Wa'alaikumus salaam warahmatullah wabarakaatuh,

Ini pendapat saya, dan sekali lagi ini pendapat saya. Pemakaian kata seperti 
itu memiliki nilai rasa berbeda-beda pada masing masing individu. Contoh kata 
"antum", ini merupakan penyebutan untuk lawan bicara dengan tingkat yang sangat 
halus, dan ini merupakan bentuk penghargaan si pembicara terhadap lawan 
bicaranya. Tetapi tentu saja yang merasakan penghargaan ini hanyalah 
orang-orang yang mengerti akan maksudnya. Bagi yang belum mengerti, tentu saja 
ini akan dirasa asing, dan munculah pendapat seperti yang anda kemukakan tadi.

Pemakaian kata-kata seperti ini tentu saja dilihat dari lawan bicaranya, jika 
lawan bicaranya masih awam dan jarang membaca atau ikut kajian masalah agama 
maka si pembicara seharusnya menyesuaikan dengan tingkat pemahaman si lawan 
bicara, dan cara penyampaian seperti ini lah yang dianjurkan oleh Rasullullah 
Shalallahu 'alaihi Wassalam. Menyesuaikan tingkat pemahaman lawan bicara bukan 
berarti mengurangi isi kandungan dari apa yang akan disampaikan apalagi 
mengurangi tingkat ilmiyah nya. Si pembicara harus berfikir ekstra keras 
bagaimana cara menyampaikan dakwah tersebut dengan bahasa yang mudah diterima 
oleh lawan bicara tanpa mengurangi keilmiyahanya, tanpa menyinggung persaannya, 
tanpa membuat lawan bicaranya menjadi antipati terhadapnya, dapat 
bertanggungjawab (--tentunya dengan ilmu--) atas apa yang disampaikan, sabar, 
dan ikhlas karena Allah. Ini semua adalah tantangan yang harus diatasi bagi 
para da'i.

Hati-hati dengan dugaan atas mengeksklusifkan diri terhadap orang yang 
berbicara dengan bahasa "semi Arab", bisa saja karena memang dia terbiasa di 
lingkungannya seperti itu dan kemudian terbawa di lingkungan yang lain. Para 
pembicara harusnya cepat tanggap terhadap kebingungan yang dihadapi oleh lawan 
bicaranya, hal ini bisa dilihat dari raut wajahnya, atau coba dilemparkan 
dengan beberapa pertanyaan, dan lain sebagainya.

Jika semua usaha telah diusahakan dengan sebaik mungkin, maka jika masih banyak 
yang enggan menerima kebenaran melalui dakwahnya, maka selesai sudah kewajiban 
bagi da'i tersebut untuk menyampaikan, hasilnya seperti apa sudah menjadi 
wewenang Allah subhana wata'ala. Jika Allah menghendaki kebaikan atas seseorang 
maka ia akan diberikan kemudahan pemahaman akan agamanya (Islam). Hendaknya 
para da'i tidak menjadi kesal jika dakwahnya tidak diterima pada saat itu, 
mungkin lain kali mereka mau terima, atau mungkin mereka terima cuma mereka 
gengsi. Jika seorang da'i marah karena dakwahnya tidak diterima dan senang jika 
dakwahnya diterima, maka secara tidak langsung da'i ini telah mengajak lawan 
bicaranya kepada dirinya bukan lagi ke jalan Allah subhana wata'ala. 
Allahu'alam.

Dhanny Kosasih ibn Gunawan Kosasih ibn Koo Giong Hoa


rendy gunardy <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Assalamualaikum wr. wb

Saya pelanggan baru nih ingin mengajukan beberapa keheranan dan ketidaktauhan 
tentang aturan Islam....

Begini... setahun lalu saya adalah seorang mahasiswa, dan mempunyai teman 
(sekelas) pastinya, dan itu menjadi orang2 sebagai bagian lingkukngan hidup 
saya... Saya bergaul dengan mereka (mereka bukan anak2 bandel dsb, tapi biasa2 
saja) dan bersamaan dengan itu saya juga bergaul dengan anak ROHIS kampus yang 
berbasis salfiyah... tapi saya tidak masuk sebagai anggota ROHIS

Saya sering mendapat Curhat-an dari teman sekelas katanya kurang lebih seperti 
ini:
" Ah saya mah ga pantes gaul ama mereka (anak ROHIS), malu bahasanya juga 
beda..."

Seperti kita tahu bahwa biasanya kumpulan ROHIS ketika berbicara selalu 
menggunakan kata2 seperti "Ana...Antum...afwan...dan bahasa arab lainnya" 
ketika berbincang.

Nah teman kelas saya sering merasa bahwa hal itu kadang menjadi sesuatu 
penghalang karena ROHIS terlihat sangat eksklusif (dalam arti beda)... mereka 
lebih sering curhat masalah agama dengan saya ketimbang dengan anak2 yang 
notabene sebagai ROHIS kumpulan pen-da'wah (karena saya tidak menerapkan 
bahasa2 arab tersebut ketika berbincang)....

Yang saya tanyakan apakah berbicara dengan "antum, ana, anti, afwan dll" 
merupakan suatu sunnah yang harus diterapkan dalam perbincangan sehari2 ??? 
karena saya pikir Firaun juga menggunakan kata2 ini semasa hidupnya. Jikalau 
itu disebutkan sebagai cara "Belajar Bahasa Arab" saya pikir itu bukan cara 
yang terlalu efektif... apalagi menjadikan sebuah batasan antara da'i dan calon 
mad'u.

Apakah kita salah kalo kita memakai "Saya, Kamu, terkadang Lo. Gwa dlm 
berbahasa." itulah yg sering saya pakai kalo saya sdg berbincang dengan teman 
kelas saya.

Makanya saya dulu menetapkan untuk tidak masuk ROHIS... saya pikir saya tetap 
bisa menyampaikan sesuatu kepada teman2 saya dengan cara saya tanpa adanya rasa 
terhalang.

Mohon maaf sebelumnya... karena saya belum tau tentang ini.
Mohon tanggapannya.... dan mohon maaf jika pemaparan wacananya kurang jelas.



---------------------------------
Yahoo! Photos – NEW, now offering a quality print service from just 8p a photo.





--------------------------------------------
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke