Menarik sekali,memang tanpa kita sadari kejadian tersebut ada di sekitar 
kita...Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari pengalaman tsb....
Saluut....saya teringat sama almarhum ibu.....
Ya Alloh lapangkanlah kuburnya,jauhkanlah dari siksaMu..Amien2x...
Sebelum terlambat,cintailah ibu kita dengan tulus, mohon maaflah 
kepadanya...

Regards..
Oom Toto

NB(..btw,semoga dengan kejadian tersebut nara sumber tidak hanya 
memperhatikan saja,Insya Alloh pasti tergerak untuk membantu kan?..Mohon 
maaf ya?..Harus dan nggak mungkin perlu diceritakan di atas..) semoga 
kesimpulan saya benar...

-----Original Message-----
From: "Arlita Soedjito" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Date: Tue, 16 May 2006 15:40:03 +0700
Subject: [balita-anda]  KASIH IBU DI DALAM BUS

> Mudah-mudahan belum pernah terima ya
> jadi sedih & pengin nangis gw baca nya....
> 
> KASIH IBU DI DALAM BUS
> 
>   Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan. Siapakah yang
> pantas disebut sebagai seorang ibu? Apakah, hanya sosok wanita yang
> pernah
> melahirkan kita saja? Adakah wanita yang mengasihi seorang anak
> sedemikian
> rupa, meskipun bukan anaknya sendiri?
> 
>   Untuk merenung lebih jauh tentang sebuah cinta kasih, Saya teringat
> penggalan kalimat dari sebuah syair lagu yang diciptakan oleh grup
> musik
> ternama "DEWA" aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu.
> 
>   Syair ini begitu luar biasa. Mencintai seseorang lebih dari yang
> diketahuinya. Rasanya begitu pas dan sekali bagi seorang ibu, yang
> tidak
> pernah menghitung-hitung 'jasa' demi anak-anaknya...!
> 
>   Pagi itu, setelah saya selesai memberi Ceramah Dhuha di salah satu
> Masjid
> yang cukup megah di kota Lumajang Jawa Timur, saya diantar teman-teman
> panitia menuju terminal Bus. Selanjutnya, saya naik angkutan umum Bus
> Antar
> Kota untuk kembali pulang ke kota tempat tinggal saya.
> 
>   Ketika Bus yang saya naiki sampai di kota Probolinggo, bus berhenti
> di
> terminal beberapa menit. Kemudian berangkat lagi menuju kota Malang
> dengan
> melalui beberapa kota.
> 
>   Ada hal menarik bagi saya ketika bus berhenti di terminal Probolinggo
> yang hanya beberapa saat itu. Yang pertama, saya iseng-iseng menghitung
> jumlah penjaja makanan yang naik ke dalam bus, ketika bus berhenti.
> Saya
> hitung ada sebanyak dua puluh delapan orang dengan membawa berbagai
> macam
> barang dagangan. Mulai dari minuman air mineral, makanan bungkus,
> kue-kue,
> topi, majalah, mainan anak-anak, rokok, sampai dengan barang-barang
> souvenir khas daerah.
> 
>   Semua dijajakan dengan ekspresi masing-masing. Dan tentu saja yang
> tidak
> ketinggalan adalah para anak-anak muda pengamen jalanan. Mereka
> menunjukkan
> kebolehannya dalam 'berolah vokal' melantunkan lagu-lagunya.
> 
>   Nah, di tengah-tengah riuh rendahnya suara berbagai macam orang
> dengan
> aktifitasnya masing-masing itulah saya memperhatikan sebuah ekspresi
> yang
> cukup menarik dari beberapa wajah.
> 
>   Di kursi seberang di sebelah kanan saya, ada seorang ibu muda
> menggendong
> anaknya, berumur sekitar tiga tahun. Raut wajah anak itu gelisah.
> Rupanya
> ia merasa gerah, haus dan lapar. Bahkan, akhirnya ia menangis meskipun
> tidak mengeluarkan suara keras.
> 
>   Sang ibu mengerti apa yang terjadi dengan anaknya. Tetapi ia tidak
> juga
> beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil suatu keputusan, misalnya
> membelikan makanan atau minuman.
> 
>   Setelah agak lama, akhirnya saya lihat ibu tersebut mengeluarkan uang
> dari balik bajunya, sebesar lima ribu rupiah. Uang itu digenggamnya
> erat-erat. Mungkin supaya tidak lepas atau tidak hilang di tengah
> berjubelnya para penumpang dan penjaja makanan yang sangat padat.
> 
>   'Adegan' berikutnya adalah, dengan penuh keragu-raguan ibu tersebut
> memanggil penjual nasi bungkus yang sedang berdiri di dekat saya.
> Seorang
> ibu setengah baya. Ibu itu bertanya kepada penjual nasi bungkus. Berapa
> harga satu bungkus makanan yang dijajakannya itu.
>   Si penjual nasi bungkus menjawab dengan logat daerah yang sangat
> kental.
> Ia mengatakan harganya Rp.2.500,- per bungkus. Saya tidak mengetahui
> secara
> pasti apa yang terpikir dalam benak sang ibu pembeli tersebut. Dengan
> penuh
> keraguan, bercampur rasa khawatir ia menawar nasi tersebut dengan harga
> Rp.1.500,-/ bungkus.
> 
>   Saya terus mengikuti dengan seksama 'adegan' menarik yang terjadi di
> hadapan saya itu. Saya berfikir tentu sang ibu penjual tidak akan
> memberikan barang dagangannya, sebab rasanya tidak mungkin nasi satu
> bungkus dihargai hanya seribu lima ratus rupiah.
> 
>   Benar dugaan saya. Si penjual tidak memberikannya. Ketika si penjual
> nasi
> mau beranjak ke kursi lain, ibu penjual tersebut tanpa sengaja menatap
> wajah si anak kecil yang sedang gelisah di pangkuan ibunya.
> 
>   Hanya selang beberapa detik, sang ibu penjual nasi seperti terkena
> 'hipnotis' oleh wajah sedih yang haus dan lapar dari anak kecil
> tersebut.
> Akhirnya ibu penjual pun membalikkan tubuhnya menghadap ke ibu yang
> menggendong anaknya itu. Dan dengan penuh rasa iba ia relakan nasi
> bungkusnya dibeli dengan harga Rp.1.500,-
> 
>   Saya fikir kejadian itu sudah selesai. Dan sudah berakhir sampai
> disitu
> saja. Ternyata perkiraan saya salah. Karena kejadian itu terus
> berlanjut
> dengan 'episode-episode' yang lebih menarik lagi...
> 
>   Berikutnya saya lihat ibu pembeli, memberikan lembaran uang kertas
> sebesar lima ribu rupiah yang rupanya uang itu merupakan satu-satunya
> uang
> yang ia miliki saat itu. Karena harga nasi bungkus Rp.1500,- berarti si
> penjual harus mengembalikan uang sebesar Rp.3.500,- kepada si pembeli.
> 
>   Apa yang terjadi berikutnya? Ternyata ibu penjual nasi bungkus tidak
> memiliki uang kembalian, sebab saat itu barang dagangannya belum laku
> sama
> sekali. Maka si penjual nasi bungkus pun berupaya untuk menukarkan uang
> lima ribuan tersebut kepada para pedagang lainnya yang ada di
> sekitarnya.
> 
>   Beberapa kali ia mencoba menukarkan uang tersebut kepada para
> pedagang
> disekitarnya, tapi tidak satupun yang mau menukar uang tersebut.
> Sampai-sampai penjual nasi bungkus itu menjadi kebingungan, sebab bus
> beberapa saat lagi akan berangkat.
> 
>   Agak lama si penjual kebingungan. Dan rupanya bus sudah mau
> berangkat.
> Saat itu, datang seorang ibu penjual onde-onde yang sudah agak tua.
> Saya
> lihat Ibu penjual nasi bungkus melakukan pembicaraan singkat dengan ibu
> penjual onde-onde dengan logat bahasa daerah yang sangat kental sambil
> menunjuk kepada anak kecil yang ada di pangkuan ibunya.
> 
>   Saya lihat ibu penjual onde-onde itu langsung mencari uang yang
> terselip
> di bawah barang dagangannya. Dan iapun menukar uang lima ribuan tadi
> dengan
> uangnya. Sehingga ibu penjual nasi bungkus tersebut akhirnya bisa
> memberikan uang kembalian kepada ibu pembeli nasi yang masih memangku
> anaknya.
> 
>   Dari kejadian singkat itu, saya mendapat satu pengalaman yang menarik
> dan
> berharga. Sebuah kejadian dari sekian ratus kejadian serupa di
> tempat-tempat lain. Yang mungkin tidak sempat terperhatikan. Point apa
> yang
> bisa kita ambil dari kejadian sederhana itu?
> 
>   Bahwa perasaan cinta kasih seorang ibu, senantiasa bisa 'menembus
> batas'
> kesulitan yang dialaminya.
> 
>   Mari kita lihat kesulitan apa yang dialami oleh masing-masing ibu
> tersebut.
>   Ibu muda (pembeli) yang uangnya tinggal lima ribu rupiah.
> 
>    Duit satu lembar lima ribu rupiah itu rupanya akan dipakai untuk
> keperluan lain yang sudah direncanakannya. Mungkin saja untuk transport
> setelah turun dari bus.Tetapi karena anaknya lapar, maka iapun merasa
> kesulitan untuk mengambil keputusan. Apabila uang itu dipakai untuk
> membeli
> nasi seharga dua ribu lima ratus, berarti sisa uang tinggal dua ribu
> lima
> ratus rupiah saja yang mungkin tidak cukup untuk keperluan lainnya.
>    Tetapi akhirnya toh, ia lakukan juga membeli nasi bungkus demi
> anaknya
> yang sedang kelaparan.
>    Ia `nekat' membeli nasi bungkus dengan menawar pada harga yang bukan
> pada tempatnya, demi anaknya!
>    Meskipun dengan perasaan agak malu, terpaksa juga ia lakukan.
>    Hal itu dilaksanakan demi kasih sayangnya kepada buah hatinya.
> 
>   Ibu setengah baya, penjual nasi bungkus.
> 
>    Ia mau dan mampu menjual barang dagangannya dibawah harga normal,
> yang
> mungkin akan menyebabkan ia rugi.
>    Hal itu bisa ia lakukan setelah ia melihat sorot mata iba dari sang
> anak
> yang sedang kelaparan.
>    Mungkin saja, ia teringat kepada anaknya yang ada di rumah, yang
> suatu
> saat mungkin juga akan mengalami peristiwa semacam itu
> 
>   Ibu tua, penjual onde-onde
> 
>    Ia mau menukar uang penjual nasi bungkus, setelah ia juga ikut
> menyaksikan / merasakan kegelisahan sang anak.
>    Meskipun dagangannya tidak ikut laku, iapun rela repot mencarikan
> uang
> untuk menukar uang si penjual nasi.
>    Padahal bus sudah mau berjalan, tetapi ia tetap berkeinginan untuk
> menolong orang lain.
> 
>   Kalau kita perhatikan, kejadian itu cukup singkat. Tetapi ada suatu
> nilai
> yang tersembunyi di dalamnya. Peristiwa kecil itu bagaikan drama
> singkat
> satu babak, yang diperankan oleh tiga orang ibu dengan usia yang
> berbeda.
>   1. Ibu muda pembeli nasi bungkus
>   2. Ibu setengah baya penjual nasi bungkus
>   3. Ibu tua si penjual onde-onde
> 
>   Semuanya mempunyai 'kasus' yang sama. Mereka asalnya merasa keberatan
> dan
> kesulitan untuk mengambil jalan keluar dari sebuah persoalan.Tetapi
> pada
> akhirnya semuanya mau berbuat sesuatu untuk menolong sang anak, yaitu
> setelah mereka memahami dan ikut merasakah perasaan sang anak yang
> sedang
> gelisah karena haus dan lapar...
> 
>   Ibu pembeli rela duitnya berkurang, demi anak, Ibu penjual nasi
> bungkus
> rela rugi, demi anak, Ibu penjual onde-onde rela repot, demi anak.
> 
>   Seorang ibu...,
>   dimanapun, kapanpun, dan kemanapun ia akan selalu memiliki kasih
> sayang.
> Lebih-lebih kepada seorang anak yang membutuhkan bantuannya. Seseorang
> disebut sebagai ibu, bukan sekedar karena ia pernah melahirkan anak,
> tetapi
> karena ia memiliki kasih sayang kepada setiap insan. Apakah kepada anak
> kandungnya sendiri, ataukah kepada anak orang lain. Tiga orang ibu di
> dalam
> bus tersebut telah membuktikan kepada kita semua, bahwa benar "...kasih
> ibu
> adalah sepanjang jalan..."
> 
>   Pernahkah kita mencoba membaca keadaan ibunda kita masing-masing ?
> 
>   Mungkin saja, banyak sekali peristiwa-peristiwa kecil semacam itu
> yang
> terjadi pada ibu kita masing-masing pada zamannya dahulu. Hanya saja
> kita
> tidak mengetahuinya atau tidak mendapatkan informasinya. Tetapi
> yakinlah
> bahwa ibu kita bisa membesarkan diri kita sampai dengan kita dewasa ini
> tentu melalui berbagai macam peristiwa 'luar biasa' yang pahit dan
> manisnya
> menjadi kenangan tersendiri bagi mereka...
> 
>   Pernahkah suatu malam, kita melewati pasar subuh? Betapa banyaknya
> para
> ibu penjual sayuran atau sejenisnya, yang tertidur menunggu pembeli
> sambil
> mendekap anaknya yang masih balita. Sang ibu rela tidak menggunakan
> kain
> sarungnya untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan, sebab kain itu ia
> selimutkan kepada buah hatinya yang tertidur lelap di dekatnya...
> 
>   Pernakah kita mengingat kembali, peristiwa-peristiwa sepele ketika
> kita
> masih sebagai anak-anak dahulu?
> 
>   Ingatkah kita ketika ibu kita mengupas buah mangga, bagian yang manis
> ia
> berikan kepada anak-anaknya, sementara bagian yang masam untuknya?
> Bahkan
> beliau makan bagian yang masam itu sambil tertawa lucu dan bahagia ?
> 
>   Atau ingatkah kita dengan peristiwa-peristiwa senada itu, dimana sang
> ibunda kita melakukamsesuatu yang lebih mengutamakan kepentingan
> anaknya
> daripada kepentingan dirinya sendiri? Subhaanallah  ?E...Ya Allah,
> ampunilah
> dan maafkan dosa dan kesalahan ibu kami, sayangilah ia sebagaimana ia
> menyayangi kami ketika kami masih kecil?E
> 
> 
> -----------------------------------------------------------------------
> ---
> Kirim bunga, http://www.indokado.com
> Info balita: http://www.balita-anda.com
> unsubscribe dari milis, e-mail ke:
> [EMAIL PROTECTED]
> Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> FAQ milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]


--------------------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
unsubscribe dari milis, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
FAQ milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke