PERCAKAPAN 1: SPIRITUALITAS DAN AGAMA




T = Mas Leo,



Apakah bila ingin menjadi orang spiritual saya mesti meninggalkan agama yang 
sekarang saya anut ?



J = It's up to you, tergantung dari anda sendiri.



Apakah yg anda maksudkan sebagai orang spiritual ? Apakah orang
spiritual menurut anda adalah orang yg memiliki ilmu sakti untuk
berhubungan langsung dengan Tuhan ? Kalau itu definisinya, maka kita
semua adalah orang spiritual. Tuhan adalah kesadaran yg ada di diri
semua manusia, baiik menggunakan istilah Tuhan ataupun tidak. Tuhan
bahkan ada di orang yg tidak beragama dan mengaku sebagai komunis
sejati. Tuhan bahkan ada di orang yg menjadi atheis fanatik. Tuhan
bahkan ada di orang yg dilecehkan dengan sebutan kafir, musyrik dan
syirik oleh orang Islam fanatik.



Tuhan ada di dalam kesadaran semua manusia. Yg bisa sadar bahwa dirinya
sadar adalah Tuhan yg berdiam di diri manusia. Di luar itu semuanya
adalah Tuhan buatan. Tuhan buatan memberikan berbagai syariat agama:
syariat Islam, syariat Katolik, syariat Hindu, syariat Buddha, dll...
ini semuanya berasal dari Tuhan buatan.



Tuhan buatan adalah pemikiran manusia. Pemikiran dan bukan kesadaran.



Kesadaran yg saya sebut Tuhan di diri manusia adalah yg sadar thok.
Sadar bahwa dirinya sadar, tanpa pernah tahu dirinya itu siapa, asalnya
dari mana, dan akan ke mana. Dia cuma tahu bahwa dia sadar. Full stop.
Titik.



T = Tidak bisakah menjadi orang spiritual di satu sisi saya tetap jadi
penganut agama ? Saya ingin sekali mendapatkan pencerahan dari anda.
Mohon berkenan menjawab kerisauan yang ada dalam batin saya. For your
information, saya adalah penganut Katolik selama kurang lebih 22 tahun.



J = Bisa saja anda mengaku sebagai seorang spiritual, yaitu orang yg
melakukan kultivasi kesadaran di dalam dirinya sendiri, belajar
memahami apa itu kesadaran, consciousness, dan bagaimana hubungannya
dengan segala macam hal yg dipaksakan oleh lingkungannya. Kalau anda
kultivasi spiritualitas dengan jujur, maka cepat atau lambat anda akan
menyadari bahwa agama lebih banyak memiliki aspek keduniawian daripada
kerohanian. Ada simbol-simbol yg digunakan dalam agama, tetapi
kebanyakan penganut agama tidak tahu apa makna dari simbol-simbol itu.



Simbol dianggap sebagai hal yg hakiki, pedahal cuma simbol saja. Makna
dari simbol ditemukan di dalam kesadaran kita sendiri. Meanings, makna,
arti. Dan ketika kita bisa menangkap artinya, maka simbol-simbol bisa
saja dilepaskan dan tidak dipegang lagi. Tetapi orang beragama justru
dipaksa dengan kasar maupun halus untuk selalu berpegang kepada
simbol-simbol itu. Akhirnya yg terjadi adalah pemutar-balikkan. Kepala
jadi kaki, dan kaki jadi kepala.



Agama Katolik Roma sudah eksis selama 2,000 tahun, menjalani jatuh
bangun habis-habisan. Perang salib, perang dengan Protestan, perang
dengan Modernisme, perang dengan Komunisme, perang dengan Agnostisme,
perang dengan Atheisme,... tetapi gereja tetap bisa bertahan. Bertahan
karena ada dogma-dogma dan tradisi. Dan ada pembaharu-pembaharu di
dalam gereja Katolik yg bisa melakukan modernisasi dari dalam sehingga
gereja bisa bertahan sampai sekarang.



T = Kiranya saya cepat memperoleh apa yang anda istilahkan dengan kesadaran.



J = Apa yg saya maksud dengan kesadaran adalah kesadaran thok. Sadar
bahwa anda sadar. Di luar itu ada yg namanya intuisi atau pengertian yg
muncul begitu saja di dalam kesadaran anda. Tetapi
pengertian-pengertian itu bukan merupakan bagian dari kesadaran,
melainkan bonus. Intuition is bonus. Tambahan belaka.



Kalau anda mengamati gereja Katolik, contohnya, anda akan bisa
memperoleh intuisi langsung. Anda akan tahu bahwa Yesus yg dikhotbahkan
itu hidup di dalam kesadaran anda. Yesus itu kesadaran tinggi di diri
anda, your own higher self. Anda bahkan bisa bilang bahwa kesadaran
anda adalah Yesus. Namanya kesadaran Kristus. Santo Paulus bilang:
Semoga kesadaran yg ada di diri Kristus hidup di dalam kesadaran kamu.
Artinya, semoga kita semua bisa tersadarkan bahwa kesadaran kita itu
adalah kesadaran Kristus.



Kristus itu selalu ada. Awal dan akhir. Tidak diciptakan dan tidak bisa
mati. Kristus adalah Allah. Karena Kristus seperti itu, maka kita juga
seperti itu. Kitalah Kristus. Kitalah Allah... At least gereja Katolik
secara implisit mengajarkan bahwa seluruh umat gereja adalah Kristus,
dan Kristus itu cuma ada satu. Kristus = Allah. Allah juga cuma ada
satu. Kalau ditarik kesimpulannya, maka kita semua adalah Allah.



Tetapi sayangnya, gereja Katolik menyisakan sedikit ruang bagi dirinya
untuk menarik "upeti" dari umat, yaitu berupa sakramen-sakramen.
Sakramen perjamuan kudus, contohnya. Melalui sakramen perjamuan kudus,
manusia diingatkan bahwa kita semua merupakan bagian dari Kristus.
Kristus hidup di dalam kesadaran kita. Dan itu benar. Tetapi gereja
menempatkan dirinya sebagai makelar bagi ritual itu. Pedahal tanpa
dimakelari oleh gerjea, kita memang sudah memiliki kesadaran Kristus.
Dari lahir sudah seperti itu.



Lalu ada sakramen pengakuan dosa, harus mengaku dosa kepada imam yg
lalu memberikan absolusi. Ini terlalu berlebihan, walaupun dampak
psikologisnya cukup baik juga bagi manusia masa lalu yg membutuhkan
afirmasi bahwa "dosa" (dalam tanda kutip) telah dihapuskan. Pedahal
kalau kita sadar bahwa apa yg kita lakukan tidak benar, dan kita mau
berubah, segala perasaan bersalah itu akan hilang dengan sendirinya.
Apa yg sudah terjadi, terjadilah. Tidak bisa kembali lagi. Dan kita
cuma bisa memaafkan diri kita sendiri saja.



Ada lagi sakramen perkawinan di mana dikatakan bahwa apa yg sudah
disatukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Jadi, apabila
anda menikah di gereja Katolik Roma, maka sampai kapanpun anda tidak
bisa bercerai. Tidak bisa bercerai di mata gereja (baca Tuhan),...
kecuali Vatican memberikan dispensasi. Jadi, kalau ada dispensasi, maka
perkawinan anda akan dianggap tidak pernah ada oleh gereja yg
sebelumnya pernah menikahkan anda. Tetapi prosesnya rumit, bisa tahunan
dan, setahu saya, telah membuat entah berapa banyak manusia menderita.



Di negara-negara maju, perkawinan oleh gereja tidak sama oleh
perkawinan di catatan sipil. Jadi, mereka yg dinikahkan oleh gereja
harus dinikahkan lagi oleh pencatatan sipil baru diakui sebagai legal.
Tetapi di Indonesia yg terjadi adalah pelecehan HAM atas nama agama,
dan gereja Katolik ikut serta berkomplot. Anda bisa menikah secara
Katolik di Indonesia, dan dicatat juga oleh catatan sipil. Tetapi kalau
anda mau bercerai, maka gereja juga harus dimintakan persetujuannya.
Ini pelecehan HAM. Dan banyak orang yg menikah secara Katolik akhirnya
menjadi korban dari birokrasi itu. Harus menunggu bertahun-tahun. Kalau
gereja tidak mengijinkan perceraian, maka anda tidak bisa menikah
kembali. Tidak akan bisa menikah kembali kecuali anda menyatakan diri
ke luar dari gereja Katolik. Kurang lebih seperti itu situasinya,
sangat kabur memang karena orang malu untuk membicarakannya.



Agama-agama di Indonesia semuanya punya andil dalam mengekalkan rejim
Suharto yg melahirkan UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 di mana dikatakan
bahwa hanya yg seagama bisa dinikahkan secara sah dan diakui oleh
negara. Kalau tidak seagama maka tidak bisa menikah. Pedahal menurut
Konvensi HAM PBB yg juga telah diratifikasi oleh Indonesia, setiap
manusia berhak menikah tanpa diskriminasi berdasarkana SARA. Di
Indonesia, mereka yg mau menikah masih di-diskriminasi berdasarkan
agamanya.



Tentu saja hal ini bukanlah spiritualitas melainkan politik.
Agama-agama memperoleh fasilitas dari rejim Suharto. Fasilitas untuk
semakin mengekalkan cengkeraman mereka terhadap umat. Dan umat beragama
adalah rakyat yg juga dicengkeram oleh pemerintah ORBA. Dengan kata
lain, agama-agama dan pemerintah bejat memang selalu bekerjasama.
Kerjasama yg saling menguntungkan. Simbiosis mutualisma. Seperti di
Eropah pada masa lalu, gereja Katolik Roma juga bisa bekerja-sama
dengan rejim Suharto. Yg jadi korban adalah rakyat, umat, anda dan saya.



To be fair, di luar segala kebejatan dan kediktatoran gereja Katolik,
masih ada kelebihannya. Dibandingkan dengan agama-agama lain di
Indonesia, Katolik memiliki banyak sisi positif, terutama dalam hal
pengabdian masyarakat. Rumah sakit dan sekolah Katolik jumlahnya banyak
sekali, dan sudah ada di Indonesia sejak jaman Belanda. Intelektual
Katolik juga tidak terhitung. Soegijapranata yg menjadi seorang
pahlawan nasional itu seorang uskup Katolik. Beliau dekat sekali secara
pribadi dengan Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati. Orang Katolik sudah
membangun Indonesia bahkan jauh sebelum kemerdekaan.



Mayoritas penganut Katolik Indonesia ada di Jawa, berasal dari etnik
Jawa. Dan ini memberikan kestabilan yg luar biasa bagi Indonesia. Tanpa
ada penyeimbang berupa sumbangan pemikiran dan karya dari dunia Katolik
(dan Protestan juga), Indonesia akan sangat lebih miskin daripada
sekarang. Tetapi orang Katolik tidak semuanya agamis. Mungkin hampir
seluruhnya dari intelektual Katolik itu orang agnostik. Saya tahu
sendiri. Jadi, mereka bisa saja menghadiri misa kudus, bisa saja aktif
dalam kegiatan sosial, tetapi secara keimanan mereka mengerti bahwa
segalanya itu simbol belaka. Kristus itu kesadaran kita. Mau diputar
dengan ritual apapun, kesadaran kita tetaplah Kristus. Dan itu abadi.



Saya sendiri bersekolah di sekolah Katolik sampai lulus SMA. Saya bisa
enjoy segalanya kecuali satu, yaitu ritual mencium kaki salib Yesus
pada hari Jumat Agung. It's the most disgusting thing to me. Umat akan
maju satu-persatu ke depan, dan mencium kaki salib Yesus. Tetapi ketika
giliran saya sampai, saya akan pura-pura ke belakang. Ngapain itu kaki
patung diciumin ?



Jesus lives in our kesadaran, dan kita tidak perlu cium-cium kaki
patungnya. Biarpun dibilang bahwa ritual itu sudah ada lebih dari 1,000
tahun, saya tidak mau menjalaninya. I know Jesus lives in me, and I
don't need to kiss his feet or his ass...





+



PERCAKAPAN 2: GOD CAN'T DO IT FOR YOU





T = Halo Mas Leo,



Ada sedikit pertanyaan yang sering mengganggu pikiran saya, mungkin Mas
Leo bisa memberikan sedikit pencerahan: Apa yang kita cari di dunia ini
?



J = Saya tidak tahu saya mencari apa di dunia ini.



Karena saya sendiri tidak tahu saya mencari apa, bagaimana mungkin saya
berbicara bagi kita ? Bagi orang-orang lainnya ? Yg saya tahu, waktu
masih kecil tiba-tiba saya sadar bahwa saya sadar. Saya tahu bahwa saya
dipanggil Leo, dan saya melihat ke sekeliling saya wajah-wajah yg harus
dipanggil Mama dan Papa. Terus saya masuk SD, dan diajari bahwa kita
harus menurut sama guru dan orang tua. Lalu saya ikut upacara agama,
dan dikasih tahu bahwa saya harus menyembah Tuhan. Setelah saya puber,
saya jatuh cintrong sama teman satu kelas. Terus saya cium-cium dia dan
saya merasa berdosa. Dia juga suka kayaknya, tapi menurut agama itu
salah. Dan akhirnya kami berpisah tanpa pernah bisa meng-consume
segala-galanya.



Jaman sekarang lebih enak karena ada facebook, kita bisa baca bahwa
segalanya halal. Di jaman saya SMA semuanya masih haram jadah, kondom
jarang di jual. Tetapi di masa sekarang many things have become halal
dan tidak perlu menjadi obsessi lagi. Cinta is obsessi. Obsessi semacam
yg ada di lagu Arjuna Mencari Cinta sampai saya sadar sendiri bahwa
saya bukan Arjuna. Bukan Bima. Bukan wayang, in short... Ternyata saya
adalah saya, dan yg saya cari selalu berubah tergantung apa yg saya
butuhkan. Kalau saya butuh, maka saya cari. Kalau saya tidak butuh,
saya tidak cari.



T = Setelah kita mendapatkan apa yang kita cari, mau dibuat apa ?



J = Terserah kita dong.



Kita sudah dapatkan cinta itu, for instance, lalu kita pake siang malem
sampe kita bosen. Udah gitu kita bisa say goodbye, pisah secara
baik-baik. Udah gitu kita nyari yg lain lagi sampe emosi ingin diterima
oleh orang lain, baik sejenis maupun berlawanan jenis, akhirnya
menghilang dengan sendirinya dari diri kita. Tidak ada lagi keinginan
untuk mencari karena sudah pernah didapatkan, dinikmati, bosen, dan gak
kepengen lagi. Setahu saya, apa yg telah kita dapatkan dengan full
tidak akan mengakibatkan kita terobsessi.



Kalau sudah mendapatkan Tuhan, maka kita tidak akan terobsessi untuk ke
tanah suci lagi. Tanah yg kita pijak sudah suci, suci karena kita
bilang itu suci. Karena kita sudah full menginjak tanah suci di
mana-mana, ngapain pergi ke tanah suci yg disucikan oleh orang lain, ya
gak ?



Banyak hal yg tadinya kita inginkan akhirnya tidak lagi kita inginkan
ketika kita sadar bahwa kita cuma kena sugesti iklan saja. Sugesti
iklan MLM. Sugesti iklan agama. Sugesti bujuk rayu ulama untuk pakai
jilbab. Kena diiming-imingi oleh Sorga dan ditakut-takuti oleh Neraka.
Kita tidak inginkan lagi semuanya karena kita tahu kita pernah berada
di sana. I've been there. Saya sudah pernah masuk ke dalam jebakan
agama, baik yg fanatik maupun kurang fanatik, dan saya tahu rasanya
bagaimana berbangga diri menjadi penganut agama yg terakhir dan
sempurna. Setelah itu saya rasakan akhirnya saya bosan karena saya
mengerti bahwa saya cuma menipu diri saya sendiri saja. Akhirnya saya
buang saja semuanya.



T = Apa tugas kita sebetulnya ?



J = Tugas saya adalah melaksanakan apa yg saya anggap sebagai tugas saya.



Saya tahu ada hal-hal yg harus saya bereskan di dunia ini sebelum saya
moksa masuk Nirvana. Orang lain tidak bisa melakukannya, dan mau tidak
mau saya harus turun tangan dan kaki juga. Maka turunlah saya. I do it
myself. Itu tugas saya. Tugas anda tentulah apa yg anda putuskan
merupakan tugas anda, dan saya tidak bisa berbicara mewakili anda. You
have to decide what your duties are. You have to decide about it
yourself. Not even God can do it for you...





+



Leo

@ Komunitas Spiritual Indonesia 
<http://groups.yahoo.com/group/spiritual-indonesia>.



Ritual mencium kaki salib Yesus pada hari Jumat Agung di gereja Katolik Roma.


      New Email names for you! 
Get the Email name you&#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Reply via email to