Saya juga tidak habis mengerti apa hubungannya keberhasilan ekonomi dengan 
IHSG. 
Harga harga pada naik, listrik naik, tabung elpiji yang meledak di mana mana 
tanpa ada yang merasa bertanggung jawab, kok begitu dibilang berhasil semata 
mata karena indikator IHSG. Ini adalah pemikiran neo liberal yang tidak membumi 
dengan masyarakat di Indonesia. Sebaiknya  lebih membumilah dengan kenyataan 
masyarakat sekarang ini. Realistis perlu dilakukan dengan melihat sesuatu yang 
lebih riil. Menteri mundur IHSG turun jadi panik bukan main yang katanya 
ekonomi 
mundur karena IHSG. Saya lebih menyenangi pernyataan Pak JK kalau melihat 
ekonomi Indonesia ya pergilah ke Tanah Abang, pergilah ke pasar pasar. Di sana 
itu baru namanya ekonomi masyarakat. Kuat  nggak masyarakat membeli barang 
barang di pasar. Baru itu namanya keberhasilan bisa diukur.




________________________________
From: Oka Widana <o...@ahlikeuangan-indonesia.com>
To: Millis AKI <ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com>
Sent: Sat, July 24, 2010 1:40:07 PM
Subject: Re: [Keuangan] Selamat kepada Team Ekonomi Indonesia

   
Memang ucapan selamat, kalopun ada yg mau mengucapkan, masih terlalu dini. Akan 
tetapi, kita juga perlu paham IHSG bukanlah indikator yang berdiri sendiri. Itu 
merupakan resultante dari berbagai indikator lainnya. 


Sederhananya, IHSG bisa naik, karena sovereign risk Indonesia yg membaik, 
sehingga banyak investor portfolio mau menanamkan uangnya dipasar keuangan 
kita. 
Membaiknya sovereign risk, tentu juga karena membaiknya indikator2 makro 
seperti 
pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dst.... 


Saya paham bahwa banyak yg berpendapat keberhasilan ekonomi seharusnya diukur 
dengan apa yg dirasakan masyarakat secara riel, sehari-hari. IHSG naik, tapi 
harga sembako naik tak terkontrol, biaya pendidikan dan kesehatan menggila, 
sementara peningkatan upah tak sebanding. 


Kita pasti tak bisa menerima ketika IHSG naik dan Pemerintah diberi selamat, 
padahal kasat mata, orang miskin tambah banyak. Tetapi secara statistik, 
dikatakan orang miskin berkurang...... 


Saya tak menafikan keberhasilan yg sudah dibuat. Cuma, kita seharusnya lebih 
berani dan progresif, sehingga tdk ada kesan kita menipu diri sendiri ketika 
mengclaim keberhasilan. Misalnya, apakah benar kemiskinan diukur dg pendapatan 
Rp. 8000-an perhari? Apa benar yg disebut penganggur adalah orang yg bekerja 
kurang dari 2 jam selama seminggu? Dan berbagai asumsi, indikator atau 
statistik 
apapun namanya.... 


Jabat erat dan tabik 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke