Alhamdulillah

Ada dalil dalil dari ulama yang tidak mewajibkan memakai cadar

http://muslim.or.id/2007/06/06/hukum-cadar-dalil-dalil-ulama-yang-tidak-mewa 
jibkan-4/

Tingkat pembahasan: Lanjutan

Ketujuh, Sahl bin Sa'd berkata,

أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ لِأَهَبَ لَكَ نَفْسِي فَنَظَرَ
إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ
النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ…

"Bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam 
lalu berkata, "Wahai Rasulullah, saya datang untuk menghibahkan diriku kepada 
Anda." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya, beliau 
menaikkan dan menurunkan pandangan kepadanya. Lalu beliau menundukkan 
kepalanya……" (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, "Di dalam hadits ini juga 
terdapat (dalil) bolehnya memperhatikan kecantikan seorang wanita karena 
berkehendak menikahinya… tetapi (pemahaman) ini terbantah dengan anggapan bahwa 
hal itu khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena beliau ma'shum, 
dan yang telah menjadi kesimpulan kami, bahwa tidak haram bagi Nabi shallallahu 
'alaihi wa sallam untuk melihat wanita mukmin yang bukan mahram, ini berbeda 
dengan selain beliau. Sedangkan Ibnul 'Arabi menempuh cara lain dalam menjawab 
hal tersebut, dia mengatakan, "Kemungkinan hal itu sebelum (kewajiban) hijab, 
atau setelahnya tetapi dia menyelubungi dirinya." Tetapi rangkaian hadits ini 
jauh dari apa yang dia katakan." (Fathul Bari IX/210).

Kedelapan, 'Aisyah radhiallahu 'anha berkata,

كُنَّ نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ ثُمَّ
يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ حِينَ يَقْضِينَ الصَّلَاةَ لَا يَعْرِفُهُنَّ
أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ

"Dahulu wanita-wanita mukminah biasa menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menutupi tubuh (mereka) dengan selimut. 
Kemudian (mereka) kembali ke rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan 
shalat. Tidak ada seorang pun mengenal mereka karena gelap." (HR. Bukhari dan 
Muslim)

Dalam riwayat lain,

وَمَا يَعْرِفُ بَعْضُنَا وُجُوْهَ بَعْضٍ

"Dan sebagian kami tidak mengenal wajah yang lain." (HR. Abu Ya'la di dalam 
Musnadnya. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, 
hal. 66)

Dari perkataan 'Aisyah, "Tidak ada seorangpun mengenal mereka karena gelap." 
dapat dipahami, jika tidak gelap niscaya dikenali, sedangkan mereka dikenali 
-menurut kebiasaan- dari wajahnya yang terbuka. (Lihat Jilbab Al Mar'ah Al 
Muslimah, hal. 65).

Kesembilan, ketika Fatimah binti Qais dicerai thalaq tiga oleh suaminya, 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus seseorang kepadanya 
memerintahkan agar dia ber-'iddah di rumah Ummu Syuraik. Tetapi kemudian beliau 
mengutus seseorang kepadanya lagi dengan menyatakan,

أَنَّ أُمَّ شَرِيكٍ يَأْتِيهَا الْمُهَاجِرُونَ الْأَوَّلُونَ فَانْطَلِقِي
إِلَى ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى فَإِنَّكِ إِذَا وَضَعْتِ خِمَارَكِ
لَمْ يَرَكِ فَانْطَلَقَتْ إِلَيْهِ …

"Bahwa Ummu Syuraik biasa didatangi oleh orang-orang Muhajirin yang pertama. 
Maka hendaklah engkau pergi ke (rumah) Ibnu Ummi Maktum yang buta, karena jika 
engkau melepaskan khimar (kerudung, penutup kepala) dia tidak akan melihatmu. 
Fathimah binti Qais pergi kepadanya…" (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa wajah bukan aurat, karena Nabi shallallahu 'alaihi 
wa sallam membenarkan Fathimah binti Qais dengan memakai khimar dilihat oleh 
laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa wajahnya tidak wajib ditutup, sebagaimana 
kewajiban menutup kepalanya. Tetapi karena beliau shallallahu 'alaihi wa sallam 
khawatir dia melepaskan khimarnya (kerudung), sehingga akan nampak apa yang 
harus ditutupi, maka beliau memerintahkannya dengan yang lebih selamat 
untuknya; yaitu berpindah ke rumah Ibnu Ummi Maktum yang buta. Karena dia tidak 
akan melihatnya jika Fathimah binti Qais melepaskan khimar. (Lihat Jilbab Al 
Mar'ah Al Muslimah, hal. 65).

