maaf buat yang tidak berkenan....
bukan bermaksud SARA...;-)

----- Original Message ----- From: nur bowo To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, March 30, 2007 11:35 AM
Subject: HBE+SMS halal> Obat dan Kosmetika Berbahan Haram (dr Mjlh ALIA)


Obat dengan Alkohol dan Plasenta

Ada label obat yang tidak mencantumkan kandungan
alkohol, ada yang tidak menjelaskan asal plasenta yang
digunakan.

Obat batuk laris hari-hari ini. Pasalnya hujan,
banjir, dingin, menebarkan virus influenza dan batuk
pilek. Meski demikian, tetaplah selektif dalam memilih
obat batuk. Sebab, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika
(LPPOM) MUI mensinyalir banyak obat dan kosmetik yang
mengandung bahan haram. Menurut hasil penyigian
mereka, dari 120 perusahaan, hanya 5 yang memiliki
label halal. Sayang, LP POM MUI menolak
mempublikasikan produk obat dan kosmetik yang
mengandung bahan haram itu.
"Saya tidak bisa sebutkan produknya. Kami juga tidak
berhak mengatakan, yang berhak Badan POM," tegas
Direktur LP POM MUI Dr Nadratuzzaman Hosen dalam jumpa
pers di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (13/3/2007).
Meski menjalin kerjasama dengan Depkes dan Badan POM,
LP POM MUI, imbuh dia, hanya melakukan kajian
produk-produk tersebut secara keilmuan, ditambah
pendapat kaum ulama.
Di pasaran, banyak obat batuk yang masih mengandung
alkohol melebihi batas kehalalan. Seperti dikutip
Republika, menurut Product Manager PT Indofarma, Agus
Kuanto, memang banyak perusahaan obat batuk yang
memakai alkohol dalam produk yang dibuatnya. Fungsi
alkohol adalah untuk melarutkan bahan-bahan kimia
dalam obat tersebut. Selain itu juga sebagai pengawet
agar obat bisa tahan lama.
Tetapi umumnya, lanjut Agus, kandungan alkohol itu
sangat kecil. Yaitu hanya sekitar lima persen.
''Alkohol tidak berhubungan dengan efektifitas
penyembuhan batuk. Tapi hanya untuk melarutkan
bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam obat batuk
tersebut dan sebagai pengawet. Misalnya untuk mengikat
menthol agar lebih terasa di tenggorokan,'' ungkapnya.
Mantan Direktur LPPOM MUI, Prof Aisjah Girindra,
mengatakan, fungsi alkohol sebagai pelarut dalam obat
batuk sebenarnya bisa digantikan dengan alternatif
lain yaitu air atau zat kimia lain yang tidak
mengandung alkohol.
Ia pun membenarkan, khasiat obat batuk tidak
tergantung kandungan alkoholnya. Melainkan tergantung
bahan-bahan aktif yang ada di dalamnya. Artinya,
alkohol tidak berkorelasi langsung dengan penyembuhan
batuk. ''Sekali lagi, yang menentukan adalah kandungan
bahan aktifnya dan bukan alkoholnya,'' kata Aisyah
menegaskan.
Kandungan alkohol atau etanol dalam suatu cairan,
merupakan salah satu indikator khamar yang haram bagi
umat Islam. Larangan ini didasarkan pada wasiat Nabi
Muhammad Saw. Suatu hari, sahabat Nabi yang bernama
Thariq Ibn Suwaid bertanya kepada Rasulullah, bolehkah
meminum sedikit saja khamar. ''Tidak,'' tegas Nabi.
''Bagaimana kalau itu dimaksudkan untuk obat?'' Thariq
mencoba menawar. Kata Rasulullah, ''Khamar bukan obat,
tapi penyakit." Demikianlah hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Daud,
Ahmad dan Turmudzi. Dalam riwayat Abu Daud dikisahkan,
suatu ketika Dailam Al Humari mengungkapkan kepada
Nabi bahwa kabilahnya mempunyai tradisi minum air
perasan anggur. Konon, dengan menenggak jus anggur
itu, badan hangat dan lesu hilang. Al Humari lalu
bertanya, apakah kebiasaan tersebut dibolehkan agama.
Rasul balik bertanya, apakah minuman itu memabukkan.
''Dalam jumlah tertentu, ya,'' terang Al Humari. Kalau
begitu, jawab Nabi, "Jauhilah minuman tersebut." Imam Ahmad, Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi
meriwayatkan, Thariq bin Suaid Al Ju'fie pernah
bertanya pada Rasulullah saw mengenai khamr untuk
obat. Rasulullah tetap melarangnya sambil mengatakan,
''Sungguh, khamr bukan obat, tapi justru penyakit.''
Namun, DR Anton Apriyantono menjelaskan bahwa
pengharaman obat beralkohol bukan lantaran faktor
keberadaan alkoholnya, tapi lebih kepada berapa kadar
alkohol itu. ''Sebab, alkohol atau etanol juga
terdapat di banyak bahan pangan secara alami, seperti
dalam buah-buahan segar,'' jelas auditor LPPOM MUI
yang kini Menteri Pertanian RI. Nah, dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sudah menetapkan kriteria obat beralkohol yang halal.
Dalam Rapat Komisi Fatwa Agustus 2000, MUI menetapkan
bahwa yang disebut minuman keras adalah minuman yang
mengandung alkohol minimal 1% (satu persen). Inilah
yang tergolong khamar, baik dalam bentuk minuman
maupun obat.
Menurut hasil analisis para pakar di bidang teknologi
pangan dan gizi, larutan yang mengandung konsentrasi
alkohol sedikitnya 1% memang berpotensi memabukkan.
Rasulullah Saw pun, dalam hadits yang diriwayatkan
Muslim dan Ahmad, melarang meminum jus buah-buahan
yang sudah didiamkan (pada suhu kamar) lebih dari 3
hari karena memabukkan (khamar). Menurut penelitian,
jus semacam ini kadar alkoholnya minimal 1%.
Sesuai peraturan Depkes mengenai alkohol dalam obat,
jika suatu syrup obat mengandung alkohol harus
mencantumkan kadar alkoholnya dalam label pada
kemasan. Nyatanya, sejumlah syrup obat masih
mengabaikan peraturan ini. Termasuk misalnya, syrup
obat tetes yang menurut ISO Indonesia edisi
Farmakoterapi 2000, kandungan alkoholnya mencapai 10%.

Obat Kulit Berplasenta
Plasenta manusia telah digunakan sebagai bahan
kosmetika sejak 1940. Khasiatnya, konon, menghilangkan
kerutan, dan menstimulir pertumbuhan jaringan.
Plasenta lantas dikenal sebagai kelompok obat, yang
kemudian oleh FDA dinyatakan sebagai misbranded.
Pada tahun 70-an, Kuba sudah mulai mengekspor sebanyak
40 ton plasenta manusia ke Meriux Laoratorium di
Perancis untuk bahan kosmetika. Plasenta itu
dikumpulkan dari rumah sakit bersalin dan kebidanan,
lalu disimpan dan dijaga agar tidak beku. Plasenta
kemudian diekstraks dan diproses sesuai dengan produk
yang diinginkan, dikemas untuk selanjutnya
diperdagangkan.
Setelah mampu mendayagunakan sendiri untuk obat
penyakit kulit vitiligo (tidak berpigmen), pada tahun
1980-1982 pemerintah Kuba menghentikan pengiriman
plasenta ke Perancis dan memulai memproduksi obat
Melagenina. Obat ini kemudian juga diproduksi oleh
Mexico, Venezuela, dan Kolumbia.
Di tanah air, ada sejumlah obat maupun kosmetika yang
mengandung plasenta. Memang bahan ini sudah diterakan
paad labelnya, tapi tidak dijelaskan dari mana asal
plasenta. Apakah dari manusia, atau binatang.
Menurut fatwa MUI No. 2/MunasVI/MUI/2000, penggunaan
kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian
tubuh manusia, termasuk plasenta, hukumnya haram.
Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS), dalam sidangnya
pada hari 2 September 2000 di Sumedang, Jawa Barat,
juga mengharamkan penggunaan plasenta untuk kosmetika.

LPPOM MUI, sesuai namanya, sebenarnya juga melayani
sertifikasi halal untuk obat. Namun, seperti tampak
pada daftar produk bersertifikat halal, nyaris tidak
ada jenis obat di situ.
Soal keengganan produsen mengajukan sertifikasi halal,
ditambahkan Dewan Pembina LP POM MUI Prof Dr Jurnalis
Uddin, ada dua kemungkinan. Yang pertama, kadar
keagamaan produsen belum begitu baik. Kedua, ada
kemungkinan produk obat dan kosmetik itu mengandung
bahan yang haram atau proses yang haram.
"Padahal kalau kerjasama dengan kita malah bisa bagus
untuk penjualannya. Di Singapura saja, kalau ada
sertifikat halal berbondong-bondong orang beli," tutur
Jurnalis.
Sementara itu Wakil Direktur LP POM MUI Anna P
Roswiem, menyayangkan bahwa sertifikasi halal belum
diwajibkan pada obat, kosmetik dan produk makanan.
Padahal dari temuan ilmiah, di lapangan sudah banyak
yang mengungkan fakta sejumlah produk obat dan
kosmetik mengandung lemak babi, gelatin dari babi,
alkohol, bahkan plasenta manusia. Karena itu LP POM
MUI, tambah Hosen, akan meminta ketegasan dari ulama
untuk membahas masalah ini. (nurbowo)




--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke