From: milis.dediguna...@gmail.com Date: Thu, 29 Nov 2012 05:41:04 +0700
manakah yg lebih utama dari berikut 1. sholat dimasjidil haram sesuai waktu sholatnya, mngikuti waktu stempat. duhur di waktu duhur, asar di waktu asar dst nya... sholat spt biasa tidak dijamak ataupun qosor 2. duhur brsama mukim di masjidil haram 4 rakaat, trus langsung qomat solat qosor asar 2 rakaat, kadang jamaah kl ada temennya, kadang sndiri. kmudian pulang ke maktab. dmikian jg maghrib dan isya kata seorang teman, kalau safar lebih utama diambil rukhsoh, karena katanya sedekah dari Allah sehingga lebih utama, meskipun itu di masjidil haram/nabawi namun jadinya waktunya bnyak di maktab, yg ujung2nya cuman tidur2an, ngobrol2, ngomongin ini itu yg kurang ada manfaatnya... saya lebih nyaman sholat sesuai waktu sholat spt biasa dan tetap di masjid, sehingga antara duhur dan asar waktunya bisa utk ibadah/baca quran ataupun lainnya yang mana waktunya lebih manfaat..dmikian jg waktu sholat lainnya shingga jarang pulang ke maktab cuman katanya ya lebih utama rukhsah nya, islam tu mudah jgn mempersulit diri dst nya katanya.... cuman bosen aja kalau akhirnya cuman tidur2an, makan, ngobrol dll terus di maktab, ibadah, baca quran atau buku2 rasanya lebih semangat dan kondusif kl di masjid. mohon pencerahannya kembali, terima kasih >>>>>>>>>>>>>>>>>>>> Keberadaan di Mekkah dan Madinah (pada saat umrah/haji) tidak dalam waktu lama sementara dalam hadits disebutkan bahwa shalat di Madjil Haram dan Masjid Nabawi memiliki keutamaan berlipat dibandingkan dengan shalat di tempat lain bahkan sampai 100.000 kali lipat nilainya untuk shalat di Masjidil Haram dan 1000 kali lipat untuk shalat di Masjid Nabawi. Maka, lebih baik kita datang ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk menunaikan shalat dengan berjama'ah bersama imam. Tidakkah hati kita tergerak untuk memanfaatkan moment keberadaan di sana untuk meraih kebaikan dan bekal akhirat kita sebanyak-banyaknya ? 1. Shalat di kota Mekkah, terlebih di Masjidil Haram memiliki derajat nilai sangat tinggi, sebanding dengan seratus ribu shalat di tempat lain. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : صَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ "Satu shalat di Masjidil Haram, lebih utama dibandingkan seratus ribu shalat di tempat lainnya". [HR Ahmad, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani] Begitu pula masjid-masjid yang berada dalam batas tanah haram, kendatipun tidak mendapatkan fadhilah pahala sebesar sebagaimana tertera dalam hadits, tetapi shalat di dalamnya lebih afdhal, dibandingkan shalat di luar tanah haram. Dalilnya, seperti telah diterangkan oleh Syaikh al 'Utsaimin, bahwa ketika Rasulullah berada di Hudaibiyah yang sebagian berada dalam wilayah tanah suci dan sebagian lainnya tidak, maka apabila mengerjakan shalat, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di bagian yang masuk tanah suci. Ini menunjukkan, shalat di tanah haram lebih utama, namun tidak menunjukkan diraihnya keutamaan shalat di masjid Ka’bah.[3] Dengan keutamaan yang dimilikinya, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan hukum-hukum khusus berkaitan dengan kota Mekkah yang sarat dengan berkah ini. Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/2578/slash/0/keutamaan-kota-suci-mekkah/ 2. Keutamaan Masjid Nabawi Dan Shalat Di Dalamnya Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menyatakan bahwa hadits ini bersambung kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ اْلأَقْصَى. “Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali ke tiga masjid; Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” [3] Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هٰذَا، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ. "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.’” [4] Dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ. “Di antara rumahku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman Surga.” [5] Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/995/slash/0/menziarahi-kota-madinah-al-munawwarah61482/ Wallahu Ta'ala A'lam 2012/11/19 Abu Harits <abu_har...@hotmail.com> From: milis.dediguna...@gmail.com Date: Fri, 16 Nov 2012 00:56:01 +0700 Assalamualaikum. Mau bertanya kalau sedang hajian, diluar hari hajinya di mina arofah muzdalifah. Yakni selain tgl 8-13 dzulhijah bagaimanakah sebaiknya sholat kita. Ikut berjamaah tiap waktu sholat di masjidil haram Atau jamak qosor utk duhur asar serta maghrib isya.. Atau adakah dalil yg menerangkan sholat rasulullah saat di mekah setelah masa hijriyah, dalam artian saat safar. Serta bagaiamana saat sholat jumat.... jumat+asar di masjidil haram atau duhur+asar di maktab masing2 Terima kasih atas pencerahannya... >>>>>>>>>>>>>>>>>>> 1. Shalat pada waktu pelaksanaan haji. a). Di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama'. b). Di Arafah, jika matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji, pen.). c). Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya' secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Lalu ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat Shubuh di awal waktunya Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/2253/slash/0/tata-cara-haji/ 2. Setelah selesai pelaksanaan haji, shalat wajib 5 waktu selama di tanah suci Makkah dengan cara di qashar atau secara sempurna mengikuti imam yang di Mekkah atau di Madinah ?? Jawaban. Tidak harus di qashar, meskipun saudara berkeyakinan atau memilih pendapat yang mengatakan bahwa selama berada di Mekah menunaikan haji dan Umrah saudara tetap berstatus sebagai musafir, sehingga berhak atau disunnahkan untuk mengqashar shalat. Kecuali ketika saudara menunaikan shalat di masjid an-Namirah, maka saat itu harus di qashar karena imamnya juga mengqashar shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya, "Jika saya sedang dalam perjalanan dan saya mendengar suara adzan, apakah saya wajib shalat di masjid ? Apakah ada sesuatu jika saya shalat di tempat saya tinggal (penginapan, kost dan lain-lain-red) ? Beliau rahimahullah menjawab, "Jika saudara mendengar [1] suara adzan dan saudara sedang berada di suatu tempat tinggal, maka saudara wajib datang ke masjid (tempat suara adzan di kumandangkan). Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada lelaki yang meminta ijin untuk meninggalkan shalat berjama'ah, "Apakah kamu mendengar suara adzan ?" lelaki itu menjawab, 'Ya." Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda lagi, "Jawablah (penuhilah panggilan adzan itu !-red) ! Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Barangsiapa mendengar suara adzan dan tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali (ketidak datangannya) disebabkan udzur." Tidak ada dalil yang mengkhususkan atau mengecualikan musafir dari hukum ini. Kecuali jika kepergian saudara ke masjid akan menyebabkan hilangnya kemaslahatan saudara dalam safar misalnya saudara butuh istirahat dan tidur lalu ingin shalat di tempat tinggal (penginapan dll) supaya bisa tidur atau saudara khawatir jika berangkat ke masjid, imam datangnya terlambat sementara saudara akan melanjutkan perjalanan dan takut tertinggal dan lain sebagainya."[2] Ditempat lain, setelah menjelaskan tentang sunnahnya mengqashar bagi orangyang sedang melakukan perjalanan, beliau rahimahullah mengatakan, "… kecuali jika orang yang melakukan perjalan itu shalat di belakang (sebagai makmum) orang imam yang shalat empat raka'at, maka si musafir itu wajib shalat empat raka'at juga, sama saja apakah dia ikut shalat sejak raka'at pertama ataupun di tengah shalat, berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya, "Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya. Nabi juga bersabda, yag artinya, "Yang kalian dapatkan, maka kerjakanlah (bersama imam) dan raka'at yang tertinggal, maka sempurnakanlah." Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu pernah ditanya, 'Kenapa musafir shalat dua raka'at ketika sendirian dan empat raka'at ketika bermakmum kepada imam yang muqim ?' Beliau Radhiyallahu anhuma menjawab, 'Itu adalah sunnah' [3]. Jadi saudara tidak harus mengqashar, jika memungkinkan, maka saudara lebih datang ke Masjidil Haram untuk menunaikan shalat dengan berjama'ah bersama imam. Jika saudara berjama'ah, maka saudara harus mengikuti imam. Terlebih keberadaan saudara di Mekah tidak dalam waktu lama sementara dalam hadits disebutkan bahwa shalat di Madjil Haram memiliki keutamaan berlipat dibandingkan dengan shalat di tempat lain bahkan sampai 100.000 kali lipat nilainya. Tidakkah hati kita tergerak untuk memanfaatkan moment keberadaan di sana untuk meraih kebaikan dan bekal akhirat kita sebanyak-banyaknya ? Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/2752/slash/0/musafir-tidak-wajib-mengqashar-shalat-di-tanah-sedekap-ketika-itidal-masjid-nabi-ada-kuburannya/ Wallahu Ta'ala A'lam