http://nana-podungge.blogspot.com/2009/07/pernikahan-dini.html

Agar tidak melebar dari tujuan utama penulisan ini, mengingat banyaknya 
definisi ‘usia dini’ dalam ungkapan ‘pernikahan dini’ maka penulis membatasi 
definisi ‘pernikahan dini’ sebagai sebuah pernikahan yang dilakukan oleh mereka 
yang berusia di bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam Undang-Undang 
Perkawinan nomor 1 tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk perempuan dan 18 
tahun untuk laki-laki.
Lebih lanjut lagi, tulisan ini lebih memfokuskan pada pernikahan dini yang 
dilakukan oleh seorang perempuan.

Pernikahan dini memang bukanlah sebuah fenomena baru dalam kehidupan, baik di 
Indonesia, maupun di belahan bumi yang lain. Di zaman dahulu, merupakan sesuatu 
yang lumrah manakala seorang perempuan menikah di bawah usia 15 tahun. Pro dan 
kontra tentang pernikahan dini kembali mencuat setelah setahun yang lalu muncul 
pemberitaan yang kontroversial pernikahan Pujiono Cahyo Widianto atau yang 
lebih dikenal sebagai Syekh Puji yang berusia 43 tahun dan Ulfah Lutfiana yang 
berusia 12 tahun ketika melangsungkan pernikahan.

Orang yang pro kebanyakan mengacu ke pernikahan Nabi Muhammad dengan Aisyah 
yang konon masih berusia 7 tahun tatkala dipinang oleh Nabi. Mereka mengatakan 
‘there is nothing wrong’ untuk hal ini, sambil membeberkan kaidah hukum syara 
ini dan itu. Selalu dilatarbelakangi oleh agama (Islam). Sedangkan yang kontra 
memberikan alasan yang lebih kompleks.

Kesehatan

Bagi kebanyakan masyarakat di kultur Indonesia, pernikahan dianggap sebagai 
suatu ‘tiket’ untuk melakukan hubungan seks. Istilah ‘malam pertama yang 
ditunggu-tunggu oleh para pengantin baru’ merupakan salah satu ‘bukti’ bahwa 
pernikahan dianggap sebagai ‘pintu pembuka’ untuk melakukan hubungan seks.

Dalam sebuah talkshow yang bertajuk “pencegahan dan deteksi dini kanker leher 
rahim dan payudara”, Dr Nugroho Kampono SpOg dari FKUI mengatakan bahwa 
hubungan seks yang dilakukan oleh perempuan yang berusia kurang dari 20 tahun 
akan beresiko meningkatkan kemungkinan terkena kanker leher rahim. Pada usia 
remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Jika leher rahim ini terus menerus 
terpapar human papiloma virus atau HPV, sel-sel tersebut akan tumbuh menyimpang 
dan menjadi kanker.

Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada 
sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. 
Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut 
metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi displasia yang 
merupakan awal dari kanker. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel 
sudah matang, sehingga resiko makin kecil.” Kata beliau.

Pernikahan dini memang bukan satu-satunya faktor penyebab kanker leher rahim. 
Faktor lain misalnya terlalu sering melahirkan, merokok, dan berganti-ganti 
pasangan seks. Meskipun begitu, hal ini menunjukkan satu hal: sebaiknya 
pernikahan dini dihindari.
Selain kanker leher rahim, tubuh perempuan remaja juga belum siap untuk 
mengandung dan kemudian melahirkan. Jika dari seks yang dilakukan sang 
perempuan hamil, sangat mungkin jika kemudian terjadi kematian terhadap bayi 
yang dikandung, maupun sang ibu saat melahirkan, yang disebabkan kehamilan di 
usia muda.

Menstruasi yang selama ini dipandang sebagai penanda kedewasaan secara biologis 
bagi kaum perempuan dianggap oleh para ahli tidak selayaknya menjadi tolok 
ukur. Tubuh perempuan tetap mengalami pertumbuhan setelah menstruasi pertama. 
Organ-organ di dalam tubuh perempuan tetap mengalami perkembangan, sampai usia 
20 tahun, seperti yang dikemukakan di atas.

Di masa lalu, saat dunia kedokteran belum maju seperti sekarang, masyarakat 
belum tahu resiko melakukan hubungan seks di usia remaja. Ditambah lagi belum 
banyak hiburan yang bisa mudah ditemui, sehingga pernikahan pun dilakukan pada 
usia yang relatif lebih muda dibandingkan sekarang: seks dipandang sebagai 
satu-satunya hiburan yang murah meriah.

Psikologis

Permasalahan yang menimpa pasangan yang sudah menikah biasanya jauh lebih 
kompleks dibandingkan permasalahan yang menimpa pada seseorang yang masing 
single. Untuk itu dibutuhkan kematangan psikologis yang cukup sebelum 
menyongsong kehidupan baru. Untuk hidup berdua saja dibutuhkan kematangan 
psikologis, apalagi jika kemudian hadir anak-anak yang dihasilkan dari seks 
yang dilakukan.

Keadaan psikis orang tua yang belum matang akan sangat mempengaruhi cara mereka 
mengasuh anak-anak yang dilahirkan. "Yang namanya mendidik anak itu perlu 
pendewasaan diri, jadi harus ada kematangan dan pemahaman diri untuk dapat 
memahami anak. Kalau masih kekanak-kanakan, maka mana bisa sang ibu mengayomi 
anaknya. Yang ada hanya akan merasa terbebani karena di satu sisi masih ingin 
menikmati masa muda dan di sisi lain dia harus mengurusi keluarganya," kata 
Rudangta Arianti Sembiring, Psi, staff pengajar di UKSW, seorang psikolog yang 
sangat concerned di bidang psikologi anak.

Pelanggaran hak anak

UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa yang disebut 
anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Orang tua yang 
menikahkan anak mereka yang masih berusia di bawah 18 tahun berarti telah 
melanggar undang undang tersebut. Orang tua seharusnya memberikan perlindungan 
kepada anak mereka, dan bukannya melakukan hal yang sebaliknya, misal “menjual” 
sang anak demi menaikkan derajat kehidupan sang orang tua, dengan menikahkannya 
pada seseorang yang kaya raya (misal kasus Puji – Ulfa).


Tri Lestari Dewi Saraswati, Direktur Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan 
dan Anak Yogyakarta mengatakan menikahkan seorang anak di bawah usia 18 tahun 
berarti orang tua telah melanggar lima hak anak. Lima hak tersebut yaitu:

Pertama, hak untuk mendapatkan pendidikan. Banyak kasus menunjukkan setelah 
menikah, seorang anak berhenti sekolah. Apalagi kultur di Indonesia menunjukkn 
banyak sekolah menolak anak-anak yang sudah menikah untuk menuntut ilmu di 
institusi mereka. Zaman sekarang memiliki pendidikan tinggi sangat membantu 
seseorang untuk mandiri secara finansial. Jika seorang perempuan terpaksa 
berhenti sekolah karena menikah, hal ini berarti membuat perempuan tersebut 
bergantung. Jelas akan terlihat ketimpangan antara suami dan istri di kemudian 
hari.
Pendidikan juga memiliki andil besar untuk membuat seseorang lebih dewasa 
secara psikologis. Kedewasaan psikologis ini juga merupakan hal yang penting 
dimiliki oleh seseorang sebelum memulai kehidupan baru, dan untuk mendidik anak 
nantinya.

Kedua, hak untuk berpikir dan berekspresi. Seorang anak yang dipaksa untuk 
menikah di usia dini membuatnya kehilangan hak untuk berpikir dan berekspresi 
menurut apa yang mereka pikir dan rasakan. Semula mereka harus menuruti apa 
yang dikehendaki oleh orang tua. Kemudian, jika mereka dinikahkan kepada 
laki-laki yang jauh lebih tua, mereka harus menuruti apa yang dikatakan oleh 
suami mereka.

Ketiga, hak untuk menyatakan pendapat dan didengarkan pendapatnya. Hal ini 
merupakan kelanjutan hak kedua di atas.

Keempat, hak untuk memanfaatkan waktu luang, dan bergaul dengan teman sebaya, 
bermain, dan berkreasi. Seorang perempuan yang terpaksa menikahi laki-laki yang 
jauh lebih tua akan langsung ‘terperangkap’ dengan kewajiban-kewajiban sebagai 
istri, sehingga kehilangan waktu remajanya.

Kelima, hak perlindungan. Dalam hal pernikahan dini, sering orang tua sendiri 
yang telah menghilangkan hak perlindungan yang seharusnya didapatkan oleh 
seorang anak. Seorang anak sering merasa harus mematuhi apa yang dikatakan oleh 
orang tuanya, demi untuk mendarmabaktikan diri kepada orang tuanya. Padahal UU 
nomor 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa mereka yang melakukan pelanggaran 
perlindungan anak bisa terjerat pidana penjara lima sampai limabelas tahun.

Masa lalu versus masa kini

Banyak pihak mempertanyakan mengapa pernikahan dini harus dipermasalahkan lagi 
sekarang mengingat masih banyak lapisan masyarakat yang menganggapnya sebagai 
sesuatu yang lumrah dilakukan.

Masing-masing zaman memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Jika dulu orang 
boleh menganggap sesuatu hal yang lumrah jika seorang perempuan menikah di usia 
di bawah 15 tahun, sekarang kemajuan di bidang kedokteran telah menunjukkan 
sebaiknya pernikahan dini dihindari demi kemaslahatan bersama.

Jika dulu perempuan tidak perlu memiliki pendidikan tinggi, tuntutan zaman 
sekarang seorang perempuan pun sebaiknya memiliki pendidikan tinggi. 
Menggantungkan hidup kepada suami secara finansial—seberapa mapan pun sang 
suami—bukanlah merupakan sesuatu yang sebaiknya dilakukan pada saat sekarang. 
Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misal sang suami meninggal dan sang 
perempuan harus berjuang sendiri, maka pendidikan yang diperoleh akan sangat 
membantu.

Membiarkan seorang perempuan menikmati masa remajanya akan mempengaruhi 
kematangan psikisnya sehingga dia pun akan tumbuh menjadi pribadi yang matang 
dan siap menjadi seorang ibu yang akan mengasuh anak-anak dengan sebaik-baiknya.

Pernikahan Puji – Ulfa yang kontroversial menjadi penyulut hebohnya media dan 
masyarakat umum tentang dampak buruk pernikahan dini karena media sekarang 
lebih mudah diakses oleh masyarakat, dan Puji dikenal sebagai seseorang yang 
eksentrik yang menyukai sensasi.

Tulisan ini sengaja tidak mengupas dari segi yang pro pernikahan dini, terutama 
yang mengacu ke pernikahan Nabi Muhammad dan Aisyah. Untuk mementahkan anggapan 
(yang sudah meluas selama berabad-abad) bahwa Nabi menikahi Aisyah di usia yang 
masih sangat dini, kunjungi blog ku di alamat berikut ini:

http://themysteryinlife.blogspot.com/2009/07/berapa-usia-aisyah-ketika-dinikahi-nabi.html

Nana Podungge
PT56 19.44 080709

Referensi:

http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/13/16014770/pernikahan.dini.langgar.hak.anak

http://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/29/29/158639/ketahui-risiko-pernikahan-dini-yuk

http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/13/10014864/bolehkan.pernikahan.dini.uu.perkawinan.perlu.direvisi

http://dinkes-kotasemarang.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=74&Itemid

Minds are like parachutes, they only function when they are open.   (Sir James 
Dewar)
visit my blogs please, at the following sites
http://afemaleguest.blog.co.uk
http://afeministblog.blogspot.com
http://afemaleguest.multiply.com

THANK YOU
Best regards,
Nana



      

Kirim email ke