Baru sempat baca nih...

Menurut buku manajemen strategi, keputusan akhir seorang pembisnis ulung juga 
ada yang mengandalkan insting/firasat dimana saat itu dia berada pada pikiran 
yang ekstra full. Tetapi itu bisa muncul karena seseorang memang sudah sering 
mengalami hal sama/serupa (kejadian berulang-ulang) atau hal yang mirip. Pada 
kasus ini memang sulit dibuktikan dengan pendekatan ilmiah.

Menurut saya, dasar pemikiran century sedikit berbeda dengan kondisi seorang 
perwira, dimana perwira selalu dihadapkan pada musuh-musuh (kejahatan). Lalu 
jika kasus century juga di asumsikan sama dengan kondisi perwira tersebut, maka 
lebih dari 50% kasus/aktivitas century diasumsikan sebuah kejahatan. karena 
perwira cenderung seperti itu (asumsi lawan lebih besar dibanding asumsi kawan).

Jika asumsi itu terus dibangun, maka setiap kebijakan yang diambil oleh pejabat 
negara harus diasumsikan ex: 50% tidak benar dan akan merugikan keuangan 
negara. Konsekwensinya, masyarakat juga tidak harus selalu tunduk pada sebuah 
kebijakan dan ketetapan pemerintah karena itu juga mengandung unsur 
kekeliruan/ketidak adilan/tidak valid/tidak refresentatif fakta yang 
sebenarnya. Artinya: kebijakan, ketetapan, keputusan dan peraturan pemerintah 
juga mengandung unsur spekulatif yang besar, dan sebagai konsekwensinya peluang 
munculnya resiko juga besar. Lalu dimana letak legalitas setiap aktifitas, 
peraturan dan kebijakan pemerintah? Sementara seleksi-seleksi, sertifikasi, 
penghargaan, penilaian pemerintah cenderung bersifat perfeksionis, sakral, dan 
super hebat. Ex: Tes CPNS, Sertifikasi Guru, Sertifikasi perusahaan dan 
produk/jasa, dan sertifikasi-sertifikasi atau legitimasi-legitimasi lainnya. 
Mungkin ini yang menyebabkan munculnya istilah "no trust society"

Salam
Nazar
On:Tebo-Jambi




--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Bayu Wirawan <bayu.wira...@...> 
wrote:
>
> Hi,
> 
> cerita di bawah mengingatkan pada buku blink tulisan dari malcolm gladwell.
> 
> cuma, repotnya adalah, bagaimana kita bisa tahu keputusan yang diambil
> adalah benar? (dalam kasus di bawah, terbukti benda terbangnya adalah
> misil musuh).
> 
> 
> regards,
> bayu
> 
> On 02/03/2010, irmec <ir...@...> wrote:
> > PDCA jalan dengan asumsi bhw variables relatif known, time horizon decision
> > relatif long, dan outcomes relatif predictable. Kasus century bukan kasus yg
> > biasa, penanganannya jg mesti ngak biasa.
> >
> > Tapi, aku pgn respond dgn cara yg lain. Beberapa saat yg lalu, aku baca
> > report menarik ttg. seorang perwira marinir Inggris, yg bertugas di kapal
> > perusak Gloucester, yg saat itu ditugaskan dalam operasi Desert Storm
> > (kuwait) thn 1991. Kapal tsb fungsinya memonitor dan melindungi armada2 laut
> > Sekutu yg ada di pelabuhan Ash Shuaybah.
> >
> > Tgl 24 Feb 1991, sang perwira sedang bertugas jam 5 pagi, ketika dia lihat
> > ada blip tak terindentifikasi di radar. Tiba2 membuat dia ada perasaan lain.
> > Ini teman atau lawan (missil musuh). Blip terbaca dalam frequensi dimana
> > pesawat A-6 Amrik biasanya muncul jg ketika kembali ke kapal induk.
> > Sialnya, para pilot yg pulang sering mematikan sistem identifikasi di
> > pesawatnya untuk menghindari misil Irak.
> >
> > Menurut prosedur masih ada satu cara lagi untuk mengidentifikasi apakah itu
> > lawan atau teman. Tapi scara itu pun tidak mungkin lakukan lagi. APalagi
> > waktu sangat mepet, sementara benda yg terlihat diradar bergerak semakin
> > cepat.
> >
> > AKhirnya sang perwira tsb, Michael Riley, memutuskan untuk memerintahkan
> > menembakkan misil Sea Dart ke arah benda misterius tsb. Benda tersebut
> > runtuh 300 meter dari kapal USS MIssouri. Temankah atau lawan? TRErnyata
> > benda tsb memang misil Silkworm milik Irak.
> >
> > Apa yg membuat Riley bisa "benar"? Dia sendiri ngak bisa menerangkan.
> >
> > -Enda
> >
> > --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "nazarjb" <nazarjb@>
> > wrote:
> >>
> >> Dalam ilmu manajemen, dikenal empat proses, yaitu: planning,  doing,
> >> controlling, actuating (PDCA)
> >> 1. Dalam tahap planning, biasanya dilakukan penganggaran dan penentuan
> >> program dan sistim kerja, sasaran.
> >> 2. Tahap Doing, biasanya menjalankan program-program tersebut sekaligus
> >> mengalokasikan anggaran
> >> 3. Controlling, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan (doing) apakah
> >> sesuai atau terjadi penyimpangan dari planning.
> >> 4. Actuating, mengambil feedback dari proses controlling dan membuat
> >> planning baru (perbaikan).
> >>
> >> Pada kasus century,
> >> Tahap 1, planning di susun oleh legislatif atas persetujuan DPR,
> >> Lalu tahap 2 doing, legislatif melaksanakan program-program tersebut dan
> >> alokasi anggaran.
> >> Tahap 3 controlling dilakukan oleh DPR atas proses dan hasil kerja
> >> legislatif
> >> Tahap 4 Actuating, DPR memberi penilaian dan rekomendasi atas kinerja
> >> legislative tahap 1 sampai dengan tahap 2 berdasarkan tahap 3.
> >> Nb: * pada dasarnya, legislatif juga (selayak dan biasanya) melakukan PDCA
> >> ini.
> >> Nah berarti, DPR hanya memiliki wewenang pada tahap 2 (doing/pelaksanaan).
> >> Adapun pada tahap planning (pengambilan kebijakan) itu tanggung jawab
> >> legislatif dan DPR.
> >> Kontrol Bisa berupa:
> >> 1.Planing A kok yang dikerjakan B (ada unsur kesengajaan)
> >> 2.Paling A kok yang dilakukan A+a (ada kesalah pahaman prosedur)
> >> 3.Palnning A dan yang dilakukan A tetapi kok tidak sesuai sasaran
> >> (objek/sasaran memiliki kendala unforecaseable)
> >> Bagai mana? Ada yang tidak setuju, atau mau menambahi?
> >>
> >> Salam
> >> Nazar
> >> On: Tebo-Jambi
> >>
> >
> >
> >
> 
> -- 
> Sent from my mobile device
>


Kirim email ke