Yah saya bukan pakar lingkungan atau pakar ekonomi... tapi kalau bicara logika biasa saja, bisa kita tau bahwa hidup manusia ini tidak bisa lepas dari lingkungan. Manusia terkait dan bahkan perlu lingkungan yang mendukung untuk hidup. Coba manusia ditaruh di mars atau planet mana yang gak ada air dan O2, mana bisa hidup. Kalau hidup saja sudah tidak, maka mau bertingkah laku ekonomi seperti apa lagi?
Masalah utama ilmu ekonomi yang dipelajari saat ini adalah mengasumsikan unsur-unsur dasar kehidupan manusia sebagai barang bebas (tanpa harga) yang tidak terbatas dan selalu terbaharukan secara otomatis. Sebab itu dalam hitungan untung rugi merusak hutan tidak ada hitungan ongkos menghilangnya hutan ini. Padahal ongkos buldozer untuk merusaknya ada dan cuma kecil. Jadilah dalam hitung-hitungan bodoh kita, kita bilang untung dengan merusak hutan atau lingkungan karena kita anggap hutan hilang di sini bakalan tumbuh hutan baru di tempat lain (padahal kan tidak?) Atau hutan di Kalimantan dihancurkan, buat cagar baru di pulau sulawesi. Cagarnya barangkali benar, tapi binatang dan pohon yang sudah ribuan tahun tinggal di tempat itu belum tentu bisa hidup jika dipindahkan ke Sulawesi misalnya. Apakah kita bisa menjamin serangga dan jenis semut yang ada di Kalimantan akan sama dengan yang ada di Cagar alam Sulawesi? Ataukah tumbuhan yang ada di kalimantan akan sama dengan yang di sulawesi? Padahal kita tau kopi atau buah buahan yang di tanam di tanah satu ternyata punya rasa beda dengan yang di tanam di tanah lain (karena keasaman ataupun kadar nutrisinya?) Sama juga dengan oksigen.. Saat ini di udara kira2 50% kandungannya Nitrogen, kemudian hanya 20% Oksigen yang dibutuhkan manusia. Apakah dengan jumlah manusia yang terus meningkat dari 200 juta di indonesia dan terus naik, atau seluruh bumi yang kita asumsikan saja 3 milyar orang (benar gak ini ya?)... apakah oksigen yang 20% ini akan terus tersedia atau lama-lama menjadi semakin tipis karena pencipta oksigen ini (hutan dan tumbuhan) ternyata semakin lama semakin sedikit. Sebaliknya CO2 malah semakin banyak diproduksi? Demikian pula dengan air bersih. Tanya kakek nenek kita (atau kalau yang masih muda barangkali buyutnya....), jualan air bersih kira-kira untung gak ya? Mereka tentu bilang gila... ngapain jualan air... Tinggal pergi ke sungai atau gali sumur sudah dapat air. Padahal sekarang orang jualan air seliternya harganya sama dengan harga bensin? Kalau bensin bisa bikin teori konspirasi perang antar negara... kira-kira bagaimana dengan air? Apakah ada manusia yang bisa hidup tanpa air bersih? Bagaimana rasanya kalau kebanjiran, daerah sekitar ada genangan air banyak, tapi mau minum rasanya susah karena air bersih tidak ada? Sekedar logika orang awam saja... kalau ada yang punya teori canggih pake rumus2 matematika dan dibikin rumit-rumit ya silahkan saja.... Untuk kasus ini saya pikir teori KISS (Keep it simple) justru lebih berguna. On 4/28/10, sen diskartes <d1ka...@yahoo.com> wrote: > akhir akhir ini isu lingkungan semakin riang terdengar... > tentunya isu ini tidak bisa terlepas dengan kondisi perekonomian di > Indonesia.. > seperti kasus yang baru baru ini melibatkan salah satu perusahaan besar > karena dituding merusak lingkungan oleh sebuah LSM internasional.. > saya hanya penasaran dengan pendapat rekan rekan di milis ahli keuangan > Indonesia menanggapi dampak ekonomi terkait dengan lingkungan yang semakin > diperhatikan oleh berbagai elemen. > mungkin kalau ada pakar ekonomi lingkungan disini bisa memberi sedikit > ilmunya buat saya > > salam > -kartes- > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > ------------------------------------ > > =======================