Apa yang Anda sampaikan ada benarnya. Tapi secara agregat seharusnya tidak ada 
penurunan daya beli karena pemerintah akan mengalokasikan kembali 
(redistribusi) uang pajak ini ke sektor publik, berupa penyediaan 
infrastruktur, dll. Kegagalan keynesianisme salah satunya krn bertumpu pada 
birokrasi yang terlampau gemuk dan tidak efektif, semua diambil negara. 
Bagaimana jika asumsinya diubah, bahwa 'welfare-state' dijalankan tidak dengan 
bertumpu pd birokrasi yg tak efektif tapi kontrol demokratik warganegara? Di 
sini mutlak perlu 'good governance', transparansi, dan akuntabilitas yang jelas.

Di sini yg menjadi problem adalah perilaku pemerintah, bukan kalkulasi 
rasionalnya. Di samping itu bagaimana dg kemiskinan yg harus diatasi dan 
menjadi beban perekonomian termasuk juga beban politik, mis. keamanan, dll? 
Apakah ada mekanisme yg efektif di luar redistribusi melalui pemerintah?

Saya juga ada data. Temuan Edmund Phelps soal perbandingan tarif pajak di 
negara2 welfare-state Eropa dg USA saya kira menunjukkan bahwa tak benar bahwa 
negara welfare-state kalah efisien. Konon raksasa telekomunikasi (high-tech 
industry) justru dari Swedia, Finlandia. Penelitian Luxemburg Income Survey 
menunjukkan income inequality di negara2 Eropa Utara lebih rendah dibandingkan 
negara yg menganut ekonomi-liberal ( Inggris,Amerika). Smeeding (2004) dan 
Forster and d'Ercole (2005) saya kutip dari Glyn (2006) menunjukkan 
penelitiannya bahwa negara Eropa Utara dg tarif pajak tinggi lebih efektif 
dalam mereduksi kemiskinan dibandingkan Inggris+USA. Ini empirik dan apa yg 
Anda sampaikan jg empirik, hanya saja kurunnya mungkin berbeda.

Kita bisa saja katakan, 1970-an adalah kebangkrutan Keynesianisme, tapi awal 
abad ke-21 bukankah kebangkrutan neoliberalisme atau financial-led economy?

Terus sedikit klarifikasi. Sejauh saya mengerti yg diributkan adalah tarif 
pajak penghasilan (income tax), dari progresif ke flat atau regresif. Di sini 
lalu masuk ke debat soal keadilan, yg tak semata-mata ekonomi.

Jadi saya kira membandingkan hal-hal itu apa yg saya asumsikan tak terlampau 
keliru, jika kita sepakat bahwa publik bukanlah sekedar agregat dari 
individu-individu yg tak memiliki tujuan bersama, tapi digerakkan tangan tak 
kelihatan mencapai kesejahteraan bersama. Dan kita boleh mulai berdebat, siapa 
menurut kesepakatan umum yg bisa mengarahkan intensi individu itu menuju tujuan 
bersama?

salam





________________________________
Dari: Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com>
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sel, 23 Maret, 2010 00:41:42
Judul: [Millis AKI- stop smoking] Tentang Pajak dan Ideologi (was: Antara 
Neoliberalisme

  
At 12:49 PM 3/23/2010, you wrote:

>Tapi di Amerika Serikat, yang boleh jadi contoh terbaik praktik 
>kapitalisme, para kapitalis jg berkolaborasi dg para neokonservatif, 
>dan umumnya alergi dengan pajak. Debat soal tarif pajak selalu 
>menjadi menarik dan sensitif. Justru negara Skandinavia yg 
>menerapkan tarif pajak lebih tinggi dapat mengikis ketimpangan dan 
>kemiskinan secara lebih signifikan. Negara ternyata juga bisa 
>efisien dan menentukan, tanpa semua diandaikan dibukan persaingan 
>yang sebebas-bebasnya. Maka persoalannya kiranya bukan pada "negara 
>vs pasar", tapi dalam hal apa pemerintah tampil dan pasar efisien.

Saya rasa ada sudut pandang yang keliru di sini.

Kita mulai dari yang paling dasar.

Pajak dipungut dari siapa?  Pendapatan/penghasi lan warga negara.

Kita asumsikan secara sederhana:

Pendapatan = Y
Pajak = T
Konsumsi = K

dan hubungannya adalah :  Y-T = K
maka menjadi sangat jelas bahwa bila T bertumbuh - maka K akan mengecil.
Semakin kecil T - maka K akan semakin besar.

Konsekuensinya: semakin besar jumlah pajak yang dipungut - berarti 
semakin mengecil bagian yang tersisa bagi masyarakat.

Kenapa saya katakan masyarakat?  Karena komponen pajak ikut 
"merembes" ke dalam komponen harga jual.  Dengan pajak semakin tinggi 
-- maka harga jual ikut meningkat - sebagai akibatnya harga barang 
menjadi lebih mahal dari semestinya.  Memberatkan 
pembeli.  Resikonya, barang jadi lebih susah laku (resiko bagi 
penjual) atau kualitas barang malah bisa jadi menurun untuk 
mengkompensasi kenaikan harga produksi (resiko bagi pembeli).

Di sisi lain -- pajak yang terlalu tinggi akan bersifat 
kontraproduktif.  Orang jadi lebih malas bekerja atau berkreasi lebih 
-- karena merasa percuma.  Buat apa rajin-rajin kerja kalau nanti 
setengahnya diambil pemerintah?

Di sisi lain -- perdebatan mengenai pajak bisa meruncing -- karena 
akan bermuara pada pertanyaan dasar:  Siapa yang paling efektif 
memanfaatkan sumber daya?  Masyarakat atau Pemerintah?   Mana yang 
punya daya bangun lebih besar  Rp. 1 Juta di tangan masyarakat atau 
Rp. 1 Juta di tangan pemerintah?

Berbagai model matematika, model ekonomi, dan kajian empiris 
membuktikan bahwa masyarakat JAUH lebih mampu mengenali dan 
memanfaatkan sumber daya (baca: uang).  Hayek menyebut "tacit 
knowledge" sebagai landasan hal ini.  Jadi Rp. 1 Juta di tangan 
masyarakat akan menghasilkan daya bangun jauh lebih besar daripada 
Rp. 1 Juta di tangan pemerintah (terutama karena bagian terbesar dari 
itu akan habis dimakan oleh birokrat).

Orang yang menghasilkan uangnya sendiri - paling tahu cara terbaik 
membelanjakannya.

(sama dengan itu -- orang yang tidak menghasilkan uangnya sendiri -- 
MUSTAHIL tahu cara terbaik membelanjakannya -- dan kita menyebut kaum 
demikian para Birokrat).

Rp. 1 Juta di tangan private versus Rp. 1 Juta di tangan pemerintah 
inilah yang menjadi dasar perdebatan tentang pajak di mata Hayek & 
Friedman versus Keynes.

(mengapa bawa-bawa nama Keynes segala?  Karena defisit anggaran JUGA 
adalah bentuk pajak yg tak terlihat.  Inflasi juga adalah bentuk 
pajak tidak langsung -- dan karena cuma pemerintah yang boleh 
mencetak uang dan memungut pajak dan keduanya bersifat sama terhadap 
pendapatan dan nilai uang yang dipegang masyarakat)

Terlebih setelah Friedman di tahun 1960-an secara sukses membuktikan 
kelemahan Keynes lewat rational expectation.

Nah jadi bagaimana konkritnya?
Untuk meningkatkan daya beli masyarakat - maka diperlukan setidaknya 
2 hal dalam pengelolaan keuangan negara:

1. Pajak yang rendah.
2. Inflasi yang rendah.

Dengan pajak yang rendah, maka terdapat sisa penghasilan lebih banyak 
yang bisa dimanfaatkan masyarakat.  Dengan inflasi yang lebih rendah 
- maka nilai uang akan dapat dipertahankan -- sehingga tingkat upah 
bisa lebih meningkat.  Inflasi rendah pun akan meningkatkan 
investasi, karena orang yakin nilai uangnya tidak tergerus dan akan 
bisa bertumbuh baik dalam jangka panjang.

Dengan pajak yang rendah pula  - maka birokrasi yang menggelembung 
bisa diredam - karena budget-nya dibatasi.

Apa yang bisa diurusi private nggak perlu lagi diurusi oleh 
pemerintah.  Bisnis akan lebih lancar kalau terjadi persaingan, dan 
persaingan akan sehat kalau pemerintah berfungsi sebagai WASIT yang 
adil.  Nah karena diperlukan wasit yang adil - maka BUMN menjadi 
masalah.  Mengapa?  Karena persaingan nggak mungkin sehat kalau ada 
pemain yang merangkap sebagai pelatih dan wasit.

Langkah-langkah di atas:  memotong pajak, menjaga inflasi, meredam 
defisit pemerintah, merampingkan birokrasi, melakukan privatisasi, 
menggalakkan kompetisi -- sering dituding sebagai resep Neoliberalisme.

Saya tidak peduli apa sebutannya -- tetapi saya sependapat dengan apa 
yang pernah disebut oleh Guy Sorman dalam Economics Don't Lie --- 
bahwa "jiwa" dari langkah-langkah di atas (memotong pajak, menjaga 
inflasi, dll yang sering disebut sebagai "Washington Consensus") pada 
dasarnya adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Dan bersama dengan daya beli masyarakat yang kuat dan meningkat -- 
demokrasi yang sehat bisa dibangun - dan pada dasarnya memberi 
feedback positif bagi ekonomi.

Dan ketika kita mengabaikan hal-hal tersebut (membiarkan pajak 
membumbung, membiarkan inflasi meningkat, membiarkan birokrasi 
menjadi gembrot, melakukan nasionalisasi, meredam kompetisi -- maka 
kita sedang menuju usaha memiskinkan dan menghancurkan daya beli masyarakat.. .

Dan segera sesudah itu -- rejim otoriter akan muncul dan demokrasi pun mati.


 


      Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi! Yahoo! 
memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba! 
http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke