>Apa yang Anda sampaikan ada benarnya. Tapi secara agregat seharusnya
>tidak ada penurunan daya beli karena pemerintah akan mengalokasikan >kembali (redistribusi) uang pajak ini ke sektor publik, berupa >penyediaan infrastruktur, dll. Kegagalan keynesianisme salah satunya >krn bertumpu pada birokrasi yang terlampau gemuk dan tidak efektif, >semua diambil negara. Bagaimana jika asumsinya diubah, bahwa >'welfare-state' dijalankan tidak dengan bertumpu pd birokrasi yg tak >efektif tapi kontrol demokratik warganegara? Di sini mutlak perlu >'good governance', transparansi, dan akuntabilitas yang jelas. Betul memang ada redistribusi -- tetapi jelas secara terbatas. Untuk faktor-faktor bersifat externalities (yang tidak ekonomis diusahakan oleh sekor private) -- memang diperlukan - semisal hankam. Untuk penyediaan infrastruktur bisa kok dilakukan tanpa penggunaan duit pajak dan menggunakan investasi private -- dengan syarat pemerintah bisa menjadi pengawas persaingan dengan adil. Pemerintah sebagai wasit. Dengan persaingan - pasti hasilnya akan lebih bagus dan lebih murah. Pras: Jelas bisa, tapi ini terkait ideologi. Penyediaan prasarana bukan sekedar ketersediaan an sich, melainkan bagaimana individu warganegara berpartisipasi. Saya lebih setuju dg uang pajak, krn di sana melekat pertanggungjawaban publik, hak pembayar pajak, dan mekanisme kontrol yg kuat thd kebijakan publik, termasuk swasta yg mengusahakannya. Siapa bisa menjamin pemerintah tidak kolusi dg swasta? tidak ada, maka sejak awal harus mengandaikan pertanggungjawaban politik-demokratis. pemerintah yg baik itu bagaimana dan siapa yg berhak menentukannya? ================================================ Itu sebabnya pemerintah sebaiknya minimalis - secukupnya saja. Mengapa? Supaya FOKUS, EFISIEN, MURAH, dan AKUNTABEL. Pras: Apakah Anda ada contoh pemerintah minimalis ini dlm sejarah? yang terjadi adalah swasta (kapitalis) akan selalu butuh pemerintah, semakin kompleks relasi institusional, akan semakin butuh regulasi. Justru sistem pasar mengandaikan pentingnya pemerintah yg kuat. Ada tiga hal yg menjadi permasalahan pasar soal koordinasi : soal value, kompetisi, dan ================================================= >Di sini yg menjadi problem adalah perilaku pemerintah, bukan >kalkulasi rasionalnya. Di samping itu bagaimana dg kemiskinan yg >harus diatasi dan menjadi beban perekonomian termasuk juga beban >politik, mis. keamanan, dll? Apakah ada mekanisme yg efektif di luar >redistribusi melalui pemerintah? Sektor private jauh lebih efisien dalam alokasi tenaga kerja. Jadi kalau mau mengatasi kemiskinan (yang akarnya adalah ketiadaan lowongan kerja) -- maka cuma sektor private pilihan yang rasional. Pras: Nyatanya data mengatakan, negara yg menganut welfare-state atau state-led capitalism lebih mampu mengurangi kemiskinan dan koefisien Gini lebih baik. Ini empirik kok, atau Anda punya contoh atau data lain soal ini? ================================================= Coba lihat contoh Indonesia. Pos rutin mana yang paling besar di anggaran kita? Pos gaji PNS. Rp. 133 Trilyun di tahun 2009. Berapa banyak PNS? Sekitar 4 Juta orang. Dan angka 4 Juta orang itu kurang dari 4% tenaga kerja Indonesia. Sektor private mampu membiayai 96% dengan jauh lebih cost efficient - mengingat APBN kita saja besarnya sudah sekitar 1/5 ukurang ekonomi. Pras: hehe..terlalu simplistis. Anggaran sebesar itu untuk menghidupi 4 juta PNS dan anggota keluarganya, yang katakanlah masing-masing tiga saja, sudah ada 16 juta. Belum lagi pensiunan yang jumlahnya puluhan juta berikut keluarganya. Artinya tidak bisa digebyah uyah seolah-olah 96% persen itu sektor swasta. PNS menjalankan fungsi non-produktif yang tidak bisa dijalankan pasar. Yang harus didorong adalah pelayanan publik yang baik, akuntabel, dan transparan, agar bersinergi dg kebutuhan masyarakat. Kalau ditilik dari sejarahnya juga, birokratisme itu lahir sebagai konsekuensi kapitalisme, ini menurut Weber, sebagai konsekuensi rasionalitas instrumental. ================================================= Apakah sistem retribusi lewat pemerintah lebih efektif? Tentu saja tidak. Banyak bukti bahwa organisasi swasta bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan (biasanya lewat organisasi amal/agama) -- mampu menolong jauh lebih banyak lagi orang susah -- tanpa harus menggunakan uang negara. Pras: betul, maka harus ada keadilan. di AS pengeluaran filantropi menjadi pengurang beban pajak, di sini belum, sekedar sebagai pengurang laba (sebagai biaya). ini terkait soal kepercayaan. Lagipula di Indonesia tradisi filantropi melalui yayasan atau asosiasi tidak sekuat di Amerika, yg merupakan terbesar di dunia.jika aturan pajak diperbaiki, filantropi yg akuntabel didorong, akan lebih baik dan tidak ada double-taxation. ==================================================== >Saya juga ada data. Temuan Edmund Phelps soal perbandingan tarif >pajak di negara2 welfare-state Eropa dg USA saya kira menunjukkan >bahwa tak benar bahwa negara welfare-state kalah efisien. Konon >raksasa telekomunikasi (high-tech industry) justru dari Swedia, >Finlandia. Penelitian Luxemburg Income Survey menunjukkan income >inequality di negara2 Eropa Utara lebih rendah dibandingkan negara >yg menganut ekonomi-liberal ( Inggris,Amerika) . Smeeding (2004) dan >Forster and d'Ercole (2005) saya kutip dari Glyn (2006) menunjukkan >penelitiannya bahwa negara Eropa Utara dg tarif pajak tinggi lebih >efektif dalam mereduksi kemiskinan dibandingkan Inggris+USA. Ini >empirik dan apa yg Anda sampaikan jg empirik, hanya saja kurunnya >mungkin berbeda. Ini debat klasik tentang "kue dibiarin besar dulu - baru dibagi" --- atau "kue dibagi dulu -- baru dibesarkan". Income inequality mungkin besar -- tetapi kalau trade off-nya adalah pertumbuhan --- maka saya rasa tidak ada gunanya punya ekonomi yang merata tapi nggak tumbuh. Lama-lama semua akan jadi "miskin" juga. Dan kalau ternyata pertumbuhan ekonomi perlu ongkos berupa "income inequalities" - maka sejauh kebutuhan dasar bisa dipenuhi -- maka efeknya tetap positif. Lama-lama yang termiskin bisa "makmur" juga. Pras: perlu jaminan kepastian di sini, soalnya teori kue dibesarin lalu dibagi jg nggak jalan. inequalities terus saja menganga, lagipula pertumbuhan di negara ekonomi liberal jg tak lebih baik dibanding di luar itu, Cina misalnya. ====================================================== Masalah kemanusiaan dan masalah ekonomi itu bukan income inequalities antara orang yang bergaji USD 80 ribu dan USD 20 ribu setahun (perbedaan 4x lipat) atau yang perlu bekerja 30 menit atau 5 menit untuk bisa dapat seporsi makan siang. Di situ ada income inequalities yang lebar -- tapi bukan masalah hidup dan mati. Masalah kemanusiaan dan masalah ekonomi adalah masalah kemiskinan dan kemiskinan absolut. Kalaupun ada yang harus diperangi -- maka itulah sasaran yang layak dan beradab. Pras: Persis, maka menyuntikkan watak sosial (socialization of the market) itu penting. Nyatanya kesenjangan makin lebar dan tak masuk akal. Bagaimana mungkin (secara akal sehat) sektor finansial yg tak membawa dampak signifikan pd sektor riil mendapat insentif sedemikian besar dan berkali-kali lipat? Oke, katakanlah ini sah-saja saja, nyatanya pola principal-agency ini hanya menjadi pendorong moral hazard sebagaimana ekonomi gelembung kemarin meletus. Dan data menunjukkan, negara penganut ekonomi liberal kesenjangannya lebih menganga dibanding coordinated market economy. Kemiskinan kita sepakat hendak diberantas, tapi asumsi dasarnya kita abai: soal private property yg diasumsikan begitu saja oleh paham ekonomi klasik, seolah tak bermasalah. ======================================================= >Kita bisa saja katakan, 1970-an adalah kebangkrutan Keynesianisme, >tapi awal abad ke-21 bukankah kebangkrutan neoliberalisme atau >financial-led economy? Itu kan asumsi anda. Masalahnya, apakah kemakmuran bisa meningkat dengan cara menurunkan daya beli masyarakat? Bila Keynesian ternyata berkonsekuensi itu -- bodoh sekali kalau kita terperosok ke lubang yang sama dua kali.... Pras: Faktanya kini negara yg tidak menganut keynesianisme ekonominya ambruk, pertumbuhan rendah. Saya kira kita sepakat, tak hendak terperosok ke jurang apa pun, bahkan sesekali saja pun jangan. Maka, kita coba rumuskan saja alternatif lain yg mungkin. Apa itu, saya sendiri tak bisa menamainya. salam __________________________________________________________ Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/ [Non-text portions of this message have been removed]