Dear Rekan2,

Ini saya dapat dari milis tetangga, sungguh memprihatinkan buat anak2 kita.
Suatu warning buat kita agar lebih hati2 menyortir waktu nonton TV dan
acara2 TV buat anak2 kita.

Mungkin dapat menjadi masukkan bagi rekan2 yang kerja di stasiun TV nich.


Rgrds,
Lilis


Subject: <balita-kita> Adu Berani yang Bodoh


Dear All,
Artikel saya dapat dari melis tetangga....
maaf kalau kurang berkenan.....Tapi saya ingin share artikel "Ade
Armando" ini mengingat kita semua orang tua dan calon orang tua yang
mesti menghadapi semua kemajaun jaman termasuk 'menipisnya norma2
kesopanan' (mencotek istilah penulis).
Yang tidak berkenan baca, silakan click tombol deletenya.



Adu Berani yang Bodoh
Oleh : Ade Armando

Stasiun televisi di Indonesia semakin banyak saja menampilkan
tayangan yang berpotensi meracuni pertumbuhan jiwa dan anak-anak
Indonesia. Salah satu program yang saya sarankan untuk tidak ditonton
adalah Berani Dong yang disiarkan stasiun Indosiar di pagi hari.
Sebuah surat pembaca di harian ini, dua pekan lalu (23/8), mengecam
keras acara tersebut.

Berani Dong adalah sebuah program yang berisikan adegan-adegan
sesungguhnya di mana orang ditantang untuk melakukan hal-hal luar
biasa. Hanya saja, yang disebut ''luar biasa'' itu kerap berarti hal-
hal yang di luar batas kesopanan.

Misalnya saja, dalam salah satu episode, tampil seorang pria yang
tubuhnya dibaluri lem dan ditempeli bulu-bulu. Lantas, seorang
perempuan harus mencabuti bulu-bulu dari tubuh si pria yang
bertelanjang dada itu. Hanya saja, cara yang dilakukan sungguh
menjijikkan: tidak boleh dengan tangan, melainkan dengan mulut. Baik
pembawa acara maupun pengunjung yang menyaksikan perekaman gambar
tertawa-tawa dengan riuh ketika mulut si perempuan mencabuti bulu-
bulu yang berada di sekitar mulut dan dagu sang pria.

Adegan itu jelas mencerminkan rendahnya standar estetika dan etika
pembuatnya. Namun, saat ini agaknya para penggarap program di
televisi memang sudah menutup rapat-rapat hati nurani mereka.
Maklumlah, acara semacam itu berbiaya rendah dan,
karena ''keberaniannya'' menghajar batas-batas norma, diduga dengan
mudah menarik cukup banyak penonton. Dengan kilah ''kemerdekaan
berekspresi'' mereka mencampakkan begitu saja segenap standar
kepantasan, kesopanan, ataupun keberadaban.

Karena ketidaksensitifan itu, berbagai aktivitas menjijikkan hadir
dengan leluasa. Di Indosiar, ada pula program Tantangan, yang dalam
salah satu epsiodenya meminta seorang pria dewasa berjalan-jalan di
mal dengan hanya mengenakan popok raksasa! Di kesempatan lain,
seorang peserta diminta untuk memakan bekicot atau cacing merah yang
keduanya masih hidup! Di stasiun Trans-TV, ada program sejenis: Three
on Three, yang mempertemukan dua kelompok beranggotakan tiga orang.
Dalam satu episode, yang dinyatakan menang adalah tim yang pertama
dapat mencari seorang pria untuk dicabut bulu ketiaknya!

Acara semacam ini memang tidak orisinal datang dari Indonesia. Para
penggarapnya sangat mungkin mencontoh acara sejenis yang berasal dari
Amerika Serikat. Global-TV, misalnya, saat ini rutin menyiarkan acara
I Bet You Will yang diproduksi MTV. Dalam salah satu episodenya,
seorang gadis ditantang menjilat permen karet yang ditempelkan di
ketiak seorang pria macho. Si gadis menyanggupinya dan memperoleh 50
dolar untuk ''ketololannya'' itu.

Tapi, apa harus kita menirunya? Bangsa ini sudah kenyang dengan
konflik, ketidakdisiplinan, kebiasaan saling memaki, ketiadaan
empati, ketiadaan kasih sayang, dan beragam hal yang bertentangan
dengan kebutuhan kita untuk menciptakan sebuah masyarakat yang lebih
damai dan sejahtera. Dan ketika para orang tua mati-matian
mengajarkan anak-anak mereka rangkaian norma, nilai, tatakrama,
kesantunan, segenap upaya itu dihajar begitu saja oleh para pengelola
stasiun televisi yang mungkin tak pernah mengerti bahwa pendidikan
anak dan remaja yang benar adalah kunci utama kesejahteraan bangsa.

Saya tidak tahu seberapa jauh pendidikan anti-etika televisi ini akan
berlangsung. Namun, saya teringat pada sebuah program televisi di AS,
bernama Jackass. Program ini sedemikian digandrungi di sana, sehingga
lahirlah versi layar lebarnya. Film itu juga memuat adegan
sesungguhnya yang tidak direkayasa. Salah satu peserta menyanggupi
tantangan luar biasa: mendatangi tempat buang air besar yang sedang
dipajang di sebuah toko, dan benar-benar melakukan hajat besarnya di
sana. Kamera terus merekam adegan itu, sekaligus merekam gambar
potongan kotoran yang ditinggalkan!

Anda mungkin merasa jijik mendengar cerita itu. Namun, jangan terlalu
kaget bila adegan semacam itu nanti akan diproduksi dan tampil di
layar kaca kita. Maklum saja, hati nurani sudah lama mati.





---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke