Fyi
Pd tgl 20Nov2006 Indonesia akan diserang...
Namun model serangan di Bogor berbeda dari yg umum kita ketahui seperti
di Afganistan, Bagdad... apa itu ?
 
Apa pun hasil persinggahan 10 jam di Bogor, apa pun yang dibicarakan
antara Bush dan Yudhoyono saat bertemu di Istana Bogor, yang pasti
begitu banyak pedagang kaki lima dan toko di sekitar istana akan
kehilangan penghasilan mereka. Oleh karena mereka diminta untuk tidak
berjualan. Angkutan kota pun dilarang beroperasi. Kebon Raya, tempat
istana itu berada, pun tertutup bagi masyarakat umum, paling tidak empat
hari sebelumnya. Jalan-jalan macet, hotel-hotel tutup, dan jaringan
komunikasi terganggu. 
 
Itulah, antara lain, hasil nyata dari "istirahat" Bush selama 10 jam di
Bogor.
 
wassalam
Abdillah
 
 
Bush, Baghdad, dan Bogor 
http://www.kompas.com/
Tragedi 11 September 2001-penabrakan menara kembar World Trade Center di
New York oleh dua pesawat dan penabrakan Gedung Pentagon di Virginia
oleh sebuah pesawat-dijawab tegas oleh Washington. Presiden AS George W
Bush segara mengobarkan war on terrorism, perang melawan terorisme. 
 
Afganistan menjadi korban pertama. Korban kedua adalah Irak. Jawaban
Bush terhadap tragedi 11 September mencerminkan sikap reaktifnya.
Serangannya terhadap Afganistan dan kemudian terhadap Irak merupakan
bentuk dari kebijakan luar negerinya yang radikal. Secara ringkas,
agenda kebijakan luar negeri itu adalah "hubungan internasional adalah
hubungan kekuatan, kekuasaan, bukan hukum; kekuatan yang berlaku, dan
hukum melegitimasi yang berlaku, yakni kekuatan".
 
Dokumen Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat (17 September 2002)
memperjelas kebijakan luar negeri AS itu. Strategi keamanan nasional
Amerika disusun berdasarkan pada internasionalisme Amerika yang
sekaligus mencerminkan perpaduan antara nilai-nilai Amerika dan
kepentingan nasional Amerika. 
 
Dokumen itu juga sarat dengan justifikasi politik dan teroritikal
tentang militerisme Amerika, khususnya yang berkaitan dengan keabsahan
penggunaan ujung bayonet Amerika di seluruh pelosok dunia, kapan saja,
di mana saja, terhadap siapa saja yang dianggap mengancam kepentingan
Amerika (Kusnanto Anggoro dalam Trias Kuncahyono, Irak Korban Ambisi
Kaum Hawkish, Penerbit Kompas, Juli 2005). 
 
Sepanjang sejarah, tidak ada negara dan pemimpin, termasuk Jerman pada
masa kepemimpinan Hitler, yang sanggup dan berani memancangkan tonggak
dominasi seperti itu. Tidak ada yang lebih ofensif dan brutal daripada
keinginan untuk memusnahkan. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketika
niat balas dendam dibungkus dengan alasan bela diri; tujuan pemusnahan
dibingkai dengan pengurangan risiko; dan praktik perampokan kedaulatan
nasional suatu negara dibingkai dengan penyelamatan harkat kemanusiaan. 
 
Dalam bahasa lain George Soros dalam The Bubble of Ameican Supremacy,
Correcting The Misuse of American Power (Public Affairs, New York, 2004)
digambarkan: "Pemerintah negara paling kuat di dunia telah jatuh ke
tangan kaum ekstremis yang dipandu oleh bentuk mentah Darwinisme sosial:
hidup adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan kita harus
menyandarkan diri terutama pada penggunaan kekuatan untuk tetap hidup.
Ini sebuah pandangan yang menyimpang: Yang terkuat yang dapat bertahan
hidup, the survival of the fittest bergantung pada kerja sama dan juga
kompetisi." 
 
Itulah yang terjadi. Dan, Afganistan serta Irak-lah korbannya. 
 
Tragedi Baghdad 
Keindahan Baghdad, ibu kota Irak, tinggal cerita. Seluruh kota sudah
diaduk-aduk, dijungkirbalikkan, dan banyak bagian kota dihancurkan oleh
tentara gabungan pimpinan AS. Ratusan ribu orang tewas. Sebagian besar
dari korban tewas adalah penduduk sipil. 
 
Irak dengan Baghdad-nya tidak hanya menjadi korban agresivitas tentara
AS, tetapi juga telah dilemparkan ke dalam kubangan perang saudara. AS
memiliki andil besar dalam menciptakan perang saudara di Irak saat ini.
Dukungannya pada kelompok Muslim Syiah, kekuatan mayoritas, telah
meminggirkan kelompok Muslim Sunni dari pusaran kekuasaan. Sementara
itu, etnis Kurdi asyik dengan dirinya sendiri, memimpikan sebuah wilayah
yang memiliki otonomi khusus. 
 
Tragedi Irak inilah yang antara lain memberikan andil besar kekalahan
Partai Republik dalam pemilu sela beberapa waktu lalu. Hasil pemilu sela
memberikan pesan jelas bagi Bush: rakyat AS tidak lagi mendukung
kebijakan-kebijakannya, termasuk kebijakan AS atas Irak. Mereka juga
menuntut agar tentara AS ditarik keluar dari Irak, tetapi tetap harus
hati-hati jangan sampai Irak menjadi chaos. 
 
Hasil pemilu sela juga mengindikasikan bahwa rakyat AS tidak lagi
melihat ada hubungan antara Irak dan perang terhadap terorisme yang
dicanangkan Bush. Kekalahan Partai Republik juga mencerminkan bahwa
kepercayaan rakyat terhadap Partai Republik mulai pudar: terus
membiarkan hegemoni Partai Republik berarti melemahkan AS dan memperkuat
posisi terorisme. 
 
Semua itu telah memaksa Gedung Putih untuk mengubah kebijakan luar
negerinya. AS pun dipaksa mencari cara bagaimana menangani masalah Irak
dan bagaimana berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan negara-negara
yang selama ini menentang kebijakan luar negerinya, terutama menyangkut
soal Irak. 
 
Dengan demikian, mau tidak mau, AS harus mengubah wajah garangnya
menjadi wajah yang "murah senyum"; tidak lagi menggertak, melainkan
menyapa; tidak lagi mengancam, melainkan merangkul. Terus bertindak
sebagai seorang koboi, yang asal melepaskan tembakan ke segala penjuru
seperti yang terjadi setelah tragedi 11 September, sangat tidak
menguntungkan. Dengan kata lain, pemerintahan Bush menghadapi "musuh"
dua front: front dalam negeri dan luar negeri. 
 
Diplomasi Bogor 
Dalam konteks inikah kunjungan 10 jam Bush ke Bogor? Kunjungan Bush ini
merupakan bagian dari rangkaian perjalanannya ke Singapura, Vietnam, dan
akhirnya ke Indonesia. Tentu berbeda pula makna kunjungan Bush ke
Singapura dengan ke Vietnam, atau ke Singapura dengan ke Indonesia, atau
ke Vietnam dengan ke Indonesia. 
 
Indonesia beda dengan Singapura; beda dengan Vietnam. Bagi AS pun
demikian. Vietnam adalah negara yang memberikan kenangan pahit bagi AS,
saat perang Vietnam. Singapura dapat dikatakan tak bermasalah dengan AS.
Indonesia? 
 
Banyaknya demonstrasi dan suara-suara yang menentang kunjungan Bush
serta pesan-pesan yang disampaikan banyak kalangan dari berbagai tingkat
masyarakat (di tengah begitu banyaknya persoalan di negeri ini yang
belum terpecahkan) sudah memberikan gambaran seperti apa dan bagaimana
rakyat Indonesia (meski tidak seluruhnya) memandang AS; melihat Bush. 
 
Sebaliknya, Bush memilih Indonesia untuk disinggahi tentu saja bukan
tanpa alasan, kepentingan-kepentingan, agenda-agenda, dan maksud-maksud
tertentu. Dalam usaha menampilkan citra yang lebih baik, AS perlu
bersikap baik-baik, murah senyum kepada Indonesia sebagai negara dengan
jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Indonesia bisa diajak
ikut serta berperan dalam menyelesaikan masalah Timur Tengah, serta
Irak, misalnya. Sebaliknya, Indonesia pun bisa meminta AS untuk mengubah
kebijakannya terhadap Timur Tengah dan Irak sebagai balasannya. 
 
Apa pun hasil persinggahan 10 jam di Bogor, apa pun yang dibicarakan
antara Bush dan Yudhoyono saat bertemu di Istana Bogor, yang pasti
begitu banyak pedagang kaki lima dan toko di sekitar istana akan
kehilangan penghasilan mereka. Oleh karena mereka diminta untuk tidak
berjualan. Angkutan kota pun dilarang beroperasi. Kebon Raya, tempat
istana itu berada, pun tertutup bagi masyarakat umum, paling tidak empat
hari sebelumnya. Jalan-jalan macet, hotel-hotel tutup, dan jaringan
komunikasi terganggu. 
 
Itulah, antara lain, hasil nyata dari "istirahat" Bush selama 10 jam di
Bogor. (Trias Kuncahyono)
 
--------------------------------------------------------

This message (including any attachments) is only for the use of the person(s) 
for whom it is intended. It may contain Mattel confidential, proprietary and/or 
trade secret information. If you are not the intended recipient, you should not 
copy, distribute or use this information for any purpose, and you should delete 
this message and inform the sender immediately.

Kirim email ke