Ko Zhou,

Pandangan anda sepertinya bernuansa "pertarungan bebas" untuk memperebutkan 
kursi. Itu sangat ideal untuk kondisi ideal.
Kondisi ideal adalah jika tingkat pendidikan, tingkat kesadaran politik, 
tingkat akses ke politik, dll ... sama. Mungkin negara yang sudah mendekati 
kondisi tersebut adalah Amerika, yang juga masih memberikan kesempatan 
keterwakilan kepada etnis native Indian & Afro Amerika.

Apa benar kondisi ideal itu sudah terjadi di Indonesia?

Menurut saya, anda harus berpijak pada kenyataan bahwa kondisi ideal tersebut 
belum tercapai. Harus ada pembelaan kepada yang "kalah", agar memiliki 
kesempatan mencapai kesetaraan dulu.

Bukan kepada suku minoritas Tionghoa saja kesempatan seharusnya tersebut 
diberikan, tetapi juga kepada suku Papua yang notabene meskipun menang massa, 
tetapi kalah di pengalaman politik & pendidikan.

Begitu juga dengan bidang ekonomi. Tidak pantaslah kita menutup mata terhadap 
perbedaan skill berbisnis. Katakanlah antara etnis saya Tionghoa dengan etnis 
Papua. Kanak-kanak kita sudah disuruh ikut nimbang palawija (gua tiak) bersama 
orang tuanya, ketika kanak-kanak Papua masih berusaha mengenali rupiah. No SARA.
Pertarungan bebas dalam berbisnis dengan etnis Tionghoa, menurut saya, jelas 
akan semakin membuat etnis Papua terpuruk secara ekonomi. Etnis Papua harus 
mendapatkan kemudahan lebih dibandingkan etnis Tionghoa. Itu baru pertandingan 
yang adil & berniatan baik. No SARA.

Analogi yang sama dengan anda mengajak kumite anak saya yang tujuh tahun. 
Tangan & kaki anda harus diikat, mulut dilakban, masih dilem di tembok... itu 
baru pertandingan berimbang & jantan  :)

Salam

Chen Gui Xin

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:
>
> Saya tdk setuju ada utusan golongan berdasarkan ras, juga tak setuju ada 
> utusan golongan berdasarkan agama! Ini yg membedakan saya dng orde lama 
> maupun orde baru! Ini adalah masalah prinsip demokrasi, tak ada hubungannya 
> dng slogan pancasilanya orde baru!
> 
> Jika kehidupan politik dan hukum sebuah negara sudah berjalan normal, semua 
> warga negara sederajat di depan hukum, yg berlaku adalah meritokrasi, siapa 
> cakap dia yg akan diberi tempat, bahkan menjadi seorang presiden pun seorang 
> tionghoa dimungkinkan, utk apa kita hrs me rengek2 minta diberi hak istimewa 
> sbg utusan golongan?
> 
> Pada hakekatnya, adanya utusan golongan di orla adalah kebijakan transisi, 
> bukan sistem yg tak boleh diganggu gugat, jika kita sekarang gencar 
> mengkritik orde baru, bukan berarti hrs 100% kembali ke orde lama. Seperti 
> sistem parlementer maupun demokrasi terpimpin orde lama yg kacau balau, apa 
> perlu dipraktekkan ulang?
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> -----Original Message-----
> From: Azura-Mazda <extrim_blue...@...>
> Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Thu, 2 Sep 2010 02:53:30 
> To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> 
> Komentar ko Fuyen persis tepat pendapat Orde Baru
> bahwa utusan golongan rasial itu ga selaras dgn
> nilai-nilai Pancasila. makanya utusan golongan ras model
> Orde Lama diberedel & digantikan dengan utusan golongan
> ABRI dan AGAMA. 
>  
> Di era repotnasi, komposisi semacam ini dirasa ga relevan
> maka diubah jadi DPD. 
>  
> Utusan Golongan bertentangan dengan "demokrasi"???? 
> Saya tidak bisa jawab. Tapi arrangement repotnasi pun
> tidak mengakomodir kepentingan dan suara golongan
> Tionghoa. karena itu, menurut saya, harus dikembalikan
> utusan golongan semodel Orde Lama dahulu. 
>  
> Sebenarnya, di masa akhir pemerintah Suharto sudah
> bepikir untuk mengembalikan model lama. 
>  
> Denger-denger, Rudini selaku ketua KPU menghendaki Susi
> Susanti dan Alan Budikusuma sebagai ketua fraksi utusan
> golongan Tionghoa. Tapi ditolak oleh seorang tokoh tionghoa
> ngetop pengarang buku tebel 1000 halaman. Dengan alasan
> kalo Susi Susanti ga ngerti politik. Pernyataan ini diucapkan
> langsung di hadapan Susi dan Alan hingga keduanya marah
> dan tidak bersentuhan lagi dengan komunitas Tionghoa. 
>  
> 
> 
> --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@... <zho...@...> menulis:
> 
> 
> Dari: zho...@... <zho...@...>
> Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 12:54 AM
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan 
> makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis!
> 
> Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha 
> pilih tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih 
> harrytjan, yg kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan 
> lain lagi! Jika pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd!
> 
> Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural 
> bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota 
> Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. 
> 
> Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan 
> pengusaha tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan 
> golongan tionghoa jelata.
> 
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> 
> From: Azura-Mazda <extrim_blue...@...> 
> Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 -0700 (PDT)
> To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> 
>   
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal
> kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR.
> Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap,
> Tionghoa, India, Indo Eropa. 
>  
> Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI
> dan golongan agama. 
>  
> Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. 
> Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan
> ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan
> apa pun. 
> 
> --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@... <zho...@...> menulis:
> 
> 
> Dari: zho...@... <zho...@...>
> Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM
> 
> 
>   
> 
> Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! 
> Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok.
> 
> Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun 
> akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling 
> hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg 
> berseberangan! 
> 
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> 
> From: Azura-Mazda <extrim_blue...@...> 
> Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 -0700 (PDT)
> To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> 
>   
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu
> sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama
> tunggal. 
>  
> 
> 
> --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@... <zho...@...> menulis:
> 
> 
> Dari: zho...@... <zho...@...>
> Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
> kemakmuran bersama?
> Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM
> 
> 
>   
> 
> Percayalah, Malaysia adalah bom waktu!
> Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai 
> adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita 
> harus berjalan mundur?
> Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi 
> putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah 
> mereka masih dpt bersaing?
> 
> Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan 
> ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi 
> untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi 
> perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua 
> ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka 
> tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam 
> sedan dan rumah mewah.
> 
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> 
> From: Harry Adinegara <sans_culotte...@...> 
> Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT)
> To: <tionghoa-...@yahoogroups.com>; budaya 
> tionghua<budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Cc: gelora45<gelor...@yahoogroups.com>; media care<mediac...@yahoogroups.com>
> Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
> bersama?
> 
>   
> 
> 
> 
> Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal  berita soal Pak Wapres 
> Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan 
> sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. 
>  
> Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan 
> policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang 
> dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk 
> menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis 
> Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja 
> sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah 
> untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) 
> ini untuk bisa kerja sama  menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan 
> achir , kemakmuran bersama maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya 
> orang Malay (bumi putra) yang mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, 
> duduk sama rendah. Caranya dengan , apa yang dikenal
> dengan affirmative action.  Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis 
> memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan 
> keluar(solusi)  dari kejadian ini  yang telah menelan korban jiwa dan 
> harta, Mencari idee ,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk 
> mengatasi kejadian ini dan mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama 
> segenap kekuatan bagi kemajuan negara Malaysia. Caranya yalah dengan 
> memberikan ...preferential access ke misalnya bea siswa, kepemilikan saham 
> dalam perusahaan sampai ke pembelian rumah,policy ini akan memberikan 
> fasilitas pertama2 kepada bumi putra.  Dengan cara affirmative action ini 
> ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka para bumi putra akan 
> sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya  mustahil bisa terlaksana 
> karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak hal. Dalam kurun waktu 40 
> tahun semenjak policy NEP ini, dirasakan oleh pemerintah sekarang, sudah 
> sampai waktunya
>  untuk mengganti atau mengolah policy NEP ini dengan lebih rinci, 
> menghilangkan aspek policy yang kurang menguntungkan dan memberikan 
> "suntikan" baru agar kemajuan yang sudah sempat dicapai sekarang ini akan 
> bisa lebih di-galak-kan mengingat globalisasi dimana semua negara bersaing 
> untuk kemajuan negara nya masing2.
>  
> Mengapa NEP , oleh pemerintah Najib Razak perlu di olah /dirubah dan 
> disesuaikan dengan waktu dan pemrmintaan zaman ?  Dalam perjalanan policy 
> NEP ini, Malaysia sudah bisa mencapai hasil yang cukup mengagumkan. Pasca PD 
> II, waktu itu Malaysia bisa di golongkan sebagai negara miskin, 50% hidup 
> dalam kondisi kemiskinan. Sekarang hanya 4%, dan sebagain besar pribumi  
> bisa menikmati social welfare yang memadai. Tapi kemajuan ini membawa 
> complacency bagi rakyat Malaysia. Mereka jatuh ke era "middle income trap", 
> complacency jadi aturan hidup ,dan kemajuan dibidang R&D terbengkalai dan 
> produksi dalam negeri tidak memadai untuk bisa dianggap memberikan devisa 
> yang kecukupan. Ada kemajuan  per-capita income tapi tidak bisa menandingi 
> perkembangan negara sesama Asia misalnya Korea Selatan. Tahun 1970-an  Korea 
> Selatan nasional income capitanya $260 sedangkan Malaysia sudah unggulan 
> $380,, tapi dini hari Korea Selatan melejit jauh kedepan $19,800,= sedangkan
>  Malaysia ketinggal dan hanya sempat menggalang  $7,200.=. Karena ini 
> pemerintah Malaysia saat ini perlu mengolah kembali NEP dan menyesuaikan 
> policy yang mungkin sekarang sudah dianggap out of date karena sikon dalam 
> negeri dan dunia sudah berubah. 
>  
> Dicanangkanlah suatu model policy baru yang dinamakan NEM (New Economic 
> Model) Planning-nya yalah untuk memberikan stimuli ke sektor privat dengan 
> menghilangkan red tape, seperti policy NEP dengan aturan ala Ali-Baba dimana 
> bumiputra diberikan hak untuk dapat bermitra ,albeit mereka belum sanggup 
> ,menilik kondisinya, misalnya dalam ketrampilan suatu usaha.NEM mendorong 
> edukasi kepada segenap etnis, agar tidak terjadi brain drain dan memelopori 
> dengan kegiatan memajukan tenaga kerja tehnik.
> "Affirmative action won't be eliminated entirely under the NEM, but altered 
> to weed out abusive practices, target money where it is most needed and 
> support the MOST Worthy  Malay businessmen...all the while trying to open up 
> opportunities for minorities"(TIME)
>  
> Menilik pengalaman/kejadian di  negara tetangga Malaysia, yang bisa kita 
> lihat dalam hal pencanangang  dan pemberlakukan suatu policy yang 
> ber-asaskan rasialistis diskriminatif, seperti NEC ini, sebetulnya kita 
> perlu  lebih mendalami idee negara tetangga ini dan tidak serta merta 
> mengkatagorikan idee ini sebagai sesuatu yang rasistis diskriminatip? Yang 
> perlu kita hayati yalah  hasil achir yang positip ,....itu adalah tujuan 
> semua idee, semua ideologi , hasil achir yang memicu kita/berkerja sama untuk 
> masa depan yang gemilang untuk semua yang 
> yang berkiprah untuk kemaslahatan bersama dalam suatu wacana bineka tunggal 
> ika.
>  
> Apakah negara kita siap menerima rancangan semacam NEP? Apakah Mantan Pres 
> Yusuf Kalla itu dalam intinya punya idee semacam NEP ini bagi kemajuan 
> segenap warga negara,  dalam negara NKRI? Suatu pertanyaan yang sebenarnya 
> sukar/gampang  dijawab, tergantung dari kita semua, dengan mempertanyakan 
> kepada diri masing2 apakah , dipelopori ,oleh pemerintah yang kredibel/jujur 
> /adil dan punya fisi untuk masa depan negara dan bangsa, kita sama2 bisa 
> membangun negara yang adil dan makmur, walaupun starting pointnya kita perlu 
> menelan pil pahit dengan menerima idee semacam NEP yang bisa kita anggap 
> sebagai idee yang diskriminatip/rasistis? Tapi hasil achir bisa kita nikmati 
> bersama suatu kemakmuran bagi semua warga negara tanpa pilih kasih, tanpa 
> pilih kesukuan dan agama.
>  
> Harry Adinegara
>


Kirim email ke