Upaya Editor Menghindari Frustrasi
---Anwar Holid

Hampir dua bulan ini aku menangani dua naskah yang mirip. Secara prinsip, 
terjemahan naskah itu sudah benar. Setidaknya itulah klaim penerbit. Penerjemah 
naskah itu orang terkemuka dan ahli di bidangnya. Jadi secara keilmuan dia bisa 
diandalkan dan wawasannya mumpuni. Untuk sementara, aku sulit membantah klaim 
itu dan percaya omongan penerbit. 

Di ruang kerja sederhanaku, ketika siap-siap membedah naskah itu, barulah aku 
merasakan sulitnya menangani terjemahan itu. Memang tugas editor ialah 
meluweskan penuturan, memadukan inkoherensi paragraf, membuat keterbacaan 
naskah tinggi. Itu mirip tugas utama dokter ialah menyembuhkan pasien atau 
petugas kebersihan kota menyingkirkan sampah. Begitulah adanya. Tapi kalau kamu 
mendapati tugas kamu ternyata begitu bikin suntuk, terlalu sulit atau 
menggunung, wajar bila ia bikin stres atau frustrasi. Seorang striker bisa 
frustrasi dan kalap kalau terus-menerus gagal mencetak gol dan kesulitan 
mendobrak pertahanan lawan, atau kiper lawan terlalu tangguh. Kalau sifat 
ksatrianya cedera, dia bisa gelap mata dan akhirnya bertindak curang dengan 
melakukan diving. Tantangan setiap pekerjaan itu sama. Namun menyebalkan bila 
faktanya beban kamu terlalu berat. Ada yang salah, dan itu bukan salah kamu, 
melainkan proses sebelumnya atau kasusnya memang berat. Untuk itu
 kamu hanya harus tabah dan bertahan. Lakukan inovasi dan istirahat secukupnya.

Begitu menghadapi baris kalimat sulit, aku yakin ada yang salah dari 
penanganannya. Aku kerap kesulitan menangkap maksud kalimat itu sebenarnya apa. 
Bahasanya ribet. Banyak banget kalimat panjang melelahkan, bahkan bisa terdiri 
dari satu paragraf! Yang terdiri dari tiga - empat baris juga banyak. Polanya 
pun masih dalam bahasa sumber, dan kerap berbentuk negatif. Dalam kalimat 
panjang itu selalu ada sisipan anak kalimat berisi tambahan informasi, termasuk 
hal-hal trivial yang bahkan sering berulang di bagian sebelumnya. Ini jelas 
gaya sang penulis, dan penerjemah membiarkannya. Bikin capek baca, dan energiku 
terkuras dengan cepat. Penerbit suka menggampangkan kondisi ini, bilang bahwa 
beban editor ringan. Padahal meluweskan bahasa, dengan penyampaian yang enak 
itu penting sekali dalam sebuah buku. 

Kalimat pendeknya saja suka membingungkan. Contoh: "Pidatonya merupakan yang 
tidak lazim antara kepalsuan dan sifat agresif yang terang-terangan." Maaf, ini 
apa maksudnya?

Kalimat panjangnya antara lain begini: "Al-Quran menjasadkan di depan mata kita 
suatu gambaran yang hidup, dan menggerakkannya pada lebih dari satu arah, untuk 
mengimbau orang-orang yang merasa tidak berdaya itu untuk membebaskan diri dari 
tekanan, sejak sekarang, agar kelak mereka tidak menghadapi konsekuensinya 
sesudah mereka mati, dengan sikap menyerah pada kelemahan diri, sebagai suatu 
unsur yang sangat diperingatkan untuk dijauhi."

"Kekuatan-kekuatan hegemonis itu, yang menganggap kemajuan ilmu pengetahuan dan 
teknologi bangsa merdeka dan mandiri sebagai ancaman terhadap monopoli mereka 
dalam instrumen kekuasaan yang penting ini dan yang tidak ingin melihat 
keberhasilan yang sama di negara-negara lain, telah salah mengartikan teknologi 
nuklir Iran yang terjaga dan aman sebagai usaha untuk membuat senjata nuklir."

"Bagaimanapun, kalau ada kebebasan pribadi yang akan dipertahankan mati-matian 
oleh seseorang di dunia modern, itu adalah haknya yang tidak boleh diingkari 
untuk menyaksikan pertandingan sepakbola di televisi, dan kuatnya dorongan 
pandangan umum, bahkan di kalangan Islam fundamentalis dengan kepala yang penuh 
dengan dalih-dalih teologis untuk menentangnya, pemerintah terpaksa menayangkan 
pertandingan sepakbola di televisi."

Halo... rasanya aku menerima sandi dari alien. 

Seberapa besar usaha seorang editor menyunting kalimat itu, berapa lama waktu 
yang dia butuhkan? Atau sebaliknya, seberapa toleran dia boleh bilang bahwa 
kalimat itu sudah jernih?

Kondisi itu membuat tugasku mengubah penyampaian agar luwes, lincah, mudah 
dicerna, dan lancar justru bakal paling besar menyita energi. Memoles dan 
melenturkan kalimat itu kerap butuh coba-coba dan mengutak-atik dulu sebelum 
akhirnya menemukan penyampaian yang paling pas. Butuh waktu dan energi besar. 
Bayangkanlah pekerja furnitur kayu jati yang mengamplas ukiran kasar menjadi 
halus. Dia melakukannya berhari-hari, terpaksa harus menghirup hamburan 
serbuknya, dengan tenaga yang hebat. Itulah kerja keras. Itulah yang juga harus 
dihadapi penyunting bila menemukan kalimat-kalimat kasar, penuh gerinjul, 
menyulitkan makna.

Saking sebal, aku berprasangka penerjemah ini mungkin awalnya berpikir bahwa 
pekerjaannya sudah keren, jadi dia serahkan ke penerbit. Coba kalimat-kalimat 
berlepotan dan penuh lumpur itu dibiarkan, lantas langsung dibungkus dan 
ditawarkan ke publik. Aku yakin seminggu kemudian pembacanya pada sakit kepala. 
Atau mereka langsung melemparkannya ke tong sampah. Aku jadi ingat pelajaran 
pertama seorang penyunting dari dosenku, ibu Sofia Mansoor, yang mengenalkan 
istilah "keterbacaan"---yaitu tingkat suatu naskah mudah atau sulit dipahami. 

Penulis, penerjemah, penyunting bahu-membahu untuk menghasilkan naskah dengan 
keterbacaan tinggi. Bila rendah, harus diubah, atau minimal membuatnya lebih 
mudah. Tapi itu pun bukan harga mati. Keterbacaan sebagian karya memang rendah. 
Misal Finnegan's Wake (James Joyce) atau puisi Afrizal Malna dan Nirwan 
Dewanto. Mau apa kita dengan naskah seperti itu? Mau berkompromi? Di ranah 
nonfiksi juga sama. Aku pernah berusaha baca The Uses of Literacy (Richard 
Hoggart) yang konon penting, tapi hanya sedikit sekali yang aku paham dari 
pemaparannya. Kemungkinannya ialah otakku terlalu tebal terhalang kabut. Susah 
memahami membuat orang jadi mudah frustrasi.

Seorang penyunting lain mendapat kasus serupa, mengeluhkan buruknya bahasa yang 
dia garap, sampai merasa bahwa tawaran honornya terlalu kecil untuk menangani 
naskah menyebalkan seperti itu. Aku setuju. Karena menyita energi, emosi, bikin 
frustrasi, kompensasi menggarapnya harus sepadan. Penerbit bagus biasanya bisa 
diajak bicara tentang seberapa jauh tingkat kesulitan editing yang dilakukan 
editornya, terutama editor outsource. Mereka biasanya minta bukti (sampel). 
Kalau sepakat bahwa naskah itu memang sulit, mereka setuju menaikkan 
honor---sesedikit apa pun itu.

Kalau setiap hari menemukan kalimat kacau, manusia akan jadi cepat lapuk. Ada 
yang salah bila kita gagal menangani kesulitan berbahasa, menangkap pesan 
dengan jernih, atau mengungkapkan dengan baik. Di dalam Writing Tools (2006), 
Roy Peter Clark mensinyalir malapetaka dari konsekuensi tulisan buruk, baik 
untuk bisnis, profesi, pendidik, konsumen, dan warga negara. Buruknya tulisan 
dalam laporan, memo, pengumunan, dan pesan menguras biaya dan waktu. Itu 
merupakan gumpalan darah di lembaga politik dan pemerintahan. Membuat arus 
informasi mampat. Masalah penting terus mengendap dan tertutup. Kesempatan 
untuk perbaikan dan efisiensi tetap terkubur (hal. 7-8). 

Tulisan sulit membuat pembaca kepayahan. Padahal tujuan membaca dan menulis 
ialah kefasihan, mengungkapkan maksud secara jernih dan lancar. "Tulisan juga 
harus mengalir dengan lancar dari penulis. Idealnya memang seperti itu," tegas 
Clark.

Aku bukan hendak memuliakan editor atau memberat-beratkan tugasnya. Seperti aku 
bilang, profesi ini sama dengan profesi lain. Ia memiliki tantangan dan 
kesulitan sendiri. Jadi editor mungkin mustahil membuat kamu mati luka-luka 
seperti tentara tertembak di medan perang. Tapi kamu bisa gila kalau gagal 
menangani kalimat kacrut yang bikin akal dan logika jadi putus asa.[]

Anwar Holid, bekerja sebagai editor dan penulis. Blogger @ 
http://halamanganjil.blogspot.com.

KONTAK: war...@yahoo.com | Tel.: (022) 2037348 | HP: 085721511193 | Panorama II 
No. 26 B Bandung 40141

Anwar Holid: penulis, penyunting, publisis; eksponen TEXTOUR, Rumah Buku.

Kontak: war...@yahoo.com | (022) 2037348 | 085721511193 | Panorama II No. 26 B 
Bandung 40141

Sudilah mengunjungi link ini, ada lebih banyak hal di sana:
http://www.goethe.de/forum-buku
http://www.rukukineruku.com
http://ultimusbandung.info
http://www.visikata.com
http://www.gramedia.com
http://halamanganjil.blogspot.com 

Come away with me and I will write you
---© Norah Jones


      

Reply via email to