Peristiwa ini terjadi di akhir kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 
Karena Fathimah binti Qais menyebutkan bahwa setelah habis 'iddahnya dia 
mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kisah tentang Dajjal 
dari Tamim Ad Dari yang baru masuk Islam dari Nasrani. Sedangkan Tamim masuk 
Islam tahun 9 H. Adapun ayat jilbab turun tahun 3 H atau 5 H, sehingga kejadian 
ini setelah adanya kewajiban berjilbab. (Lihat Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, 
hal. 66-67).

Kesepuluh, Abdurrahman bin 'Abis,

سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيدَ مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِي مِنَ
الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ الَّذِي عِنْدَ دَارِ كَثِيرِ
بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ
فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ
يَهْوِينَ بِأَيْدِيهِنَّ يَقْذِفْنَهُ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ ثُمَّ انْطَلَقَ
هُوَ وَبِلَالٌ إِلَى بَيْتِهِ

"Saya mendegar Ibnu Abbas ditanya, "Apakah Anda (pernah) menghadiri (shalat) 
'ied bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?" Dia menjawab, "Ya, dan jika 
bukan karena posisiku (umurku) yang masih kecil, niscaya saya tidak 
menyaksikannya. (Rasulullah keluar) sampai mendatangi tanda yang ada di dekat 
rumah Katsir bin Ash Shalt, lalu beliau shalat, kemudian berkhutbah. Lalu 
beliau bersama Bilal mendatangi para wanita, kemudian menasihati mereka, 
mengingatkan mereka, dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. Maka aku lihat 
para wanita mengulurkan tangan mereka melemparkannya (cincin, dan lainnya 
sebagai sedekaah) ke kain Bilal. Kemudian Beliau dan Bilal pulang ke rumahnya." 
(HR. Bukhari, Abu Daud, Nasai, dan lainnya. Lafazh hadits ini riwayat Bukhari 
dalam Kitab Jum'ah)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, "Inilah Ibnu Abbas –di hadapan Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam– melihat tangan para wanita, maka benarlah bahwa 
tangan dan wajah wanita bukan aurat, adapun selainnya wajib ditutup."

Pengambilan dalil ini tidak dapat dibantah dengan perkataan, kemungkinan 
kejadian ini sebelum turunnya ayat jilbab, karena peristiwa ini terjadi setelah 
turunnya ayat jilbab. Dengan dalil, Imam Ahmad meriwayatkan (dengan tambahan) 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan ayat bai'atun nisa' (surat Al 
Mumtahanah: 12), padahal ayat ini turun pada Fathu Makkah, tahun 8 H, 
sebagaimana perkataan Muqatil. Sedangkan perintah jilbab (hijab) turun tahun 3 
H atau 5 H ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi Zainab binti 
Jahsy (Lihat Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 67, 75).

Kesebelas, dari Subai'ah binti Al-Harits,

أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَ سَعْدِ ابْنِ خَوْلَةَ فَتُوُفِّيَ عَنْهَا فِي
حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَكَانَ بَدْرِيًّا فَوَضَعَتْ حَمْلَهَا قَبْلَ أَنْ
يَنْقَضِيَ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ مِنْ وَفَاتِهِ فَلَقِيَهَا أَبُو
السَّنَابِلِ يَعْنِي ابْنَ بَعْكَكٍ حِينَ تَعَلَّتْ مِنْ نِفَاسِهَا وَقَدِ
اكْتَحَلَتْ (وَاحْتَضَبَتْ وَ تَهَيَّأَتْ) فَقَالَ لَهَا ارْبَعِي عَلَى
نَفْسِكِ أَوْ نَحْوَ هَذَا لَعَلَّكِ تُرِيدِينَ النِّكَاحَ

Bahwa dia menjadi istri Sa'd bin Khaulah, lalu Sa'd wafat pada haji wada', dan 
dia seorang Badari (sahabat yang ikut perang Badar). Lalu Subai'ah binti Al 
Harits melahirkan kandungannya sebelum selesai 4 bulan 10 hari dari wafat 
suaminya. Kemudian Abu As Sanabil (yakni Ibnu Ba'kak) menemuinya ketika 
nifasnya telah selesai, dan dia telah memakai celak mata (dan memakai inai pada 
kuku tangan, dan bersip-siap). Lalu Abu As Sanabil berkata kepadanya, "Jangan 
terburu-buru (atau kalimat semacamnya) mungkin engkau menghendaki nikah…" (HR. 
Ahmad. Dishahihkan Al Albani dalam Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 69. Asal 
kisah riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadits ini nyata menunjukkan, bahwa kedua telapak tangan dan wajah atau mata 
bukanlah aurat pada kebiasaan para wanita sahabat. Karena jika merupakan aurat 
yang harus ditutup, tentulah Subai'ah tidak boleh menampakkannya di hadapan Abu 
As Sanabil. Peristiwa ini nyata terjadi setelah kewajiban jilbab (hijab), yaitu 
setelah haji wada', tahun 10 H. (Lihat Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 69).

Keduabelas, Atha bin Abi Rabah berkata,

قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَلَا أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
قُلْتُ بَلَى قَالَ هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ
فَادْعُ اللَّهَ لِي قَالَ إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ
شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ فَقَالَتْ أَصْبِرُ فَقَالَتْ إِنِّي
أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا

Ibnu Abbas berkata kepadaku, "Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita dari 
penghuni surga?" Aku menjawab, "Ya". Dia berkata, "Itu wanita yang hitam, dia 
dahulu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, 
"Sesungguhnya aku memiliki penyakit ayan (epilepsi), dan (jika kambuh, auratku) 
terbuka. Berdoalah kepada Allah untuk (kesembuhan) ku!". Beliau menjawab, "Jika 
engkau mau bersabar (terhadap penyakit ini), engkau mendapatkan surga. Tetapi 
jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu." Wanita 
tadi berkata, "Aku akan bersabar. Tetapi (jika kambuh penyakitku, auratku) 
terbuka, maka berdoalah kepada Allah untukku agar (jika kambuh, auratku) tidak 
terbuka." Maka beliau mendoakannya. (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Ketiga belas, Ibnu Abbas berkata,

كَانَتِ امْرَأَةٌ تُصَلِّي خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَسْنَاءَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ فَكَانَ بَعْضُ الْقَوْمِ
يَتَقَدَّمُ حَتَّى يَكُونَ فِي الصَّفِّ الْأَوَّلِ لِئَلَّا يَرَاهَا
وَيَسْتَأْخِرُ بَعْضُهُمْ حَتَّى يَكُونَ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ فَإِذَا
رَكَعَ نَظَرَ مِنْ تَحْتِ إِبْطَيْهِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( وَلَقَدْ
عَلِمْنَا الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنْكُمْ وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَأْخِرِينَ
)

Dahulu ada seorang wanita yang sangat cantik shalat di belakang Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka sebagian laki-laki maju, sehingga berada di 
shaf pertama agar tidak melihat wanita itu. Tetapi sebagian orang mundur, 
sehingga berada di shaf belakang. Jika ruku', dia dapat melihat (wanita itu) 
dari sela ketiaknya. Maka Allah menurunkan (ayat),

وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنكُمْ وَلَقَدْ عَلِمْنَا
الْمُسْتَأْخِرِينَ

"Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripadamu 
dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian 
(daripadamu)." (QS. Al Hijr: 24) (HR. Ash Habus Sunan, Al Hakim, dan lainnya. 
Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 2472. Lihat Jilbab Al 
Mar'ah Al Muslimah, hal. 70).

