Saya juga setuju... Di negara kita beda hukum dengan politik tidak kelihatan atau tidak jelas. Hukum jelas beda dengan politik. Politik bisa membuahkan produk hukum, tapi seharusnya hukum yang benar tidak terpengaruh oleh badan politik (kalau tidak salah ini dikenal dengan nama Trias Politica?)
Politik harusnya adalah kehendak rakyat BANYAK (kalau menganut asas demokrasi). Yang namanya rakyat banyak ini maunya kan bisa baik bisa juga jelek. Macam-macam. Kalau rakyat banyak ingin memberlakukan hukum rimba... maka politik jadi bertentangan dengan hukum yang berlandaskan keadilan. Kalau rakyat banyak menginginkan adanya penindasan suatu ras atas ras lainnya (politik rasisme yang dianut Hitler), maka politik ini juga bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan yang dianut oleh konsep Hukum. Yang jadi masalah, apakah rakyat banyak ini jika mereka memilih ketidak-adilan (yang bertentangan dengan hukum), lalu ketidak-adilan ini diundang-undangkan oleh wakil rakyat di dpr sehingga menjadi produk hukum... tentunya hukum ini adalah bukan hukum yang adil. Kadang-kadang, (menurut saya sih), hukum (yang adil dan manusiawi) tidak perlu harus demokratis. Demokrasi harus diletakkan di bawah nilai-nilai luhur manusia. Tentu saja jika rakyat banyak (yang demokratis) sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia, maka keadilan dan hukum akan lebih mudah di bentuk menjadi hukum formal, dan pelaksanaannya di lapangan juga akan lebih mudah. 2010/5/8 <andy_tambu...@yahoo.com> > > Saya bukan ahli hukum tapi dgn kasat mata saya bisa melihat betapa banyak > kejanggalan hukum yg terjadi di negeri ini. Rakyat dimobilisasi utk > bersimpati terhadap seseorang yg sdg bermasalah dgn hukum. Pengadilan > digiring utk membebaskan seseorang dari tuduhan. Media memainkan perannya > dan menjadikannya komoditas berita. Dengan bersembunyi dibalik rasa > keadilan, media mengeksploitasi kasus yg menggiring opini publik kepada > sebuah keputusan: Si X tidak bersalah! > > [Non-text portions of this message have been removed]