Dear ko Fuyen, 
 
Dari mana anda bisa bilang sistem parlementer itu kacau balau? 
Justru dgn kondisi heterogen semacem indonesia ini maka
sistem yg paling tepat adalah sistem parlementer murni. 
 
Persoalannya adalah kondisi ideal yg anda awali dgn kata 
"jika" itu belum ada di Indonesia. 
 
Sehingga perlu sebuah sistem atao jalan yg memungkinkan
perjalanan menuju kondisi ideal itu berjalan mulus. Dan
pertanyaannya adalah apa sistem yg tepat dalam merespon
kondisi terkini yg jauh dari ideal. 
 
Sistem perwakilan golongan suku jelas merupakan ekspresi
demokrasi sesungguhnya. Jikalau melaksanakan sistem
yg anda katakan sebagai "pluralistik" di mana Tionghoa
kere bisa mewakili suara tionghoa di PDIP (sekalipun dari
pengamatan saya, banyak Tionghoa tajir di PDIP) maka
saya harus bilang itu IMPOSSIBLE. 
 
Esensi demokrasi jelas adalah VOTING. 
 
I don't believe in demokrasi. This is not our chinese way in
handling statecraft. 
 
 
 
 

--- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> menulis:


Dari: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
bersama?
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 7:38 AM


  



Saya tdk setuju ada utusan golongan berdasarkan ras, juga tak setuju ada utusan 
golongan berdasarkan agama! Ini yg membedakan saya dng orde lama maupun orde 
baru! Ini adalah masalah prinsip demokrasi, tak ada hubungannya dng slogan 
pancasilanya orde baru!

Jika kehidupan politik dan hukum sebuah negara sudah berjalan normal, semua 
warga negara sederajat di depan hukum, yg berlaku adalah meritokrasi, siapa 
cakap dia yg akan diberi tempat, bahkan menjadi seorang presiden pun seorang 
tionghoa dimungkinkan, utk apa kita hrs me rengek2 minta diberi hak istimewa 
sbg utusan golongan?

Pada hakekatnya, adanya utusan golongan di orla adalah kebijakan transisi, 
bukan sistem yg tak boleh diganggu gugat, jika kita sekarang gencar mengkritik 
orde baru, bukan berarti hrs 100% kembali ke orde lama. Seperti sistem 
parlementer maupun demokrasi terpimpin orde lama yg kacau balau, apa perlu 
dipraktekkan ulang?

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Azura-Mazda <extrim_blue...@yahoo.com> 
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Date: Thu, 2 Sep 2010 02:53:30 -0700 (PDT)
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
kemakmuran bersama?

  






Komentar ko Fuyen persis tepat pendapat Orde Baru
bahwa utusan golongan rasial itu ga selaras dgn
nilai-nilai Pancasila. makanya utusan golongan ras model
Orde Lama diberedel & digantikan dengan utusan golongan
ABRI dan AGAMA. 
 
Di era repotnasi, komposisi semacam ini dirasa ga relevan
maka diubah jadi DPD. 
 
Utusan Golongan bertentangan dengan "demokrasi"???? 
Saya tidak bisa jawab. Tapi arrangement repotnasi pun
tidak mengakomodir kepentingan dan suara golongan
Tionghoa. karena itu, menurut saya, harus dikembalikan
utusan golongan semodel Orde Lama dahulu. 
 
Sebenarnya, di masa akhir pemerintah Suharto sudah
bepikir untuk mengembalikan model lama. 
 
Denger-denger, Rudini selaku ketua KPU menghendaki Susi
Susanti dan Alan Budikusuma sebagai ketua fraksi utusan
golongan Tionghoa. Tapi ditolak oleh seorang tokoh tionghoa
ngetop pengarang buku tebel 1000 halaman. Dengan alasan
kalo Susi Susanti ga ngerti politik. Pernyataan ini diucapkan
langsung di hadapan Susi dan Alan hingga keduanya marah
dan tidak bersentuhan lagi dengan komunitas Tionghoa. 
 


--- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> menulis:


Dari: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
bersama?
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 12:54 AM


  

Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan 
makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis!

Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha pilih 
tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih harrytjan, yg 
kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan lain lagi! Jika 
pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd!

Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural 
bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota 
Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. 

Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan pengusaha 
tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan golongan 
tionghoa jelata.


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Azura-Mazda <extrim_blue...@yahoo.com> 
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 -0700 (PDT)
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
kemakmuran bersama?

  






Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal
kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR.
Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap,
Tionghoa, India, Indo Eropa. 
 
Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI
dan golongan agama. 
 
Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. 
Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan
ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan
apa pun. 

--- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> menulis:


Dari: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
bersama?
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM


  

Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! 
Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok.

Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun 
akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling 
hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg 
berseberangan! 


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Azura-Mazda <extrim_blue...@yahoo.com> 
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 -0700 (PDT)
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju 
kemakmuran bersama?

  






Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu
sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama
tunggal. 
 


--- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> menulis:


Dari: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
bersama?
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM


  

Percayalah, Malaysia adalah bom waktu!
Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai 
adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita 
harus berjalan mundur?
Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi 
putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka 
masih dpt bersaing?

Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan 
ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi 
untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, 
pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang 
memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan 
prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah 
mewah.


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Harry Adinegara <sans_culotte...@yahoo.com.au> 
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT)
To: <tionghoa-...@yahoogroups.com>; budaya 
tionghua<budaya_tionghua@yahoogroups.com>
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Cc: gelora45<gelor...@yahoogroups.com>; media care<mediac...@yahoogroups.com>
Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran 
bersama?

  



Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal  berita soal Pak Wapres Jusuf 
Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai 
seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. 
 
Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy 
yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di 
tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani 
suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan 
majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip 
bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , 
ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) ini untuk bisa kerja sama  
menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan achir , kemakmuran bersama 
maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya orang Malay (bumi putra) yang 
mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Caranya dengan 
, apa yang dikenal
dengan affirmative action.  Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis 
memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan keluar(solusi) 
 dari kejadian ini  yang telah menelan korban jiwa dan harta, Mencari idee 
,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk mengatasi kejadian ini dan 
mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama segenap kekuatan bagi kemajuan 
negara Malaysia. Caranya yalah dengan memberikan ...preferential access ke 
misalnya bea siswa, kepemilikan saham dalam perusahaan sampai ke pembelian 
rumah,policy ini akan memberikan fasilitas pertama2 kepada bumi putra.  Dengan 
cara affirmative action ini ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka 
para bumi putra akan sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya  
mustahil bisa terlaksana karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak 
hal. Dalam kurun waktu 40 tahun semenjak policy NEP ini, dirasakan oleh 
pemerintah sekarang, sudah sampai waktunya
 untuk mengganti atau mengolah policy NEP ini dengan lebih rinci, menghilangkan 
aspek policy yang kurang menguntungkan dan memberikan "suntikan" baru agar 
kemajuan yang sudah sempat dicapai sekarang ini akan bisa lebih di-galak-kan 
mengingat globalisasi dimana semua negara bersaing untuk kemajuan negara nya 
masing2.
 
Mengapa NEP , oleh pemerintah Najib Razak perlu di olah /dirubah dan 
disesuaikan dengan waktu dan pemrmintaan zaman ?  Dalam perjalanan policy NEP 
ini, Malaysia sudah bisa mencapai hasil yang cukup mengagumkan. Pasca PD II, 
waktu itu Malaysia bisa di golongkan sebagai negara miskin, 50% hidup dalam 
kondisi kemiskinan. Sekarang hanya 4%, dan sebagain besar pribumi  bisa 
menikmati social welfare yang memadai. Tapi kemajuan ini membawa complacency 
bagi rakyat Malaysia. Mereka jatuh ke era "middle income trap", complacency 
jadi aturan hidup ,dan kemajuan dibidang R&D terbengkalai dan produksi dalam 
negeri tidak memadai untuk bisa dianggap memberikan devisa yang kecukupan. Ada 
kemajuan  per-capita income tapi tidak bisa menandingi perkembangan negara 
sesama Asia misalnya Korea Selatan. Tahun 1970-an  Korea Selatan nasional 
income capitanya $260 sedangkan Malaysia sudah unggulan $380,, tapi dini hari 
Korea Selatan melejit jauh kedepan $19,800,= sedangkan
 Malaysia ketinggal dan hanya sempat menggalang  $7,200.=. Karena ini 
pemerintah Malaysia saat ini perlu mengolah kembali NEP dan menyesuaikan policy 
yang mungkin sekarang sudah dianggap out of date karena sikon dalam negeri dan 
dunia sudah berubah. 
 
Dicanangkanlah suatu model policy baru yang dinamakan NEM (New Economic Model) 
Planning-nya yalah untuk memberikan stimuli ke sektor privat dengan 
menghilangkan red tape, seperti policy NEP dengan aturan ala Ali-Baba dimana 
bumiputra diberikan hak untuk dapat bermitra ,albeit mereka belum sanggup 
,menilik kondisinya, misalnya dalam ketrampilan suatu usaha.NEM mendorong 
edukasi kepada segenap etnis, agar tidak terjadi brain drain dan memelopori 
dengan kegiatan memajukan tenaga kerja tehnik.
"Affirmative action won't be eliminated entirely under the NEM, but altered to 
weed out abusive practices, target money where it is most needed and support 
the MOST Worthy  Malay businessmen...all the while trying to open up 
opportunities for minorities"(TIME)
 
Menilik pengalaman/kejadian di  negara tetangga Malaysia, yang bisa kita lihat 
dalam hal pencanangang  dan pemberlakukan suatu policy yang ber-asaskan 
rasialistis diskriminatif, seperti NEC ini, sebetulnya kita perlu  lebih 
mendalami idee negara tetangga ini dan tidak serta merta mengkatagorikan idee 
ini sebagai sesuatu yang rasistis diskriminatip? Yang perlu kita hayati yalah  
hasil achir yang positip ,....itu adalah tujuan semua idee, semua ideologi , 
hasil achir yang memicu kita/berkerja sama untuk masa depan yang gemilang untuk 
semua yang 
yang berkiprah untuk kemaslahatan bersama dalam suatu wacana bineka tunggal ika.
 
Apakah negara kita siap menerima rancangan semacam NEP? Apakah Mantan Pres 
Yusuf Kalla itu dalam intinya punya idee semacam NEP ini bagi kemajuan segenap 
warga negara,  dalam negara NKRI? Suatu pertanyaan yang sebenarnya 
sukar/gampang  dijawab, tergantung dari kita semua, dengan mempertanyakan 
kepada diri masing2 apakah , dipelopori ,oleh pemerintah yang kredibel/jujur 
/adil dan punya fisi untuk masa depan negara dan bangsa, kita sama2 bisa 
membangun negara yang adil dan makmur, walaupun starting pointnya kita perlu 
menelan pil pahit dengan menerima idee semacam NEP yang bisa kita anggap 
sebagai idee yang diskriminatip/rasistis? Tapi hasil achir bisa kita nikmati 
bersama suatu kemakmuran bagi semua warga negara tanpa pilih kasih, tanpa pilih 
kesukuan dan agama.
 
Harry Adinegara










Kirim email ke