Tapi undang2 pendidikan yang sekarang berlaku di Indonesia sudah mengharuskan 
syarat seorang professor adalah Doktor.  Kalau enggak salah udah berlaku 
semenjak 2003.  Sehingga yang S2 ya mentok sampai golongan IVC/Lektor kepala 
saja.
Tentang professor apakah bisa dipakai di depan nama atau tidak saya kira 
debatable.  Faktanya di tempat saya belajar di Australia, Profesor juga 
dibubuhkan di depan nama, dan saya kira di Eropa dan AS pun sama. Ini bisa kita 
search pada daftar dosen di setiap universitas.  Cuman kalau gelar professor di 
LN udah dibubuhkan, gelar doktor dan lainnya enggak dicantumkan lagi.

________________________________
Dari: Dr.Salamun Sastra <onc...@hotmail.com>
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 22 Februari, 2010 00:50:59
Judul: RE: [assunnah] Gelar Lc ?

Assalamualaikum

Saya sangat, sangat , sangat setuju dengan penjelasan sdr Danang.
Bahkan para sarjana Indonesia masih belum paham bedanya Professor dan 
Doktor/PhD.

Bahkan para Professor sendiri secara tidak malu melebihkan profesornya 
tersebut. Umumnya masyarakat tidak faham bahwa Profesor itu pangkat bukan gelar 
!!!!

Masyarakat Indonesia tidak faham bahwa Profesor itu pangkat tertinggi sebagai 
pendidik, dan berhubungan derngan skala gaji !!!!

Seorang Profesor hendaknya seorang Doktor; di Indonesia masih ada S1 yang 
dipromosi menjadi Profesor !!!!Masya Allah, bagaimana ia dapat berdiskusi 
dengan kesarjanaan yang hanya S1 itu.

Analogi di militer adalah kalau lulusan SMA menjadi jenderal, maka ia akan 
berfikir dengan pundak bukan dengan otak !!!

Maaf, di Amerika Serikat tidak mungkin ini terjadi.

Ada suatu trend bahwa dibelakang suatu gelar dikaitkan tempat ia mendapat gelar 
tersebut; maaf saja karena Perguruan Tinggi itu berbeda-beda kualitasnya.

Sebagai contoh, saya sekarang berada di Sudan, saya sangat prihatin dengan 
dengan para mahasiswa Indonesia yang mengambil pendidikan S2 apalagi S3 untuk 
bidang "ilmu" tertentu, karena prosesnya yang meragukan !!!!

Menjadi sarjana itu  suatu proses baik untuk otak , maupun perilaku, maaf, baca 
doa saja keliru banget. kalau dibetulkan lalu bukannya mengkaji sebagai 
ilmiawan tetapi malah bersikap defensif, bahkan melawan.

Di kawasan British, semua gelar kesarjanaan harus dikeluarkan, bukan 
disembunyikan, lalu dibelakangnya ditulis tempat gelar tersebut diperoleh.

Di Indonesia, dokter spesialis dianggap S2, sangat keliru !!! Dokter Spesialis 
itu skill/ketrampilan, bukan ilmu/Science !!

Di Belanda, di satu universitas tempat saya riset, jadi Doktor dulu baru jadi 
spesialis.

Demikian sedikit keterangan dari saya.

Wassalam

DR Dr Salamun Sastra SpM

To: assunnah@yahoogroups.com
From: danang...@yahoo.com
Date: Fri, 19 Feb 2010 23:13:16 +0000
Subject: [assunnah] Gelar Lc ?

Assalamu'alaikum akhi, afwan berhubungan dengan email ke milist
as-sunnah, sbb:

Hadirilah
Tabligh Akbar Perangkap-Perangkap Setan

Bersama Ustadz Abu ....., Lc hafizhahullah
Insya Allah pada Jum'at, 26 Februari 2010 (HARI LIBUR NASIONAL)

Pukul : 08.30 s/d 10.30 WIB
Tempat : Masjid Nurul Irfan (Alumni), Kampus A Universitas Negeri
Jakarta (UNJ),

Sependek pengetahuan saya, beliau adalah lulusan IAIN
Bandung, jadi sepertinya tidak ada gelar Lc untuk para lulusannya.
Afwan, hal ini saya rasa penting untuk mendudukkan sesuatu tepat pada
porsinya. Gelar Lc umumnya diberikan oleh universitas Islam yang
menggunakan bahasa Arab sebagai pengantarnya. Di Indonesia, para ikhwan
jika mendengar ustadznya ada gelar ''Lc'' nya akan menduga ustadznya
adalah alumni LIPIA jakarta, atau UNIV Madinah KSA, atau Al-Azhar Mesir,
Ummul Qura Mekkah, King Su'ud Riyadh, dan semacamnya.

Afwan, dulu sekitar 7 tahun-an yang lalu, saya melihat pamflet salah
satu ustadz kita yang diberikan imbuhan murid Syaikh 'Abdullah bin Baaz,
padahal cuma beberapa kali ikut ''muhadharah'' (kajian umum) dengan
beliau. Ada juga yang diberi label murid Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh
Muhammad al-'Utsaimin, padahal belum tentu benar.

Syaikh 'Ali Hasan dalam beberapa kitabnya menyebut bahwa gurunya
adalah termasuk Syaikh Muhammad al-'Utsaimin dan Syaikh Ibnu Baaz, namun
tidak pernah diberikan label kepada beliau sebagai murid kedua ulama
besar tersebut. Pengakuan seseorang bahwa ulama tersebut adalah gurunya,
tidak serta-merta menjadikan ia diakui sebagai murid dari ulama
tersebut.

Misal, saya menyebut Ustadz Fulan sebagai gurunya, namun tidak
serta-merta beliau mengakui saya sebagai muridnya, meskipun saya sudah
menyertai beliau hampir sepuluh tahun, misalnya.

Maaf ya, jika agak berkepanjangan.

Akhukum fillaah,

danang

Kirim email ke