kalo mengutip pendapatnya Pak Anggito dan Pak Fuad Rachmany, analisa resiko 
sistemik belum didukung data yang akurat, analisanya lebih pada dampak 
psikologis.

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/1id147775.html

Jumat, 20/11/2009
Bocornya notulen CenturyEntah kebetulan atau tidak, kemarin, notulen rapat 
Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) beredar di kalangan pengamat, anggota parlemen,
dan tentu saja para wartawan. Ini berarti, hanya sehari sebelum hasil
audit investigatif penyelamatan PT Bank Century Tbk diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.




Audit investigatif Bank Century-kini berubah nama menjadi Bank
Mutiara-adalah titah DPR kepada Badan Pemeriksa Keuangan, agar
menelusuri sinyalemen ketidakberesan dalam penyelamatan bank tersebut.




Rapat KSSK berlangsung pada Jumat, 21 November 2008, dari pukul
00.11-05.00 WIB, di Gedung Djuanda Lantai 3, Jakarta, adalah pangkal
dari kisruh bailout berasal. Disinilah Bank Century diputuskan sebagai
bank berisiko sistemik sehingga harus diselamatkan.




Notulen rapat setebal 5 halaman, yang salinannya diperoleh Bisnis,
ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, selaku
ketua KSSK dan pemimpin rapat, serta Gubernur BI Boediono (waktu itu)
sebagai anggota.




Selain kedua orang tersebut, 16 orang juga hadir, termasuk Kepala
Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Djaelani, Kepala Bapepam-LK
Fuaad Rahmany, dan Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo.




Pemilik Bank Century Robert Tantular, Dirut Hermanus Hassan Muslim, dan
Wadirut Hamidy, juga diundang datang ke Departemen Keuangan pada saat
yang sama, tetapi tidak terlibat dalam rapat. Mereka, sebagaimana
dikatakan Robert Tantular pada satu kesempatan, dibiarkan menunggu
lontang-lantung di ruangan lain.




Rapat yang pernah disebut Deputi Senior Gubernur BI Darmin Nasution
berlangsung panas sehingga 'semua kata binatang sampai keluar dan
membuat semua sakit' itu jelas tergambar pada notulen.




Ini terutama pada poin penentuan Bank Century sebagai bank dengan
risiko sistemik atau tidak. Dalam presentasi Gubernur BI, Bank Century
telah dinyatakan sebagai bank gagal dan ditengarai berdampak sistemik.
Ketika itu, Boediono juga menyampaikan langkah-langkah yang telah
dilakukan bank sentral.




Jelas pula, sebagian besar peserta rapat meragukan bahwa bank ini
berisiko sistemik, tetapi mengapa justru keputusan penyelamatan yang
diambil?




Keraguan pertama datang dari pendapat LPS dalam poin C yakni pada
keadaan normal, Bank Century bukan sistemik. Pendapat ini diperkuat
oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu yang menyebut
analisis risiko sistemik BI belum didukung oleh data yang cukup dan
terukur, tetapi lebih kepada analis dampak psikologis.




Pandangan Ketua Bapepam-LK Fuad A. Rahmany hampir senada. Menurut
otoritas pasar modal ini, karena ukuran kecil, secara finansial tidak
menimbulkan risiko yang signifikan terhadap bank lain, sehingga dampak
sistemiknya lebih psikologis.




Ini sejalan dengan fakta yang dihimpun Bisnis, bahwa sebelum dan
sesudah diselamatkan, tagihan Century ke bank lain selalu lebih besar
dibandingkan dengan kewajibannya. Pada Oktober dan November 2008, bank
itu hanya memiliki kewajiban kepada bank lain Rp738 miliar dan Rp429
miliar, jauh lebih rendah dari tagihannya Rp1,64 triliun dan Rp864
miliar.




Dari sisi lain, masih menurut Bapepam LK, apabila bank kecil saja
dinyatakan berisiko sistemik dapat menimbulkan persepsi perbankan
Indonesia sangat rentan. Ini juga diperkuat oleh fakta bahwa saham Bank
Century tidak aktif diperdagangkan di pasar modal.




Anehnya, hingga pertemuan malam itu, ternyata BI juga kesulitan
mengukur apakah sebuah bank bisa menimbulkan risiko sistemik atau
tidak, karena merupakan dampak berantai. Hal yang bisa diukur hanyalah
perkiraan besar biaya bila dilakukan penyelamatan.




Menteri Keuangan mempertanyakan justifikasi penetapan bank gagal. Dia
juga menuding bank yang dikendalikan oleh Robert Tantular itu mempunyai
reputasi tidak bagus, sehingga diperlukan pertimbangan matang agar
tidak menimbulkan moral hazard.





BI bersikeras




Namun, BI tetap bersikeras dengan opsi penyelamatan. Dalam notulen itu
terlihat jelas bank sentral menginginkan keputusan harus diambil segera
dan tidak bisa ditunda hingga Jumat sore-dari rapat yang berakhir Jumat
dini hari-karena Bank Century tidak cukup dana untuk pre-fund kliring
dan memenuhi kliring sepanjang hari itu.




BI juga kokoh pada penilaiannya bahwa terhadap bank gagal dan yang
berdampak sistemik harus dilakukan upaya penyelamatan. Bank sentral
juga menanyakan apakah LPS bisa mengambil alih secara kondisional. Hal
ini dijawab tidak oleh LPS.




Dalam notulen, dengan penuh keyakinan BI menyampaikan jika Century
tidak diselamatkan, sudah pasti LPS harus membayar dana simpanan
nasabah sesuai jumlah yang dijaminkan sekitar Rp5,5 triliun.




Namun, apabila diselamatkan LPS hanya mengeluarkan dana sebesar yang
diperlukan untuk memenuhi giro wajib minimum. Belakangan terungkap
kebutuhan dana penyelamatan hanya Rp632 miliar. Ada kemungkinan,
apabila diselamatkan, LPS tidak harus mengeluarkan seluruh jumlah Rp5,5
triliun. Kita tahu, bailout Bank Century menelan Rp6,7 triliun.




Ekonom Dradjad Wibowo menilai notulen tersebut menjadi 'kotak hitam'
untuk mengusut penyelewengan penyelamatan Bank Century. Pasalnya rapat
pengambilan keputusan seperti setengah kamar yang tidak dihadiri oleh
seluruh anggota KSSK.




"Rapat kerja dihadiri seluruh anggota, tapi rapat pengambilan keputusan
hanya oleh beberapa pihak. Beberapa pihak inilah yang memutuskan untuk
menyatakan Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik," ujarnya.




Dalam notulen kesimpulan rapat memang jelas tertulis, pengambilan
keputusan hanya dihadiri oleh Menkeu Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono,
Ketua Bapepam-LK Fuad A. Rahmany, Ketua Dewan Komisioner LPS Rudjito
dan anggota Dewan Komisioner LPS serta Sekretaris KSSK Raden Pardede.




Rapat memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik,
kemudian penanganan dilakukan oleh LPS dan lembaga ini meminta dukungan
dari Bank Mandiri untuk mengisi manajemen baru.




Menurut Legislator Fraksi Golkar Harry Azhar Azis, notulen itu menjadi
bukti transparansi KSSK dalam mengambil keputusan. Seharusnya, katanya,
hal itu menjadi bukti bagi BPK dan aparat terkait untuk melakukan
penyelidikan.




"Ini yang menjadi pertanyaan dan harus diusut oleh pihak terkait.
Alasan sistemiknya lemah. Kemudian dana itu lari ke mana?" tegasnya.




Rapat Jumat dini hari tersebut hanyalah sebuah prolog dari drama
penyelamatan Bank Century. Sebab setelahnya, proses bailout menelan
dana yang sangat besar, dan dicurigai sebagai alat konspirasi
menggangsir dana premi penjaminan dari perbankan yang dipungut LPS.




Kasus Bank Century pula yang diyakini menjadi cikal bakal perseteruan
Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyita banyak energi
publik, menyeret nama-nama besar termasuk Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Lebih dari 200 anggota DPR telah mengajukan hak angket
meminta kejelasan kasus.





--- On Mon, 16/11/09, Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com> wrote:

From: Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com>
Subject: Re: [Keuangan] Resiko Sistemik yang menjadi landasan bail out  Bank 
Century (artikel 2)
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Monday, 16 November, 2009, 9:51







 



  


    
      
      
      At 10:10 AM 11/15/2009, you wrote:



Baru tadi malam saya baca (kembali) tentang bank run yang terjadi 

pada Bank Northern Rock di Inggris.



Ternyata bank tersebut masih punya likuiditas saat di-rush TETAPI 

karena karena setiap nasabahnya berasumsi bahwa likuiditas bank 

tersebut akan habis - maka mereka beramai-ramai me-rush bank tersebut 

- tanpa peduli pengumuman Northern Rock bahwa bank tersebut punya 

posisi cash yang cukup.   Sehingga apa apa yang seharusnya tidak 

terjadi (likuiditas yang cukup) ternyata menjadi terjadi.







 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke