Maaf kalau informasi ini sudah pernah dikatakan sebelumnya, meskipun rasanya 
tidak ada yang pernah membahasnya di milis ini.

Bukankah setiap pembangkit listrik itu punya efisiensinya, jadi dari bahan 
bakar yang dimasukkan, ada berapa persen yg jadi listrik. Nah, masalahnya kurva 
efisiensi ini tidak lurus horizontal, melainkan berubah tergantung mau seberapa 
digenjot outputnya. Makin tinggi outputnya, makin tidak efisien (jadi makin 
boros energi). Dan generator yang makin tua, apakah efisiensinya bisa menurun? 
apakah pembangkit listrik di Indonesia banyak yang efisiensinya buruk dimakan 
usia?

Hal kedua adalah beragamnya jenis pembangkit listrik tergantung jenis bahan 
bakarnya, ada yang bahan bakarnya murah, ada yang mahal. Jadi memang sebisa 
mungkin didayagunakan yang bahan bakarnya murah dulu, nanti kalau kebutuhan 
listriknya tidak mencukupi, baru pembangkit yang bahan bakarnya mahal 
ditingkatkan outputnya.

Jadi, 
1. Seberapa besarkah efek efisiensi generator ini terhadap biaya listrik di 
Indonesia? Apakah Indonesia perlu membuat generator yang hemat biaya produksi?
2. Saya agak heran kenapa listrik itu cuma bisa dimonopoli oleh PLN saja? Kalau 
asing mau buat pembangkit listrik untuk listriknya mereka jual, kenapa tidak 
diijinkan? Toh mereka memakai uang sendiri? Kalau alasannya takut asing 
menaikkan harga listrik sampai tinggi sekali, kenapa tidak bikin pembangkit di 
sebelahnya dan menjual listrik dengan harga yang lebih rendah saja? Toh kalau 
memang listrik PLN lebih murah, orang akan lari ke PLN juga. Atau jangan2 
sebenarnya PLN sadar kalau listrik yang mereka jual kemahalan (mengingat 
menggunakan BBM bersubsidi) jadi takut berkompetisi?

Atau apakah jangan2 ada mafia listrik, hahaha

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hardi Darjoto <hardi...@...> 
wrote:
>
> Lagi-lagi soal subsidi. IMHO, soal subsidi ini ada yang kurang tepat:
> 
> 1. Subsidi ditujukan untuk konsumsi, padahal sebaiknya sektor produksi. 
> Kalo untuk konsumsi sebaiknya langsung dalam bentuk JPS atau BTL. Untuk 
> TDL, konsumsi rumah tangga lah yang harus di lepas subsidinya. Sektor 
> produksi / usaha tertentu seharusnya disubsidi. Ini untuk meningkatkan 
> daya saing sektor produksi.
> 
> 2. Subsidi energi listrik seharusnya diberikan kepada para pembangkit 
> listrik, bukan ke PLN secara keseluruhan (distribusi dan overhead PLN 
> seharusnya tidak disubsidi). Kan alasan selama ini adalah biaya 
> pembangkit terutama gas / BBM yang tidak tertutup oleh penjualan tarif 
> listrik. Jadi defisit energi di pembangkit sajalah yang boleh di 
> subsidi. Distribusi tidak.
> 
> Salam
> Hardi
> 
> On 23/04/2010 17:36, oka wrote:
> >
> > Siap siap TDL naik lagi. Pengaruh terhadap inflasi konon tak terlalu 
> > tinggi, karena dinaikan sebelum Puasa/Lebaran. Saya belum sempat 
> > browsing, perbandingan harga TDL kita dengan negeri jiran...
> >
> > Selama ini kan alasannya karena subsidi terlalu tinggi, listrik belum 
> > sampai keharga keekonomiannya...kalo memang harganya sudah lebih 
> > tinggi dari harga negeri tetangga, berarti memang ada yang salah 
> > dengan pengelolaan listrik ini.
> >
> > Oka WIdana
> >
> > Kenaikan TDL 15 Persen Lebih
> > Jumat, 23 April 2010 | 04:12 WIB
> > Jakarta, Kompas - Kenaikan tarif dasar listrik bisa di atas 20 persen 
> > tahun 2010. Hal ini akan terjadi jika kenaikan TDL pada Juli ditunda 
> > dan kekurangan pasokan gas untuk pembangkit terus terjadi.
> >
> > Menurut Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi J Purwono di 
> > sela-sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (22/4) di Jakarta, 
> > pihaknya mengusulkan, kalau kenaikan TDL berlaku Juli nanti, rata-rata 
> > besaran kenaikan tarif listrik untuk semua golongan 15 persen.
> >
> > Khusus untuk golongan pelanggan kecil, yaitu 450 volt ampere (VA) 
> > sampai 900 VA, kenaikan tarif hanya 10 persen. Bahkan, jika pemakaian 
> > listrik 30 kWh ke bawah, besaran tarif yang dikenakan tidak naik. 
> > Hanya pemakaian di atas 30 kWh yang dihitung dengan tarif baru.
> >
> > Namun, jika kenaikan TDL ditunda, rata-rata besaran kenaikan TDL bisa 
> > lebih tinggi dari 15 persen. Dengan kenaikan TDL pada Juli, 
> > penghematan subsidi listrik 2010 sebesar Rp 7,3 triliun. Jika kenaikan 
> > ditunda, penghematan subsidi listrik tahun ini turun Rp 1,2 triliun 
> > per bulan.
> >
> > "Ini ditutup dari mana? Ada dua alternatif, yaitu melalui tambahan 
> > subsidi dalam APBN 2010. Jika subsidi tidak ditambah, kenaikan TDL 
> > lebih tinggi dari 15 persen. Makin diundur, kebutuhan dana lebih 
> > besar," kata dia.
> >
> > Pasokan gas
> >
> > Selain itu, besaran kenaikan TDL bisa lebih dari 15 persen jika 
> > kekurangan pasokan gas untuk pembangkit-pembangkit listrik terus 
> > terjadi. Akibat defisit gas, kebutuhan bahan bakar minyak naik 
> > sehingga butuh tambahan dana operasional Rp 5,7 triliun, terutama 
> > untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar. "Tambahan 
> > dana ini bisa ditutup dari APBN atau persentase TDL dinaikkan," ujarnya.
> >
> > Meski TDL naik, lanjut Purwono, tagihan listrik pelanggan bisa tidak 
> > berubah jika mereka menghemat pemakaian listrik termasuk untuk 
> > industri kecil. Saat ini 294 industri yang bisa menghemat listrik 
> > 15-30 persen.
> >
> > Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny 
> > Soetrisno meminta masalah pasokan energi segera diselesaikan untuk 
> > menjamin keberlangsungan investasi. Keinginan pemerintah menaikkan TDL 
> > sungguh memberatkan industri, terutama manufaktur. Manufaktur yang 
> > sudah terbebani berbagai hal harus berhadapan lagi dengan TDL.
> >
> > 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke