Ibu Lily dan netters yg lain...

Terima kasih atas keterangannya yg sangat detail dan bermanfaat,
dan bisa menjawab beberapa pertanyaan di email sebelumnya.

Mohon maaf jika saya pakai istilah "supersonic" utk suara. Yg lebih tepat
utk suara memang "ultrasonic". Pada awalnya istilah supersonic dan
ultrasonic
itu memang sama maksudnya, tapi pada perkembangannya, spt disampaikan
Ibu Lily, supersonic digunakan utk istilah aerodinamika yg mempunyai
kecepatan di atas kecepatan suara (300 m/s, atau lebih tepatnya 343 m/s,
atau sering disebut Mach = 1 ).

Saya ceroboh menggunakan istilah supersonic krn kebetulan bidang penelitian
saya saat ini adalah aerodinamika, dan dlm bhs jepang istilah supersonic
dan ultrasonic tidak dibedakan, keduanya menggunakan kata2
"choonpa/choonsoku".
Nah, begitu mendengar kata itu, langsung kata supersonic yg muncul.
Ada lagi istilah hypersonic, subsonic, dll....shg jadi sering "confused" nih
saya...
Mohon dimaafkan...

Kmd utk pertanyaan apakah 'recorded' gamelan di CD juga menghasilkan
ultrasonic, saya kurang tahu. Di acara TV itu pada awalnya membahas
kepintaran dolphin yg melakukan komunikasi menggunakan frekuensi
suara ultrasonic, kmd membahas gamelan yg juga menghasilkan ultrasonic
dan juga hubungannya dg produksi hormon di dalam otak.
Dan utk menangkap suara ultrasonic itu mereka menggunakan alat khusus.
Jadi kalo sound system yg ada sekarang memang spt yg disampaikan
Ibu Lily, spt-nya harus dengerin secara 'live' kali ya...
Wah repot dong ya....

Tapi, jika menurut Ibu Lily semua alat musik mempunyai potensi utk
menghasilkan
ultrasonic, kenapa kok lembaga penelitian Jepang sini jauh2 membahas
ttg gamelan ya...?  :)

Kmd, utk musik klasik, seperti dibahas di artikel subject email ini,
memang sepertinya tidak semua musik klasik cocok utk stimulasi
perkembangan otak. Saya sendiri tidak banyak tahu ttg musik klasik.
Tapi dr beberapa kaset, CD ataupun video ttg stimulasi otak, musik
yg diperdengarkan ya itu-itu saja... maksudnya, produsernya lain
tapi jenis musik klasiknya sama.

Dan saya sangat setuju dg Ibu Lily bahwa yg lebih penting adalah
faktor psikologis si pendengar. Di sebuah buku ttg stimulasi anak
di dalam kandungan, penulis meminta kita utk mendengarkan musik
klasik tertentu TAPI jangan sampai sang ibu tertidur. Nah, istri saya itu
kalo
dengar musik klasik itu bisa langsung tertidur :(
Ya sudah, yg didengerin akhirnya musiknya KLA Project :)

Terakhir, saya ingin sedikit "protes" dg ungkapan di artikel sblm-nya itu.
Disitu dikatakan,
> Mengapa musik klasik menjadi pilihan? Sebab musik klasik memiliki
> frekuensi alfa, gelombang alfa dikaitkan dengan relaksasi, ketika
> otak bisa menerima informasi baru.
Mungkin Ibu Lily bisa kasih klarifikasi juga, apakah benar musik klasik
memiliki frekuensi gelombang alfa ?
Yg saya tahu, prosesnya adalah: musik klasik itu membuat kita
menjadi rileks. Dalam keadaan rileks inilah otak akan menghasilkan
gelombang alfa (yg mempunyai frekuensi 7-13 Hz). Dalam keadaan
inilah otak akan sangat mudah menerima segala informasi yg masuk.

Tolong dikoreksi jika saya salah mengerti hubungan antara musik
klasik dan gelombang alfa.

rgds,

Taufan
www.balitacerdas.com





-----Original Message-----
From: Lily [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, June 18, 2003 3:56 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [balita-anda] MUSIK MENCERDASKAN ANAK DAN MENYEMBUHKAN PENYAKIT


Pak Taufan & miliser lain,

Menarik juga ceritanya tentang musik gamelan yg ternyata dianggap
mampu merangsang perkembangan otak.

> Ternyata gelombang suara supersonic mampu menstimulasi peningkatan
> produksi beberapa hormon penting di otak (saya lupa namanya),

Jadi (kalo dari penuturan pak Taufan), yg dimaksud dengan gelombang
suara supersonic adalah gelombang yang berada diluar jangkauan
frekuensi yg mampu ditangkap oleh telinga manusia (= 20 Hertz s/d 20
kiloHertz), ya? Mohon dikoreksi ... [keterangan: audible sound yg
mampu di-indera oleh pendengaran manusia ada di antara range frekuensi
ini; dengan 1 Hertz = 1 putaran/detik, 1 kilo = 1000]

Saya pikir 'supersonic' di sini sama dengan istilah supersonic dalam
aerodinamika yg artinya kecepatan yang melebihi kecepatan suara dalam
udara (kurang lebih sebesar 300 m/s).

Setahu saya, gelombang suara di luar jangkauan audible sound disebut
sebagai 'ultrasonic' -- misalnya, frekuensi yg digunakan utk
ultrasound scan adalah frekuensi di atas 10 Mega Hertz, sedangkan
frekuensi2 di antara 20 kilo Hertz s/d 100 kilo Hertz banyak digunakan
sebagai media komunikasi dan navigasi oleh binatang2 seperti dolphin
maupun kelelawar.

Jika memang yg dimaksud adalah gelombang suara di luar ambang batas
pendengaran manusia, saya pikir hampir setiap alat musik memiliki
potensi utk menghasilkan frekuensi supersonic/ultrasonic tersebut.
Pertama-tama, tiap2 frekuensi (nada) yg dihasilkan oleh alat musik
memiliki satu atau lebih frekuensi harmonic yg biasanya merupakan
kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasarnya tersebut; bisa jadi,
frekuensi harmonic ini berada di daerah 'supersonic'. Kedua, akustik
(fisik) dari alat musik yg bersangkutan juga bisa jadi berpengaruh
terhadap sound production, termasuk kemungkinan dihasilkan frekuensi
harmonic di luar jangkauan frekuensi audible sound.

Dari sini, berkaitan dengan penelitian gelombang supersonic tsb,
timbul pertanyaan: krn kebanyakan sound system/recording saat ini
dioptimalkan utk telinga manusia, maka desain alat2 tersebut dibuat
dalam jangkauan audible sound tsb -- artinya, sound system/recording
tidak mampu utk menangkap gelombang supersonik/ultrasonik tersebut.
Contoh, CD audio yg banyak kita gunakan sekarang ini dioptimalkan utk
jangkauan frekuensi antara 0 s/d 15 kilo Hertz. Jadi, gelombang
supersonik/ultrasonik tersebut tidak akan 'terekam' oleh perangkat2
audio yg ada sekarang ini.

Sehingga, menarik juga utk melihat keterangan lebih lanjut, apakah
riset mengenai gelombang supersonik tersebut berlaku utk musik yg
didengarkan secara 'live' atau 'recorded'? Barangkali pak Taufan bisa
cerita lebih lanjut. Apakah pengaruh mendengarkan 'recorded' gamelan
(lewat CD, kaset, atau VCD, misalnya) sama misalnya dengan pengaruh
mendengarkan gamelan yg dimainkan secara 'live'?

> Mengenai musik klasik yg baik utk stimulasi perkembangan otak, yg
saya tahu
> adalah krn nada dan iramanya teratur, sesuai dg denyut nadi manusia,
shg
> mampu menstimulasi perkembangan otak dan jiwa kita.

Nambahin aja:

Mengenai nada, memang rentang nada (yg sebanding dengan frekuensi) yg
digunakan dalam musik klasik 'kan cukup lebar; beda halnya dengan
rentang nada yg digunakan dalam musik pop/rock yg umumnya sempit --
mungkin krn inilah stimulasi kepada indera pendengaran (termasuk di
dalamnya syaraf2 yg menghubungkan organ luar dengan otak di bagian
primary auditory cortex) oleh musik klasik lebih signifikan daripada
musik pop/rock.

Mengenai keteraturan irama (tempo), tergantung juga ya; banyak
repertoir musik klasik yang menggunakan tempo agitato (seperti yg
tersendat-sendat; agitate) -- contohnya adalah komposisi2 piano
tunggal dari Chopin -- jadi keteraturan irama ini menurut saya
relatif. Tetapi bukannya justru adanya variasi ini yg membuat kita
semakin terstimulasi?

Satu hal lain yg menurut saya cukup berpengaruh adalah karakteristik
melody (progresi not/nada) musik klasik yg variatif plus penuh dgn
ornamen, terutama musik klasik yg datang dari periode
baroque/rococo/klasik (dan masih terasa pengaruhnya pada periode
romantik, dan juga pada periode2 akhir musik klasik seperti periode
modern).

Belum lagi jika kita perhatikan variasi dinamik musik klasik pada
umumnya, hal yang jarang 'disentuh' dalam musik pop/rock.

Kombinasi berbagai karakteristik yg variatif dari musik klasik inilah
yg mungkin leading pada ramuan 'menu' berbagai nomer musik klasik utk
terapi (seperti yg dijelaskan di email sebelumnya).

Jika kita bandingkan musik gamelan dengan musik klasik (atau musik
'barat' / western / diatonis pada umumnya), ada beberapa hal yg
membedakan: sistem nada / tune, sistem orkestrasinya, serta teknik
permainannya.

Musik gamelan rentang nadanya memang cukup 'terbatas'. Tetapi
irama/tempo/beat musik gamelan tidak kalah variatifnya dibandingkan
dengan musik klasik, meskipun lebih cenderung utk monoton. Tapi,
monotonic beat ini bisa berlaku seperti pembuka jalan ke arah mental
state 'trance' bagi pendengarnya. Ornamen dan dinamika musik gamelan
pun tidak kalah dengan musik klasik (contoh, gamelan dari Bali yg
penuh ornamen serta dinamis; progresi dari soft style ke loud style
dan sebaliknya di gamelan Jawa).

Tapi, ada satu hal lain dalam musik gamelan yg tidak dimiliki oleh
musik klasik (atau musik barat/western pada umumnya): laras; contohnya
adalah tuning / skala nada pentatonis (lima nada) seperti dalam laras
slendro. Tangga nada pentatonis ini sebenarnya ada juga dalam musik
klasik (western/barat, contohnya pada karya-karyanya Claude Debussy,
sehingga sering kita kenal sebagai tangga nada Debussy), tetapi basic
principle nada-nadanya diambil dari tuts2 hitam pada piano; sedangkan,
tangga nada pentatonis pada laras slendro didapat dari pembagian oktaf
ke dalam lima bagian yg sama (sulit utk didapat ekivalensinya pada
nada-nada di tangga nada diatonis/western).

Mengenai efek musik klasik ini, menurut saya ada faktor lain, misalnya
bergantung dari preferens si audience (entah itu si ibu, jabang bayi
di dalam rahim, atau si anak). Sbg contoh, utk anak kecil / toddler,
spt-nya nggak ada masalah jika dia menyenangi musik pop/musik anak-
anak yang memang mampu membuat suasana hatinya gembira, misalnya.
Memaksakan anak kecil utk mendengarkan musik klasik juga mungkin malah
membuat hatinya tertekan. Tetapi, di lain pihak, tidak sedikit
repertoir musik klasik yg memang dibuat utk anak-anak, contohnya
adalah beberapa karya piano gubahan Robert Schummann.

Sedikit kutipan:

"...
Like voices, music is made up of intriguing patterns and rhytms. If
we're listening to exciting music, the little ones inside the mother
will share her excitement and may even start to co-ordinate her
movements to the rhythm of the beat.

If listening to a piece of classical music makes us happy, this will
help trigger chemical reactions like the release of endorphins into
the bloodstream. They will be passed onto the baby so that the baby
will benefit from our sense of well-being and share in our
contentment.
..."

Jadi, salah satu faktor yg cukup penting di sini barangkali adalah
efek psikologis dari mendengarkan musik. Jika kita generalisasi, pada
dasarnya kita mungkin senang mendengarkan 'suara yg menyenangkan'
(pleasing sound) tersebut; dan sumber dari 'pleasing sound' ini bisa
bermacam-macam: musik (entah itu klasik, jazz, pop, hingga rock),
suara percakapan manusia (contohnya bayi yg menjadi kalem begitu
mendengar suara ibunya), hingga misalnya lantunan bacaan ayat-ayat
suci Al-Quran (bagi muslim).

Mungkin segitu dulu,

-lily


---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke