hmh... terima kasih untuk masukannya...
sebetulnya postingan aku beberapa hari lalu itu bukan
untuk memberikan sangkaan buruk terhadap apa yang akan
terjadi pada keluarga kita nanti...

sebetulnya cuma ingin sharing dan membuka wawasan ibu2
yang bekerja diluar rumah kalau selama ini kita masih
beruntung kerja diluar rumah tapi masih bisa ketemu
anak dan suami. soalnya kan banyak ibu2 disini yang
sering mengeluh soal karir diluar rumah krn ga bisa
ketemu anak lama2, ga bisa ngikutin perkembangan
mereka...

sementara ada ibu2 lain yang kita mungkin ga kenal
yang harus kerja banting tulang, jadi satu2nya sumber
penghasilan keluarga yang nasibnya tidak lebih baik
dari kita, yang harus rela bekerja dan tidak bisa
ketemu dengan anak setiap hari, suami pun sudah tak
ada. kerja bukan karena keinginan tapi karena
keharusan, karena ga ada lagi orang yang bisa
diharapkan untuk memberi nafkah materiil.

maksudku, kita harus mensyukuri keadaan kita sekarang,
kerja dengan ikhlas niat lillahita'ala. insya allah
penghasilan yang didapat dari kerja yang ikhlas akan
memberikan rejeki yang berkah, baik untuk dimakan,
baik untuk dipergunakan bagi hal lain. ga usah yang
kerja diluar rumah tanpa keikhlasan, yang ibu rumah
tangga pun kalo kerjanya dirumah ngomel2 bentak2 anak,
atau ada yang stres sendiri, kan akan membentuk
kepribadian anak yang kurang baik (wallahualam). kerja
diluar rumah kan bukan berarti tidak memantau
perkembangan anak, tidak memperhatikan kebutuhan anak
akan kasih sayang...

masalah ibu yang bekerja diluar ato tidak itukan bisa
dikompromikan sama suami atau keluarga kita yang lain
karena yang tahu persis masalah rumah tangga kita yang
kita dan pasangan kita sendiri. entah itu masalah
sosial, ekonomi, atau pribadi.

mudah2an apa yang kita kerjakan sekarang dapat
memberikan rejeki halah dan keberkahan bagi keluarga
kita semua, amien.


--- wiwin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> sebelumnya makasih untuk masukannya ya pak erwinh...
> setuju ma pendapat mbak lif tiap org pasti punya
> pertimbangan sendiri...
> yang namanya ibu yang ngerasain 9 bln lbh ada
> kehidupan d rahimnya, kmd dg
> taruhan nyawa mengantarkannya melihat indahnya dunia
> gak ada yg pgn jauh dr
> anak2nya pak jd kalaupun ibunya kerja bukan berarti
> kami ini egois & tdk
> memikirkan masa dpn buah hati kami... yang pasti
> apapun yg kami lakukan
> sepenuhnya demi masa dpn anak2 juga ...
> *maafklotampaktllemasionalyamohondimengerti*
> 
> ----- Original Message -----
> From: "Lif Rahayu" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <balita-anda@balita-anda.com>
> Sent: Wednesday, May 09, 2007 10:55 PM
> Subject: Re: [balita-anda] buat ibu2 yang kerja
> kantoran... semoga menjadi
> renungan...
> 
> 
> > Bagus banget, Pak. Tapi beda rumahtangga, beda
> situasinya dan beda pula
> > solusinya.....maaf ya.
> >
> > Mama Nayma
> >
> >
> > On 5/10/07, Erwinh <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> > >
> > > Assalamu'alaikum wr wb,
> > >
> > > Saya adalah ayah dari 2 orang putra dan seorang
> putri. Istri saya
> > > lulusan ITS. Sebelum menikah, istri saya bekerja
> di sebuah perusahaan
> > > Telekomunikasi terkemuka di Surabaya. Karena
> saya berdomisili di
> > > Jakarta, setelah menikah, istri saya ikut
> tinggal di Jakarta dengan
> > > resign terlebih dahulu dari pekerjaannya yang
> lama. Setelah menikah,
> > > istri saya pengen punya anak terlebih dahulu,
> sebelum nantinya, akan
> > > mencari pekerjaan lagi setelah melahirkan.
> Singkatnya, setelah anak
> > > saya lahir, istri saya akan mengasuhnya sendiri
> terlebih dahulu sampai
> > > usia 6 bulan, dan berencana untuk mencari
> pekerjaan setelah itu (bagi
> > > saya pribadi, sejak awal saya lebih suka istri
> saya tinggal di rumah,
> > > sekalipun saya tidak pernah memaksakannya kepada
> istri saya, saya
> > > serahkan kepadanya untuk memilih). Setelah 6
> bulan berjalan, saya
> > > menanyakan kepadanya apakah tidak mencoba cari
> kerja Ma ? Zidane udah
> > > berumur 6 bulan tuh.................
> > > "ehmmm........nanti dulu deh, aku masih gak mau
> pisah jauh-jauh dari
> dia"
> > > 6 bulan, 7 bulan, 10 bulan, 12 bulan, kembali
> saya tanyakan hal
> > > tersebut kepadanya, sampai akhirnya dia
> memutuskan dengan tegas, bahwa
> > > dia tidak mau lagi kerja di kantoran,
> "insyaAllah lebih bermanfaat
> > > kalau di rumah" katanya kala itu.
> > > Sekalipun sebetulnya kami hidup sederhana, gaji
> mengandalkan gaji saya
> > > yang sebetulnya masih jauh kalau dibanding
> dengan rata-rata yang dobel
> > > gardan :) sekolah anak saya pilihkan yang
> sedang-sedang saja, mobil
> > > second seharga di bawah 100 juta (alhamdulillah
> belum pernah mogok),
> > > rumah milik sendiri sekalipun kecil (tapi
> alhamdulillah ga ngontrak).
> > > Anak 3, semuanya sehat, Alhamdulillah ya Allah,
> sesungguhnya sangatlah
> > > banyak nikmatmu kepada keluargaku, hanya
> kadangkala sayalah yang tidak
> > > pandai bersyukur........
> > >
> > > --
> > >
> > > Ibu-ibu yang dirahmati Allah,
> > > 1. Saya coba menggarisbawahi kalimat ibu
> ".......aku kerja juga demi
> > > kesejahteraan anak dan juga untuk jaga2
> seandainya ada sesuatu yang
> > > mengusik sumber pendapatan utama
> (suami)........"
> > > Saya coba list apa saja kejadian yang mungkin
> akan menyebabkan
> > > pendapatan utama (suami) tersendat :
> > >   a. Suami meninggal dunia
> > >   b. Suami diPHK
> > >   c. Suami cacat parah seumur hidup
> > >   d. Suami menceraikan para Ibu
> > > Astaghfirullahal adziiim, semoga bukan itu do'a
> dari Ibu-ibu untuk
> > > suaminya. Ibu-ibu, terutama Ibu-ibu muslim,
> pernahkah Ibu
> > > mendengar/membaca firman Allah "Aku bertindak
> sesuai sangkaan hambaKu"
> > > Jauhkanlah semua pikiran negatif, sebaiknya kita
> ganti dengan pikiran
> > > positif selalu berdo'a semoga suami kita panjang
> umur, diberkahi,
> > > diberi keselamatan, setia, dsb-dsb.
> > > Oke, mungkin Ibu bilang, sekedar jaga-jaga.
> Kalau demikian, boleh dong
> > > kalau kita mengajukan pertanyaan yang sebanding
> (biar imbang), Ibu
> > > bekerja untuk berjaga-jaga manakala sumber utama
> terusik, apakah
> > > sekarang kita juga sudah berjaga-jaga agar
> anak-anak kita kelak tidak
> > > terjerumus ke hal-hal yang dimurkai Allah :
> > > pergaulan bebas, hamil di luar nikah, terjerumus
> narkoba, dsb-dsb
> > > Andaikata hal itu terjadi, apakah uang yang
> susah-susah kita kumpulkan
> > > bisa melunasinya ?
> > > Bukankah kita diajarkan do'a untuk kedua orang
> tua "Ya Allah,
> > > ampunilah Ayah bundaku, sayangilah mereka
> seperti mereka menyayangiku
> > > di waktu kecil ?"
> > > Mari kita renungkan, kira-kira do'a ini lebih
> pantas untuk siapa atau
> > > akan diberikan oleh Allah kepada siapa ?
> > > apakah kasih sayang yang dimaksud adalah kasih
> sayang ketika
> > > mengandung, kemudian melahirkan ditambah 3 bulan
> ketika para Ibu
> > > mengambil cuti melahirkan ? ataukah kasih sayang
> sejak anak kita kecil
> > > sampai usia pernikahan (>23 tahun). 12 bulan
> dibanding 22 tahun.
> > > Kemudian, apakah kasih sayang itu adalah
> materi/uang/pemenuhan
> > > kebutuhan lahiriah. Tentu tidak, karena kasih
> sayang itu bahasa ruhani
> > > bukan materi. Sehingga kalau kasih sayang selalu
> dihubungkan dengan
> > > materi tentu saja tidak akan mengena.
> > > Seperti halnya, kasih sayang kita kepada orang
> tua, apakah Anda akan
> > > menjualnya kepada orang yang bisa membelinya ?
> Coba sebutkan berapa
> > > harganya kasih sayang (dalam rupiah).
> > > Jelaslah bahwa bahasa ruhani harus dijawab
> dengan ruhani.
> > >
> > >
> > > 2. Saat ini biaya pendidikan mahal. Betul. Tapi
> bukankah kita bisa
> > > menyekolahkannya di sekolah-sekolah yang
> biasa-biasa saja ? Pertanyaan
> > > mendasar, apa yang kita kejar dari sekolah
> favorit ? cerdas akademik,
> > > status sosial, atau cerdas akhlak ?
> > > Apakah sekolah favorit menjadi anak kita akan
> cerdas secara akademik ?
> > > belum tentu, banyak contoh anak yang cerdas
> akademik berasal dari
> > > keluarga dan sekolah yang biasa-biasa saja.
> > > Apakah sekolah favorit pasti menjadikan anak
> kita berakhlak mulia ?
> > > Sudah banyak pakar yang bilang, bahwa akhlak itu
> dimulai dari
> > > keluarga, teladan dari Ayah bundanya, bukan dari
> sekolah.
> > > Jadi, sebetulnya kita bisa mengurangi anggaran
> tersebut dengan
> > > menyekolahkan anak-anak kita di sekolah yang
> sedang-sedang saja.
> > >
> > > 3. Pertanyaan selanjutnya, Apakah Ibu di rumah
> menjamin bisa
> > > menjadikan anak-anak kita berakhlak mulia ?
> Jawabnya jelas tidak,
> > > tergantung bagaimana kita sebagai Ibu di rumah
> memanfaatkan waktu.
> > > Jangankan itu, bahkan tidak ada jaminan bagi
> seorang Nabi memiliki
> > > anak yang sholeh sholehah, contoh Nabi Adam dan
> Nabi Nuh.
> > > Demikian juga tidak ada jaminan seorang yang
> rajin shalat akan masuk
> > > syurga (kedua hal tersebut sudah ada di dalam
> Al-Qur'an).
> > > Dalam hal ini, mari kita gunakan logika normatif
> saja, bahwa siapa
> > > yang menanam benih maka dia yang akan menuai.
> Siapa 
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke