From: milis.dediguna...@gmail.com
Date: Tue, 22 Jan 2013 11:28:51 +0700 



Apakah hadits imam bukhori ini benar? Apakah mengeraskan dzikir sesudah sholat 
termasuk sunnah yg sebaiknya dikerjakan?
796. Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashir berkata, telah 
menceritakan kepada  kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami 
Ibnu Juraij berkata, telah  mengabarkan kepadaku 'Amru bahwa Abu Ma'bad mantan 
budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan  kepadanya bahwa Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma 
mengabarkan kepadanya, bahwa  mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang 
selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di  zaman Nabi shallallahu 'alaihi 
wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, "Aku mengetahui bahwa  mereka telah selesai 
dari shalat itu karena aku mendengarnya."  


>>>>>>>>>>>>>>>>>>
 
HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT
Oleh
Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani
http://almanhaj.or.id/content/1501/slash/0/hukum-mengangkat-suara-ketika-berdzikir-setelah-shalat/

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimana hukum mengeraskan 
suara dalam dzikir setelah shalat?"

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:

ُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ الصَّلاَةِ فِي عَهْدِ النَّبِي عَلَيْهِ السَّلاَمُ 
بِرَفْعِ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ

"Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara 
dzikir yang keras".

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas 
tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal "كُنَّا = Kunnaa" (Kami dahulu), 
mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi 
wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari 
orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya 
pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang 
bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca 
perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para 
shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga 
melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah 
men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam 
ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas 
mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik 
dzikir adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : "Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan)". 
Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang 
keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain 
yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan 
jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun 
mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.

يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّ مَنْ تَدْعُوْنَهُ 
لَيْسَ بأَصَمَّ وَلاَغَائِبٍ إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا إِنَّمَا 
تَدْعُوْنَ مَنْ هُوَ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِ كُمْ مِنْ غُنُقِ رَا حِلَتِهِ 
إِلَيْهِ

"Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. 
Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. 
Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang 
lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri".

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu 
siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu 
berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca 
Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu 
orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

يَاايُّهَا النَّاسُ كُلُكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يَجْهَرُ بَعْضُكُم عَلَى 
بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ

"Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat 
(berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian 
men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

فَتُؤْذُوْاالْمُؤْمِنِيْنَ

"Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat)".

[Disalin dari kitab Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, Edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penerjemah Adni 
Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid] 



                                          

Reply via email to