Allah itu ibarat Bapak yo sok njewer anaknya kalau dong nakal.La wong Padang 
dan Aceh itu berbahagialah sebab masih dianggap anaknya.Kan gak ada seorang 
Bapak njewer anaknya tetangga yang nakal,pasti yang dijewer itu anaknya 
sendiri.Tapi kalau si anak tsb sudah nakalnya kelewat lewat bisa bisa dibiarin 
jungkir balikkpun dibiarin.
Saya denger tadinya dipantai Pariaman ada 16 orang yang pesta sex,lalu Hukum 
disana matrileneat padahal Islam patrileneat.Nah soal yang begitu begitu 
sebaiknya ybs yang harus instuspeksi.
Kalau Aceh?
Kan dulu GAM Islam mbedil transmigran Jowo Islam,lalu TNI Islam mbedil GAM 
Islam,padahal Islam melarang Islam membunuh Islam.
Kalau Jakarta banjir terus dah gak usah diomongin lah Jakarta itu apa2nya 
paling top.

Tawangalun.

--- In zamanku@yahoogroups.com, yk kdj <yk_...@...> wrote:
>
> Bencana di daerah syariat atau di manapun tempat-tempat dimana banyak 
> orang-orang yang merasa suci berada adalah untuk menunjukan bahwa pada saat 
> terjadi bencana yang diperlukan adalah kemanusiaan yang universal bukan 
> syariat atau pandangan keagamaan.� Pada saat bencana terjadi yang 
> dibutuhkan adalah orang-orang yang mau saling membantu tanpa memandang apapun 
> agamanya.
> 
> Memandang bencana dari kaca mata agama adalah sebuah kejahatan 
> kemanusiaan.� Sodom dan Gemorah adalah suatu contoh kejahatan agama 
> terhadap sebuah bencana.
> 
> Tanpa tahu bagaimana kondisi keseluruhan masyarakat di Sodom dan Gemorah, 
> agama telah memandang bencana alam yang memusnahkan Sodom dan Gemorah sebagai 
> kutuk Tuhan.
> 
> Contoh lain adalah Aceh.� Ketika bencana datang, bantuan dari seluruh dunia 
> berdatangan tanpa melihat masalah agama.� Sedangkan kalau dilihat dari sisi 
> agama, betapa hati sangat sedih saat mendengar tayangan video amatir sat awal 
> yang tanpa sensor, di mana si pembuat video mengeluhkan bencana yang menimpah 
> masyarakat Aceh yang taat beragam, dan mengapa bukan di tempat lain yang 
> penuh maksiat menurut versi mereka.
> 
> Tuhan itu tahu, bahwa bila bencana datang menimpa suatu masyarakat yang 
> menganggap dirinya suci, pasti bantuan akan datang dari masyarakat lain yang 
> juga sama-sama menganggap dirinya suci dan juga dari masyarakat yang dianggap 
> setan oleh masyarakat suci tersebut.� Saat tulah kemanusiaan akan 
> dipersatukan.
> 
> Akan tetapi bila bencana menimpa masyarakat setan, pasti tak ada bantuan 
> datang dari para orang-orang suci tersebut.� Saat itulah kemanusiaan 
> dikalahkan oleh pandangan keagamaan.
> 
> Sayangnya, setelah bencana lewat, maka kemanusiaanpun akan berlalu.� 
> Secepat itulah Aceh telah melupakan kemanusiaan yang datang dari negeri para 
> Syeitan,� dan segera bergegas menerapkan hukum syariat yang makin kuat.� 
> Akahkah terulang di Garut/Tasik dan Minang?
> 
> --- On Fri, 10/9/09, mediacare <mediac...@...> wrote:
> 
> From: mediacare <mediac...@...>
> Subject: [zamanku] Robohnya Syariat Kami
> To: afsjo...@yahoogroups.com, zamanku@yahoogroups.com, 
> sukuku...@yahoogroups.com
> Date: Friday, October 9, 2009, 4:27 PM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> �
> 
> 
> 
> 
>     
>                   
> 
> 
> Robohnya Syariat 
> Kami
> 
> "Kamu tinggal di tanah Indonesia yang maha kaya raya. Tapi, 
> engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Aku beri 
> kau 
> negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena 
> beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang."
> 
> Petikan dari cerpen "Robohnya Surau Kami" oleh AA 
> Navis
> �
> ____________ _________ _________ ___
> �
> Protes
> �
> Kenapa bencana alam kini banyak terjadi di wilayah yang menegakkan Syariat 
> Islam? 
> �
> Banyak orang protes atas� terjadinya G-30-S (Gempa� 30 September) 
> di wilayah Sumatra Barat yang� berkekuatan cukup dahsyat: 7,6 SR. Kenapa 
> di� wilayah yang sudah menegakkan Syariat Islam kok� masih dikirim 
> bencana alam? Protes serupa juga� pernah terjadi saat sebagian wilayah Aceh 
> digulung� tsunami. Dalam sebuah video amatir sempat terekam 
> seorang perempuan Aceh berujar, kira-kira isinya� seperti ini: "Ya 
> Allah, Kenapa bukan non-muslim� yang dikasih bencana? Kenapa kami yang 
> diberi azab,� bukan mereka?" 
> 
> Sebelum terjadi tragedi G-30-S Sumbar, beberapa� minggu sebelumnya 
> sebagian wilayah Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya yang menerapkan Syariat 
> Islam, juga diguncang oleh gempa bumi. Ada apa ini, ya Tuhan? 
> 
> Terkait dengan tragedi G-30-S Sumbar, ramailah� kiriman pesan 
> lewat SMS, milis, facebook, twitter� dan jejaring sosial online lainnya: 
> Gempa bumi di Sumbar yang terjadi pada 30 September� 2009 pukul 17.16 
> dikaitkan Surat 17 Ayat 16� Alquran. Orang ramai menyebutnya "ilmu gathuk 
> mathuk":
> �
> "Tuhan akan membinasakan suatu negeri karena� keingkaran 
> orang-orang yang hidup mewah di negeri� itu."
> 
> Kenapa terjadi di Sumbar, bukan di Jakarta yang� serba mewah? 
> Warga Sumbar banyak yang miskin, taat� beribadah!" Protes urang awak. 
> 
> �
> Robohnya Surau Kami
> �
> Terkait dengan Ranah Minang, penulis A.A Navis pernah menuliskan sebuah 
> cerpen berjudul "Robohnya Surau Kami". Cerpen ini bercerita tentang� kisah 
> tragis matinya seorang Kakek penjaga surau� (masjid yang berukuran kecil) 
> di kota kelahiran� tokoh utama cerpen itu. Dia - si Kakek, meninggal� 
> dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat� cerita dari Ajo Sidi - 
> si pembual, tentang Haji Soleh� yang masuk neraka walaupun pekerjaan 
> sehari-harinya� beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si� 
> Kakek. Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah� orang yang rajin beribadah, 
> semua ibadah dari A� sampai Z ia laksanakan semua, dengan tekun.Tapi,� 
> saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia� masuk surga atau neraka, 
> Haji Soleh malah� dimasukkan ke neraka. Haji Soleh memprotes Tuhan,� 
> mungkin dia alpa pikirnya.
> �
> Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah� alasan dia masuk 
> neraka. "Kamu tinggal di tanah� Indonesia yang maha kaya raya,tapi, engkau 
> biarkan� dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya� semua. Aku beri 
> kau negeri yang kaya raya, tapi kau� malas. Kau lebih suka beribadat saja, 
> karena� beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak� membanting tulang." 
> Merasa tersindir dan tertekan� oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh 
> diri.� Dan Ajo Sidi yang mengetahui kematian Kakek hanya� berpesan 
> kepada istrinya untuk membelikan kain� kafan tujuh lapis untuk Kakek, lalu 
> pergi kerja. 
> 
> �
> �
> Facebook:
> Bizzcomm Indonesia
>


Kirim email ke