Hadits ini menunjukkan bahwa di zaman Nabi, wajah wanita biasa terbuka.

Keempat belas, Ibnu Mas'ud berkata,

رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً
فَأَعْجَبَتْهُ فَأَتَى سَوْدَةَ وَهِيَ تَصْنَعُ طِيبًا وَعِنْدَهَا نِسَاءٌ
فَأَخْلَيْنَهُ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ قَالَ أَيُّمَا رَجُلٍ رَأَى امْرَأَةً
تُعْجِبُهُ فَلْيَقُمْ إِلَى أَهْلِهِ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang wanita sehingga wanita 
itu membuat beliau terpesona, kemudian beliau mendatangi Saudah (istri beliau), 
yang sedang membuat minyak wangi dan di dekatnya ada banyak wanita. Maka 
wanita-wanita itu meninggalkan beliau, lalu beliau menunaikan hajatnya. 
Kemudian beliau bersabda: "Siapa pun lelaki yang melihat seorang wanita, 
sehingga wanita itu membuatnya terpesona, maka hendaklah dia pergi kepada 
istrinya, karena sesungguhnya pada istrinya itu ada yang semisal apa yang ada 
pada wanita itu." (HR. Muslim, Ibnu Hibban, Darimi, dan lainnya. Lafazh ini 
riwayat Darimi. Lihat takhrijnya di dalam Ash-Shahihah no. 235)

Sebagaimana hadits sebelumnya, hadits ini nyata menunjukkan bahwa di zaman 
Nabi, wajah wanita biasa terbuka.

Kelima belas, Dari Abdullah bin Muhammad, dari seorang wanita di antara mereka 
yang berkata,

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا
آكُلُ بِشِمَالِي وَكُنْتُ امْرَأَةً عَسْرَاءَ فَضَرَبَ يَدِي فَسَقَطَتِ
اللُّقْمَةُ فَقَالَ لَا تَأْكُلِي بِشِمَالِكِ وَقَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكِ
يَمِينًا أَوْ قَالَ وَقَدْ أَطْلَقَ اللَّهُ يَمِينَكِ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemuiku ketika aku sedang 
makan dengan tangan kiriku, karena aku seorang wanita yang kidal. Maka beliau 
memukul tanganku sehingga sesuap makanan jatuh. Lalu beliau bersabda, 
"Janganlah engkau makan dengan tangan kirimu, sedangkan Allah telah menjadikan 
tangan kanan untukmu." Atau bersabda, "Sedangkan Allah telah menyembuhkan 
tangan kananmu." (HR. Ahmad dan Thabarani. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani 
dalam Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 72)

Keenam belas, berlakunya perbuatan ini setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 
'alaihi wa sallam. Hadits-hadits di atas jelas menunjukkan tentang perbuatan 
sebagian sahabiah yang membuka wajah dan telapak tangan pada zaman Nabi 
shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan hal ini terus berlangsung setelah Nabi 
shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Sebagaimana ditunjukkan dengan 16 riwayat 
yang dibawakan Syaikh Al Albani dalam Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah (hal. 
96-103). Ini semua menguatkan, bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukanlah 
aurat sehingga wajib ditutup.

Ketujuh belas, anggapan terjadinya ijma' tentang wajah dan telapak tangan 
merupakan aurat yang wajib ditutup, tidaklah benar. Bahkan telah terjadi 
perselisihan di antara ulama. Pendapat tiga imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, 
dan Imam Syafi'i), menyatakan bukan sebagai aurat. Ini juga merupakan satu 
riwayat dari Imam Ahmad. Di antara ulama besar mazhab Hambali yang menguatkan 
pendapat ini ialah dua imam; yakni Ibnu Qudamah dan Imam Ibnu Muflih. Ibnu 
Qudamah rahimahullah menyatakan dalam Al Mughni, "Karena kebutuhan mendorong 
telah dibukanya wajah untuk jual-beli, dan membuka telapak tangan untuk 
mengambil dan memberi." (Lihat Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 7-9).

Kedelapan belas (tambahan), dalil-dalil shahih di atas dengan tegas menunjukkan 
bahwa pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, wajah dan telapak tangan 
wanita biasa terbuka. Berarti wajah dan telapak tangan wanita dikecualikan dari 
kewajiban untuk ditutup. Sebagian keterangan di atas juga menunjukkan bahwa 
peristiwa-peristiwa itu terjadi setelah turunnya ayat hijab (jilbab). Sehingga 
menunjukkan diperbolehkannya membuka wajah dan telapak tangan bagi wanita tidak 
terhapus oleh ayat jilbab. Kemudian, seandainya tidak diketahui bahwa 
peristiwa-peristiwa itu terjadi setelah turunnya ayat hijab/jilbab, maka hal 
itu menunjukkan diperbolehkannya membuka wajah dan telapak tangan bagi wanita. 
Sedangkan menurut kaidah, bahwa setiap hukum itu tetap sebagaimana sebelumnya 
sampai ada hukum lain yang menghapusnya. Maka orang yang mewajibkan wanita 
menutup wajah wajib membawakan dalil yang menghapuskan bolehnya wanita membuka 
wajah dan telapak tangan. Adakah hal itu? Bahkan yang didapati ialah keterangan 
dan dalil yang memperkuat hukum asal tersebut.

Johnny
PT. Graha Usaha Teknik
Asem Baris Raya 140 ,Jakarta 12830
Telp: 021-8354755
Fax : 021-8352612


_____

From: assunnah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
Of ana zulfia
Sent: 07 Juni 2007 11:01
To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] tanya: apa wajib pake cadar?

assalamualaikum.............
alhamdulillah, ana baru saja ikut kajian salaf dan mulai belajar.
suatu ketika, ana di undang untuk ikut tabligh akbar di daerah tempat ana
tinggal. ana berangkat dengan teman ana yang pake jilbabnya masih mini, tapi
longgar dan sopan, waktu itu dia juga masih memakai celana, bukan gamis (dia
masih awam sekali tentang islam, dia baru saja memakai jilbab, dan ingin
belajar islam lebih banyak, makanya ana ajak ke kajian tersebut), ana dan
dia sama2 tidak bercadar.
setelah sampai di tempat kajian tersebut (sebuah ma'had, tapi tempatnya
terbuka), di gerbang depan ana dan teman ana di suruh berhenti oleh
seseorang akhwat/ummahat, dan ana dan teman ana di suruh menutupkan jilbab
ke wajah, akhwat terebut juga bilang, "KALO KE SINI CADARAN YA MBAK".
karena sudah terlanjur di depan ma'had, akhirnya kami masuk juga dengan
menutupkan sebagian jilbab ke muka dan perasaan tak karuan, GAK NYAMAN.
pun ketidaknyamanan kami berlanjut, saat masuk ke tempat akhwat, yang lain
memandang kami dari atas ke bawah....
padahal pakaian yang kami gunakan cukup sopan, ana berjilbab panjang dan
besar, baju panjang rok besar.......... hanya TIDAK BERCADAR
kami seperti makhluk asing di sana.
pokoknya gak nyaman banget.
sampe akhirnya, 2 jam berlalu, kami pun gak tahan dengan tatapan mata
peserta lain, akhirnya kami berdua pulang (baca: kabur).
padahal topik kajian waktu itu cukup penting (ushul tsalasta).
sampai sekarang ana dan teman ana gak pengen ke ma'had itu lagi, lebih baik
cari tempat belajar yang nyaman.
bagaimana sikap ana seharusnya? kami berdua cuma ingin mempelajari islam
secara mendalam......
ana sarankan, jika ikhwahfillah di milis ini pernah melakukan hal ini pada
orang lain, jangan di ulangi lagi, karena hal itu kan menPUSH DOWN minat
seseorang yang masih NEW COMER untuk belajar tentang manhaj salaf.
afwan.
wassalam,


---------------------------------
Got a little couch potato?
Check out fun summer activities for kids.


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke