih sering dibuat bingung karenanya. 
> 
> Bulan november tahun lalu saya dan rekan berkunjung ke sebuah desa,
Lanjaran namanya. Desa tersebut terletak di kecamatan Musuk kabupaten
Boyolali, letaknya di lereng gunung Merapi. 
> 
> Ketika peristiwa 65 terjadi, kawasan tersebut merupakan basis PKI.
Setiap lapan (35 hari) di desa itu diadakan sebuah pertemuan ibu-ibu
yang bernama Wiji Asih. Di sana selain ada kegiatan untuk memajukan
peran wanita, mereka saling membagikan pengalaman sehubungan dengan
tragedi yang mereka alami. Sebagian kecil dari ibu-ibu yang hadir
dalam pertemuan tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dan
sebagian besarnya adalah anak cucu mereka yang ketika itu masih kecil
-dan bahkan ada yang belum lahir- namun sampai sekarang masih
menanggung beban. 
> 
> Anak cucu anggota PKI sampai sekarang masih belum sepenuhnya dapat
dipulihkan hak-haknya. Belum lagi mereka harus menanggung stigma
negatif dari masyarakat masyarakat akibat peristiwa yang mereka
sendiripun tidak pernah mengerti apa itu. 
> 
> Satu yang membuat saya tercengang ketika berkenalan dengan salah
satu pendiri Wiji Asih. Seorang wanita berumur 86 tahun, Sutiyem
namanya sering dipanggil Mbah Suti. Ketika tragedi tersebut terjadi
Mbah Suti sempat ditangkap akibat kegiatannya di Gerwani. 
> 
> Sempat terbayangkan, selama ini yang terpatri di benak saya bahwa
Gerwani beranggotakan wanita-wanita tak bermoral yang ikut menganiaya
para jenderal serta melakukan serangkaian tindakan asusila. Tapi kok
yang saya hadapi....??? 
> 
> Belum 10 menit mendengarkan obrolannya saya langsung bisa mengatakan
bahwa beliau adalah seorang wanita yang sangat cerdas. Dalam usia
lanjut tersebut pemikiran beliau masih tetap tajam. Analisa-analisanya
berkaitan dengan kegiatan demokrasi di masa sekarang masih sangat
brilian. 
> 
> Mbah Suti mengaku mengenal Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar,
organisasi yang melatarbelakangi terbentuknya Gerwani) ketika
menjalankan profesinya sebagai penjual sirih di pasar. Latar belakang
keikutsertaannya dalam gerakan wanita tersebut adalah untuk menggugat
keberadaan poligami. Saat itu mbah Suti adalah istri ketiga. Seperti
halnya keadan wanita-wanita lain pada masa itu yang hanya dianggap
sebagai second class, poligami sangat merugikan wanita. Banyak wanita
yang setelah dijadikan istri kesekian ditinggalkan begitu saja oleh
suaminya padahal telah ada anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 
> 
> Gerwis berdiri pada tahun 1950 dan dua tahun kemudian didirikan
cabang Musuk dengan Mbah Suti sebagai ketua. Pada tahun 1954 Gerwis
berganti nama menjadi Gerwani. 
> 
> Keberadaan Gerwis Lanjaran yang merupakan anak cabang meluas. Banyak
wanita yang ikut karena mulai sadar untuk diajak lebih maju. Salah
satu kegiatan Gerwis yang mencolok adalah edukasi terhadap para
wanita. Saat itu akses wanita untuk mengenyam bangku sekolah sangatlah
minim. Prioritas utama pendidikan adalah untuk laki-laki.Selain
pendidikan Gerwis juga memiliki peran besar dalam aksi sosialnya
berkaitan dengan meletusnya Gunung Merapi pada tahun 1954. 
> 
> Kegiatan Gerwani di Lanjaran sampai tahun awal tahun 1965 berjalan
lancar. Namun ketika meletus peristiwa 65 keadaannya menjadi kacau
balau. Desa Lanjaran yang dikenal merupakan basis kegiatan anggota PKI
seperti BTI, Gerwani dan Lekra mulai terusik. Beberapa orang yang
dikenal sebagai tokoh utama ditangkap aparat. Dari 19 orang yang
tertangkap mbah Suti adalah satu-satunya perempuan. Setelah mendapat
berbagai perlakuan buruk -salah satunya pelecehan seksual dengan
diarak setelah ditelanjangi- mbah Suti akhirnya dibebaskan. 
> 
> Meskipun kejadian buruk tersebut telah berlangsung lebih 40 tahun
tapi mbah Suti dan keluarganya masih mendapat banyak kesulitan
karenanya. Meskipun demikian ketajaman pikiran mbah Suti masih belum
berkurang. Bahkan ketika usia lanjut menderanya. Saya masih sering
terkejut dengan kritik-kritik yang cerdas dan tepat sasaran yang
sering beliau lontarkan. Saya juga terheran-heran ketika beliau masih
bisa mengingat secara rinci waktu, orang-orang serta kejadian-kejadian
di masa lalu berkaitan dengan keaktifannya di Gerwis. 
> 
> Mbah Suti, aktivis Gerwani itu ternyata adalah organisator ulung.
Yang sejak awal sudah memiliki visi mengangkat keberadaan perempuan.
Layakkah jika disebut sebagai salah satu perintis gerakan perempuan di
Indonesia? 
> 
> http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7256&post=1
>


Kirim email ke