MENGKRITISI KEABSAHAN HADITS-HADITS KITAB IHYA ULUMIDDIN

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
http://almanhaj.or.id/content/3662/slash/0/mengkritisi-keabsahan-hadits-hadits-kitab-ihy-ulmiddn/


Kiranya tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn
adalah termasuk kitab berbahasa Arab yang paling populer di kalangan kaum
Muslimin di Indonesia, bahkan mungkin di seluruh dunia.

Kitab ini dianggap sebagai rujukan utama, sehingga seorang yang telah
menamatkan pelajaran kitab ini dianggap telah mencapai kedudukan yang
tinggi dalam pemahaman agama Islam. Padahal kiranya juga tidak berlebihan
kalau kita katakan bahwa kitab ini termasuk kitab yang paling keras
diperingatkan oleh para ulama untuk dijauhi, bahkan di antara mereka ada
yang merekomendasikan agar kitab ini dimusnahkan![1]

Betapa tidak, kitab ini berisi banyak penyimpangan dan kesesatan besar,
sehingga orang yang membacanya apalagi mendalaminya tidak akan aman dari
kemungkinan terpengaruh dengan kesesatan tersebut, terlebih lagi
kesesatan-kesesatan tersebut dibungkus dengan label agama.

Di antara kesesatan besar yang dikandung buku ini adalah pembenaran
ideologi (keyakinan) wihdatul wujÝd (bersatunya wujud Allâh Subhanahu wa
Ta’ala dengan wujud makhluk), yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada
hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta
ini tidak lain merupakan perwujudan/penampakan Dzat Ilahi (Allah Subhanahu
wa Ta’ala) – maha suci Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari segala keyakinan
rusak ini –.

Keyakinan sangat menyimpang bahkan kufur ini dibenarkan secara
terang-terangan oleh penulis kitab ini di beberapa tempat dalam kitab ini,
misalnya pada jilid ke 4 halaman 86 dan halaman 245-246 (cet. Darul
Ma’rifah, Beirut).

Cukuplah pernyataan Syikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berikut ini
menggambarkan besarnya penyimpangan dan kesesatan yang terdapat dalam kitab
ini, “Kitab ini berisi pembahasan-pembahasan yang tercela, (yaitu)
pembahasan yang rusak (menyimpang dari Islam) dari para ahli filsafat yang
berkaitan dengan tauhid (pengesaaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala ), kenabian
dan hari Kebangkitan. Maka, ketika penulisnya menyebutkan pemahaman
orang-orang ahli tasawwuf (yang sesat), ini seperti seseorang yang
mengundang seorang musuh bagi kaum Muslimin tetapi (disamarkan dengan)
memakaikan padanya pakaian kaum Muslimin (untuk merusak agama mereka secara
terselubung). Sungguh para imam (Ulama besar) Islam telah mengingkari
(kesesatan dan penyimpangan) yang ditulis oleh Abu Hâmid al-Ghazali dalam
kitab-kitabnya”[2] .

Oleh karena itu, Imam adz-Dzahabi rahimahullah menukil ucapan Imam Muhammad
bin al-Walid ath-Thurthûsyi rahimahullah yang mengatakan bahwa kitab Ihyâ’
UlĂťmiddĂŽn (yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama) lebih tepat jika
dinamakan Imâtatu UlÝmiddÎn (mematikan/merusak ilmu-ilmu agama).

Di samping itu, kitab ini juga memuat banyak hadits lemah bahkan palsu,
yang tentu saja tidak boleh dinisbatkan kepada RasÝlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam , bahkan banyak di antaranya yang sangat bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar agama Islam.

Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas semua kesesatan tersebut, tetapi
saya akan membahas dan menilai keabsahan hadits-hadits yang dimuat dalam
kitab ini, berdasarkan keterangan para Ulama Ahlus Sunnah yang terlebih
dahulu meneliti dan mengkritisi kitab ini.

KRITIKAN PARA ULAMA AHLUS SUNNAH TERHADAP HADITS-HADITS DALAM KITAB INI
1. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah berkata[3] : "Ketahuilah bahwa
kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn memuat banyak kerusakan (penyimpangan) yang tidak
diketahui kecuali oleh para ulama. Penyimpangannya yang paling ringan
(dibandingkan penyimpangan-penyimpangan besar lainnya) adalah adanya
hadits-hadits palsu dan batil (yang termaktub di dalamnya), juga
hadits-hadits mauquf (ucapan Sahabat atau Tabi'in) yang dijadikan sebagai
hadits marfû' (ucapan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Semua itu
dinukil oleh penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang
memalsukannya. Dan (sama sekali) tidak dibenarkan mendekatkan diri (kepada
Allâh Subhanahu wa Ta’ala ) dengan hadits yang palsu, serta tidak boleh
tertipu dengan ucapan yang didustakan (atas nama RasÝlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam )".

2. Imam Abu Bakr Muhammad bin al-Walid ath-ThurthĂťsyi rahimahullah berkata
[4] : “…Kemudian al-Ghazali memenuhi kitab ini dengan kedustaan atas (nama)
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan aku tidak mengetahui
sebuah kitab di atas permukaan bumi ini yang lebih banyak (berisi)
kedustaan atas (nama) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi
kitab ini”[5] .

3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dalam kitab ini
terdapat hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang lemah, bahkan (juga
mengandung) banyak hadits yang palsu, serta berisi banyak kebatilan dan
kebohongan orang-orang ahli tasawwuf”[6] .

4. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Adapun kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn, di
dalamnya terdapat sejumlah (besar) hadits-hadist yang batil (palsu)”[7] .

5. Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “…Akan tetapi, dalam kitab ini
(Ihyâ’ Ulûmiddîn ) banyak terdapat hadits-hadits yang asing, mungkar dan
palsu”[8] .

6. Syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni rahimahullah berkata: “Betapa
banyak kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn memuat hadits-hadits (palsu) yang oleh
penulisnya dipastikan penisbatannya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , padahal Imam al-‘Irâqi dan para ulama lainnya menegaskan bahwa
hadits-hadist tersebut tidak ada asalnya (hadist palsu)” [9].

7. Bahkan Imam as-Subki mengumpulkan hadits-hadist dalam kitab Ihyâ’
UlĂťmiddĂŽn yang tidak ada asalnya (palsu), dan setelah dihitung semuanya
berjumlah 923 hadits [10] .

KITAB-KITAB YANG LEBIH PANTAS DIPELAJARI DAN DITEKUNI
Dengan uraian ringkas tentang kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn di atas, jelaslah bagi
kita kandungan buruk dan penyimpangan yang terdapat di dalamnya. Maka,
seorang Muslim yang menginginkan kebaikan dan keselamatan dalam agama dan
imannya, hendaknya menjauhkan diri dari membaca buku-buku yang mengajarkan
kesesatan seperti ini. Alhamdulillâh, kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah
yang bersih dan selamat dari penyimpangan sangat banyak dan mencukupi untuk
diambil manfaatnya.

Apakah kita tidak khawatir akan ditimpa kerusakan dalam pemahaman agama
kita dengan membaca kitab seperti ini, padahal kerusakan dan kerancuan
dalam memahami agama ini merupakan malapetaka terbesar yang akan berakibat
kebinasaan dunia dan akhirat? Bukankah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berlindung kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari kerusakan agama dan
iman, sebagaimana dalam doa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:

((ولا تَجْعَلْ مُصيبَتَنَا في دِيْنِنا))

(Ya Allâh) janganlah Engkau jadikan malapetaka (kerusakan) yang menimpa
kami dalam agama (keyakinan) kami [11]

Ketahuilah, bahwa ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki keimanan dan
meyempurnakan ketakwaan kita kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala hanyalah ilmu
yang bersumber dari al-Qur’ân dan hadits-hadits shahîh dari Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipahami dengan pemahaman yang benar,
yaitu dengan merujuk pemahaman para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata: “Ilmu yang bermanfaat dari
semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari al-Qur`ân dan
Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , serta (berusaha) memahami
kandungan maknanya, dengan pemahaman yang bertumpu pada penjelasan para
Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para Tâbi’în
(orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang
mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan al-Qur`ân dan Hadits
(dengan baik). (Begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam
masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (pensucian jiwa),
pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala )
dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha
untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahĂŽh (benar) dan
(meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk
memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua ini sudah sangat memadai
(untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan
merupakan kesibukan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan
berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat)”[12] .

PENUTUP
Sebagai penutup, renungkanlah nasehat emas dari Imam adz-Dzahabi
rahimahullah ketika beliau mengkritik kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn dan kitab-kitab
lain semisalnya yang memuat kesesatan dan penyimpangan karena mengabaikan
petunjuk al-Qur`ân dan hadits-hadits shahÎh dari RasÝlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar.

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata: "Dalam kitab Ihyâ’ Ulûmiddîn
terdapat sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu) dan banyak
kebaikannya kalau saja kitab itu tidak memuat adab, ritual dan kezuhudan
(model) orang-orang (yang mengaku) ahli hikmah dan ahli Tasawwuf yang
menyimpang, kita memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala (dianugerahkan)
ilmu yang bermanfaat. Tahukah kamu apakah ilmu yang bermanfaat itu? Yaitu
ilmu bersumber dari al-Qur'an dan dijabarkan oleh RasÝlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam ucapan dan perbuatan (beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam), serta tidak ada larangan dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
tentangnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Barangsiapa yang tidak menyukai sunnah/petunjukku maka dia bukan termasuk
golonganku" [13] .

Maka, wajib bagimu wahai saudaraku untuk mentadabburi (mempelajari dan
merenungkan) al-Qur`ân serta membaca dengan seksama (hadits-hadits
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dalam ash-Shahîhain (Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim), Sunan an-Nasâ'i, Riyâdhus Shâlihin dan
al-Adzkâr tulisan Imam an-Nawawi rahimahullah. (Maka dengan itu) engkau
akan beruntung dan sukses (meraih ilmu yang bermanfaat). Dan jauhilah
pemikiran orang-orang tasawwuf dan filsafat, ritual-ritual ahli riyâdhah
(ibadah-ibadah khusus ahli tasawwuf), dan kelaparan (yang dipaksakan) oleh
para pendeta, serta igauan tokoh-tokoh ahli kholwat (menyepi/bersemedi yang
mereka anggap sebagai ibadah). (Ingatlah), semua kebaikan hanyalah (diraih)
dengan mengikuti agama (Islam) yang hanĂŽf (lurus) dan mudah (agama yang
dibawa dan dicontohkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ).
Hanya kepada Allâh-lah kita memohon pertolongan. Yâ Allâh, tunjukkanlah
kepada kami jalan-Mu yang lurus"[14] . Wallâhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV/1432H/2011. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat Siyaru A’lâmin Nubalâ 19/327 dan 19/495-496
[2]. MajmÝ' al-Fatâwâ 10/551-552
[3]. Dalam kitab beliau Minhâjul QâshidÎn . Nukilan dari al-Bayân edisi 48
hlm. 81
[4]. Beliau adalah seorang imam panutan, ulama besar dan ahli zuhud. Wafat
520 H. Biografi beliau dalam Siyaru A'lâmin Nubalâ 19/490
[5]. Dinukil oleh Imam adz-Dzahabi t dalam Siyaru A’lâmin Nubalâ 19/495
[6]. MajmÝ' al-Fatâwa 10/552
[7]. Siyaru A’lâmin Nubalâ19/339
[8]. Al-Bidâyah wan Nihâyah 12/214
[9]. Silsilatul Ahâdîtsidh Dha’îfah wal Maudhû’ah 1/60
[10]. Thabaqâtusy Syâfi’iyyatil Kubra 6/287
[11]. HR at-Tirmidzi (no. 3502), dan dinyatakan hasan oleh Imam at-Tirmidzi
dan Syaikh al-Albâni
[12]. Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘alâ ‘Ilmil Khalaf hlm. 6
[13]. HR. al-Bukhâri no. 5063 dan Muslim 1401
[14]. Siyaru A’lâmin Nubalâ 19/339-340

Kirim email ke