At 05:31 PM 5/14/2008, you wrote: >Ga sekalian Bang, presidennya di outsource? Hehe >Hebat yach topik ini masih nyambung ke topik lainnya..
Kalau memang UUD memungkinkan - dan memang ada jaminan bahwa performanya bagus - why not? Kalau urusan kesehatan kita berani menggaji dokter profesional, untuk urusan mendirikan bangunan kita berani menggaji arsitek profesional --- masak nggak berani menggaji CEO Republik Indonesia secara profesional? Kalau kata orang Glodok: "Ada harga ada rupa..." >Dasar perspektif yang dipakai dalam penjualan BUMN ini apa? >Kalau cuma mau cari untung aja sih ga perlu dijual, cukup rekrut direksi >dan dewan pengawas dari luar aja, kasih aja ke perusahaan outsourcing >untuk cari direksi baru (yg bukan titipan penguasa) >Pasti tuh BUMN untung (kecuali bbrp BUMN yg bersifat sosial) Ada banyak motif - mulai dari yang mulia sampai yang hina. Yang hina: - supaya dapat komisi dari advisor M&A Yang mulia: - supaya ada transparansi dan akuntabilitas lebih besar, - mengurangi resiko pemerintah (karena BUMN rugi sama dengan ngejebol APBN), - memungkinkan masuknya modal baru, expertise, akses pasar, pemilikan publik - mendorong efisiensi (karena pemegang saham baru pasti ingin modalnya cepat balik) - menghilangkan praktek monopoli (karena kebanyakan BUMN berbisnis secara monopolistis). - menghilangkan sumber pendanaan politik kotor (karena BUMN adalah sumber dana politik kotor) - memperoleh pendapatan lebih besar dari pajak (keuntungan naik berarti setoran pajak juga naik) >Tapi soal penjualan PT. Krakatau Steel, saya melihatnya dari sisi >Startegis nya (yg paling penting) >Karena sangat jarang didunia ini negara yg punya Industri Baja Terpadu, >dan kalau satu lagi sumber daya indonesia lepas ke tangan asing, >otomatis Indonesia 99,99% jadi Konsumen bukan Produsen. Itu berarti KS adalah monopoli - dan itu saja sudah merupakah kesalahan...! Kesalahan itu sudah dipelihara bertahun-tahun. Praktek monopoli oleh KS berarti konsumen (dalam hal ini rakyat Indonesia) harus bayar lebih mahal. Bayar lebih mahal berarti harga jual harus lebih tinggi. Harga jual lebih tinggi berarti membuat konsumen Indonesia daya belinya lebih rendah. Itukah yang disebut menguntungkan rakyat Indonesia???? Mau solusi? Jual saja Krakatau Steel disertai dengan kontrak kewajiban supply sekian juta ton dengan harga fixed untuk rentang waktu sekian puluh tahun. Kalau harga baja naik -- maka konsumen Indonesia bisa selamat karena tetap dapat supply baja dengan harga fixed. Kalau harga baja turun -- maka yang nanggung selisih harga adalah pembeli Krakatau Steel. Kalau perlu pemerintah jual 100% saham Krakatau Steel untuk ditukar dengan kontrak kewajiban supply. Ini berarti kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi (lewat kontrak tersebut) -- dan selanjutnya Accellor-Mittal silahkan ekspansi KS segede-gedenya supaya cost kewajiban supply itu menjadi seringan mungkin buat Accellor-Mittal... (ekspansi segede-gedenya berarti penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor, penyerapan modal, dll. yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi). Dengan sistem kontrak kewajiban supply, ini berarti Indonesia bisa punya supply besi baja tanpa harus punya pabrik... ... plus nggak ada lagi yang bisa korupsi di Krakatau Steel.