ada baiknya.. kalau kirim artikel yang bawa bawa qur'an, hadist,
undang-undang, kitab atau dasar hukum dll. mendingan dibaca dulu dicek
kebenarannya.
ngerinya dapet tulisan yang asal cantum sumber dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya

peace

ade
----- Original Message ----- 
From: "ika" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, September 19, 2003 11:22 AM
Subject: Re: [balita-anda] OOT: Tentang Sunat Perempuan


> wah, ya kalo punya bantahan coba kirim artikel tandingan,
> jangan asal ngomong saja. Baca lagi artikel itu! Faktanya
> memang banyak praktek yang merendahkan perempuan dengan
> menggunakan dalil2 agama sebagai PEMBENARAN. Islam memang tidak
> memandang rendah perempuan, malah mengangkat harkat perempuan.
> Itu Islam, sebagai agama, teologi, tapi para pelakunya???
> Banyak praktek2 atau budaya2 yang sama sekali ngga ada
> hubungannya dengan islam, tapi dibuat seolah2 itu islam.
> Terus terang saja, saya posting artikel itu untuk menjawab
> pertanyaan tentang sunat perempuan. Dan itu belum selesai, saya
> baru memposting artikel dari yang kontra, belum yang pro. Kalo
> anda ngga setuju dengan yang kontra kenapa ngga kirim aja
> artikelnya?
> Perlu diingat juga, mencuplikan dalil2 agama secara serampangan
> memang banyak terjadi, termasuk dari mereka yang katanya pro,
> yang mengaku menjalankan syariat. Untuk itulah daripada
> komentar seperti ini, kenapa ngga kirim aja artikelnya???
>
>
> > betul pak, walau banyak ngutip qur'an dan hadist tapi kalau
> > dikaji lebih lanjut kayaknya malah menjerumuskan islam. maaf
> > kalau nyinggung SARA. islam sendiri tidak memandang begitu
> > rendahnya  harkat dan martabat wanita seperti dalam artikel
> > tersebut. saya malah curiga ini seperti maling teriak
> > maling. kitab-kitab yang dicuplik harus dikaji lebih lanjut
> > kebsahannya. kalau dikatakan wanita hanya sebagai objek
> > pelampiasan libido laki-laki dan malaikat akan melaknat
> > wanita kalau suaminya meminta HUS tapi menolak itu jelas
> > TIMPANG SEKALI! pria juga akan BERDOSA kalau dia mau
> > seenakknya sendiri sesudah puas/ orgasme istri ditinggal
> > begitu saja (sekali lagi maaf kalau agak fulgar) pria wajib
> > 'mendampingi' istri hingga istri menyelesaikan hajatnya.
> > dalam arti disini harus ada keseimbangan dan kesamaan untuk
> > mencapai kepuasan sex.
> >
> >
> > ummi rosyeda
> >
> >
> > Ferro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > sorry, artikel ini dapet dari mana....
> > kalo saya baca, kayaknya si penulis banyak mengangkat ayat
> > dan hadits tapi cuman untuk pelengkap tulisannya aja tanpa
> > ngerti isi dan maksudnya. yang saya tangkep dari tulisan
> > ini, isinya cuman opini pribadi, dari prasangka
> > buruk mengenai kedudukan wanita dalam islam.
> > kalo buat saya sih, tulisan ini cuman nambah wawasan aja,
> > bahwa ternyata ada orang2 yg berpendapat seperti ini.
> > soalnya yang saya tau, islam datang itu meninggikan derajat
> > perempuan yang pada jaman jahiliyah dulu sangat direndahkan
> > oleh laki2. contohnya, di artikel ini, dibilang
> > membolehkan poligami adalah salah satu bukti bahwa kedudukan
> > wanita direndahkan oleh agama (dalam hal ini pasti Islam lah
> > ya), padahal dulu ayat itu turun, karena orang2 arab
> > jahiliyah biasa punya istri sampe lebih dari 10 tanpa
> > memperhatikan nafkah lahir batinnya. makanya Islam membatasi
> > boleh sampe 4, tapi harus adil.
> >
> > mudah2an yg lain juga gitu, jadinya ngga ikut2 kebawa
> > berburuk sangka kepada ajaran Islam dalam hal kedudukan
> > wanita khususnya, dan ajaran Islam keseluruhan pada umumnya.
> >
> > salam,
> > papa dewa
> > ------------------------------
> > Striving for Excellence
> > ------------------------------
> > ----- Original Message -----
> > From: "ika"
> > To:
> > Sent: Wednesday, September 17, 2003 6:05 PM
> > Subject: [balita-anda] OOT: Tentang Sunat Perempuan
> >
> >
> > Ini benar2 OOT ya.... mumpung ada yang nanya tentang sunat
> > perempuan. Artikel ini saya ambil dari webnya RAHIMA, Pusat
> > Pelatihan dan Informasi Islam dan Hak-hak Perempuan..
> >
> >
> >
> > Ika
> >
> > Merayakan Seksualitas Perempuan
> >
> > "Seseorang tidak akan sampai pada cinta Tuhan yang sejati,
> > sebelum merasakan cinta yang sejati terhadap (dari)
> > perempuan". Ujaran yang cukup terkenal di kalangan sufi
> > cinta [tashawwuf al-'ishq] ini, mengisyaratkan betapa
> > agungnya perempuan. Cinta Tuhan hanya didapat dengan cinta
> > perempuan. Tetapi di saat yang sama ia mencitrakan perempuan
> > sebagai obyek cinta, bukan yang sebaliknya.
> >
> > Ujaran ini, yang lebih tepat dikatakan sebagai pemeo, sangat
> > mudah dicari padanannya dalam pemikiran keagamaan, dari
> > semua agama termasuk Islam. Perempuan diagungkan, tetapi di
> > saat yang sama dinistakan dengan dijadikan obyek atas
> > berbagai kepentingan di luar dirinya. Dalam hal seksualitas,
> > 'agama' tidak memberikan hak kepada perempuan sebagai mahluk
> > yang
> > independen, atau setidaknya sama seperti laki-laki. Baik
> > seksualitas perempuan dalam maknanya sebagai identitas diri
> > (self identity), tindakan seks (sex action), perilaku
> > seksual (sexual behavior), maupun orientasi seksual (sexual
> > orientation).
> >
> > Salah satu contoh, dalam pemikiran fikih ada perbedaan
> > pandangan apakah seorang isteri memiliki hak untuk menikmati
> > (baca: meminta) hubungan seks dari suami. Bahkan ada
> > pandangan bahwa suami tidak berkewajiban melayani keinginan
> > seksualitas isteri. Berbeda dengan hasrat suami yang jika
> > tidak dilayani oleh isteri maka sang isteri akan dilaknat
> > oleh malaikat, seksualitas perempuan hanyalah pelengkap dari
> > seksualitas laki-laki. Ia hanya ada bagi kepentingan di luar
> > dirinya. Ia harus dikontrol, bahkan disembunyikan dan
> > dipendam karena bisa mengancam kepentingan-kepentingan yang
> > lain.
> >
> > Berawal dari Khitan
> > Ketika khitan perempuan dianggap sebagai perbuatan mulia, ia
> > sebetulnya telah menjadi awal dari kontrol terhadap
> > seksualitas perempuan. Perempuan tidak memiliki hak atas
> > seksualitasnya. Padahal dalam analisis dalil [argumentasi],
> > seperti dikatakan oleh Ibn Hajar al-'Asqalani, Asy-Syawkani,
> > Muhammad Syaltut, Sayyid Sabiq, Wahbah Az-Zuhaili dan Anwar
> > Ahmad, tidak ada satupun teks hadis yang valid [shâhih]
> > sebagai dasar hukum khitan perempuan. Tetapi ulama-ulama
> > madzhab bersikeras menyatakan bahwa khitan perempuan
> > setidaknya adalah perbuatan mulia, untuk tidak mengatakan
> > wajib seperti yang dinyatakan oleh mazhab Syafi'I (Lihat:
> > al-'Asqallani, Fath al-Bari, 1993: XI/530. Asy-Syaukani,
> > Nayl al-Authar, I/138. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 1987: I/36
> > dan az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, 1989: III/642).
> >
> > Argumentasi yang diajukan untuk mendukung syari'at
> > [perbuatan] khitan, semuanya mengarah kepada khitan
> > laki-laki. Khitan sebagai ajaran yang baik [millah] yang
> > dilakukan oleh Nabi Ibrahim atas dirinya, adalah khitan
> > laki-laki. Juga argumentasi bahwa khitan akan memudahkan
> > membersihkan sisa kotoran (baca: air kencing) dari kelamin,
> > membuat seseorang secara medis menjadi lebih sehat, menambah
> > kenikmatan dan memperlama hubungan intim seseorang. Semua
> > ini adalah argumentasi bagi mendukung khitan laki-laki,
> > bukan khitan perempuan. Sebaliknya, khitan pada perempuan
> > tidak ada kaitannya dengan kebersihan kelamin, atau menjadi
> > lebih sehat. Justru bisa menjadi sangat negatif dari sudut
> > kebutuhan seksual karena akan mengurangi kenikmatan, bahkan
> > bagi sebagian perempuan bisa menimbulkan trauma psikologis
> > yang berat. Karena ujung klentit adalah organ seks perempuan
> > yang cukup sensitif terhadap gesekan dan rangsangan bagi
> > kenikmatan seksual perempuan. Dengan mengkhitan ujung
> > klentit, daerah erogen (sensitif) akan berpindah dari muka
> > (clitorus) ke belakang (liang vagina). Rangsangan perempuan
> > akan berkurang, gairahnya lemah, dan susah memperoleh
> > kenikmatan (orgasme) ketika hubungan kelamin. Apalagi
> > praktik khitan yang sampai memotong bibir kecil (labia
> > minora), yang terjadi di beberapa tempat di Afrika, sering
> > menimbulkan trauma psikologis. Praktek ini membuat perempuan
> > tidak dapat menikmati hubungan seksual sama sekali (lihat:
> > Elga Sarapung, Agama dan Kesehatan Reproduksi, 1999: 118).
> >
> > Ketika argumentasi teks tidak ada, maka pemuliaan khitan
> > perempuan oleh agama, hanya bisa dipahami melalui paradigma
> > pengontrolan seksualitas perempuan. Agama ikut mengontrol
> > seksualitas perempuan. Mulai dari ajaran kesucian (baca:
> > keperawanan) perempuan yang harus dipertahankan, bahkan
> > harus memiliki tanda kesucian (baca: selaput dara) pada awal
> > perkawianan. Untuk itu, sebaiknya ia tidak memiliki organ
> > yang mudah terangsang, sehingga tidak mudah tergoda dan
> > tergelincir dalam kenistaan yang merusak
> > kesuciaanya. Sebagai istri ia harus siap melayani kebutuhan
> > seksual suami kapan saja, sementara ia sendiri tidak
> > dianjurkan meminta kepada suaminya, apalagi menuntut
> > kepuasan dan kenikmatan seksual. Perempuan juga harus siap
> > menerima perlakuan poligami dari suaminya yang menuntut
> > kesiapan psikologi agar tidak agresif dalam kehidupan
> > seksual. Untuk tujuan itu semua, setiap komponen budaya
> > harus mengkondisikan perempuan agar siap menerima beban di
> > atas, diantaranya dengan mendukung praktik khitan perempuan
> > yang akan mengarah kepada kepasifan seksualnya. Tepatnya
> > mengontrol seksualitas perempuan untuk kepentingan
> > seksualitas laki-laki.
> >
> > Khitan perempuan tidak memiliki dasar teks yang valid,
> > alasan medis yang kuat dan tidak sesuai dengan rasionalitas
> > kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan, maupun konsep
> > 'mu'âsyarah bil ma'rûf' dalam perkawinan. Karena itu, atas
> > nama agama dan kemaslahatan, khitan seharusnya tidak bisa
> > lagi dilanjutkan. Dalam pandangan Al-Mawardi, khitan itu
> > hanya diperbolehkan jika mendatangkan kemaslahatan. Jika
> > tidak, ia sama dengan melukai (baca: memotong) anggota tubuh
> > yang hukum asalnya adalah haram (lihat:
> > al-'Asqallani, Ibid).
> >
> > Karena Tubuh Perempuan itu Fitnah
> > Dalam pemikiran keagamaan banyak sekali anjuran, berupa
> > perintah dan larangan, yang hanya berkaitan dengan
> > perempuan. Hanya karena identitas seksya adalah perempuan.
> > Perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa alasan, tanpa
> > ditemani kerabat dekat [mahram], harus menutup rapat seluruh
> > tubuhnya, tidak diperkenankan berhias untuk umum, diharamkan
> > menyambung rambut, mencukur alis, menggambar di tubuhnya,
> > bersuara lantang, memimpin (menjadi imam) shalat, diharuskan
> > berkabung atas kematian suami selama empat bulan sepuluh
> > hari dan perintah-perintah lain yang hanya ditujukan kepada
> > perempuan.Tumpukan perintah dan larangan ini bisa ditarik
> > benang merahnya pada pandangan 'figur perempuan sebagai
> > penggoda'. Dalam bahasa fikihnya, (tubuh) perempuan adalah
> > fitnah dan seksualitasnya mengancam [dharar] stabilitas
> > sosial keagamaan umat.
> >
> > Di satu sisi, kekhawatiran terhadap fitnah ini memicu
> > lahirnya
> > aturan-aturan yang mengekang kebebasan perempuan, di sisi
> > lain menghargai perempuan hanya sebatas orientasi fitnah,
> > dengan makna-maknanya yang erotis dan sensual. Dalam kitab
> > 'Uqûd al-Lujayn, Syeikh Nawawi
> > (1230-1314H/1813-1897M) menyitir sebuah hadis: "Perempuan
> > adalah perangkap bagi setan (untuk menggoda manusia).
> > Andaikata syahwat (baca: libido) ini tidak ada, niscaya
> > perempuan tidak punya kuasa (baca: posisi) di mata pria".
> > (lihat: FK3, Wajah Baru Relasi Suami Isteri, 2001, 154).
> > Karena itu, kriteria perempuan yang baik [shâlih] tidak
> > terlepas dari penilaian sejauh mana ia bisa mengecilkan
> > potensi-potensi fitnah itu di hadapan masyarakat, di saat
> > yang sama ia bisa menawarkan fantasi fitnah tersebut di
> > hadapan suaminya. Seperti yang disebut dalam hadis shahih
> > bahwa: "Perempuan yang shalih adalah perempuan yang jika
> > dilihat oleh kamu (suami) menyenangkan, jika diperintah
> > bersedia melaksanakan, jika ditinggalkan mau menjaga dirinya
> > dan harta suaminya" (Hadis Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i,
> > lihat: FK3: Op. Cit, hal. 47-48).
> >
> > Identitas perempuan ada pada fitnah (baca: sensualitas)
> > tubuhnya. Dalam relasi suami isteri menurut fikih, kewajiban
> > isteri hanyalah memberikan kesempatan [tamkîn] bagi suami
> > untuk menikmati tubuhnya. Kapan saja suami berkeinginan dan
> > di mana saja. "Ketika suami mengajaknya berhubungan intim,
> > isteri harus memenuhinya sekalipun ia sedang di dapur atau
> > di punggung unta", dalam suatu hadis yang diriwayatkan
> > at-Turmudzi Turmudzi (Sunan Turmudzi, no. hadis, 1160,
> > III/465). Bahkan: "Ketika suami mengajaknya berhubungan
> > intim, kemudian ia menolaknya, sehingga suami tidur dengan
> > penuh kegundahan, ia dilaknat oleh para malaikat sampai
> > pagi", riwayat al-Bukhari (Shahih Bukhari, no. hadis: 3065
> > dan 4898). Dalam suatu riwayat, Rabi'ah al-'Adawiyyah setiap
> > malam selalu berhias, memakai pakaian yang indah,
> > menyemprotkan wewangian ke tubuhnya, lalu menawarkan dirinya
> > ke suaminya. "Silahkan, aku persembahkan tubuhku untukmu".
> > Jika suami tidak berminat, ia lepas semua pakaian indahnya,
> > ia cuci tubuhnya dari wewangian, lalu menghadap Allah Swt.
> > Ia mendirikan sembahyang dan berdzikir sepanjang malam
> > (lihat: FK3: Op. Cit. 181-182). Demikian tugas inti
> > perempuan; mempersiapkan tubuhnya untuk dinikmati suaminya.
> > Perempuan itu fitnah, yang dinilai darinya adalah fantasi
> > fitnahnya. Karena ia fitnah yang akan menggiurkan orang
> > lain, ia harus dijinakkan sejak di dalam rumah, sebelum
> > kemudian dijinakkan oleh aturan dan norma-noram sosial.
> >
> > Fitnah (baca: hasrat seks perempuan) yang dijinakkan ini,
> > pada akhirnya dianggap sebagai sebuah kenyataan. Bahwa
> > seksualitas perempuan itu sudah terjinakkan atau pasif,
> > tidak seperti laki-laki yang agresif. Karena kepasifannya,
> > perempuan tidak memliki hak untuk mengaktualisasikan hasrat
> > seksualitasnya. Bahkan dalam relasi suami-isteri, hasrat
> > seksual perempuan diukur tidak dari dalam dirinya. Hasrat
> > seksualnya diukur dari kesanggupan dan kemungkinan waktu
> > yang dimiliki laki-laki. Dalam fikih, ada beragam pendapat
> > tentang hak perempuan untuk memperoleh layanan seksual dari
> > suaminya. Ada yang mengatakan sekali dalam empat hari,
> > dengan asumsi seorang laki-laki memiliki empat isteri dan
> > setiap isteri berhak giliran satu malam. Ada yang mengatakan
> > satu bulan sekali, ada yang empat bulan sekali dan ada yang
> > menyatakan bahwa isteri hanya berhak menuntut satu layanan
> > selama perkawinan. Alasannya, layanan seksual dari suami itu
> > tergantung hasrat seks darinya. Hasrat seks tidak bisa
> > dipaksakan, atau ditentukan dengan batasan-batasan waktu.
> > Apalagi hasrat seks laki-laki tidak bisa dan tidak boleh
> > dipaksakan. Laki-laki yang tidak berhasrat, penisnya tidak
> > bisa ereksi, sehingga tidak mungkin melayani kebutuhan
> > isterinya.
> >
> > Potensi fitnah dianggap -oleh pemikiran keagamaan- secara
> > inheren melekat pada perempuan. Domestifikasi perempuan,
> > lahir dari anjuran perlindungan masyarakat dari fitnah
> > perempuan. Dalam sebuah riwayat hadis: "Setiap perempuan
> > yang keluar rumah, akan diikuti setan sambil menghembuskan
> > bisikan: goda ini, bujuk itu. Dalam setiap langkahnya lahir
> > setan-setan penggoda. Dalam setiap ayunan tangannya keluar
> > setan-setan penyesat". "Shalatmu di rumahmu lebih baik dari
> > shalatmu di mushalla kampungmu, dan shalatmu di mushalla
> > kampungmu lebih baik dari shalatmu di masjidku (Nabi)"
> > (Riwayat Ahmad, VI/371). Bahkan diriwayatkan: "Shalat
> > perempuan yang paling dicintai Allah, adalah di tempat yang
> > paling gelap di dalam rumahnya" (Riwayat Ibn Khuzaimah,
> > at-Targhib, I/227 dan al-Baihaqi, III/131). Karena
> > kekhawatiran fitnah perempuan yang akan merusak tatanan
> > masyarakat, perempuan tidak disarankan untuk keluar rumah
> > tanpa keperluan. Kalaupun harus keluar, sebisa mungkin tidak
> > sendirian. Karena kehadiran tubuh perempuan di tengah
> > masyarakat dengan sendirinya menggoda mereka. Masyarakat
> > akan terangsang, tergoda dan mungkin bangkit melakukan
> > sesuatu terhadap tubuh perempuan. Anjuran tidak keluar rumah
> > terhadap perempuan, disamping melindungi masyarakat dari
> > fitnah tubuhnya, juga melindunginya dari fitnah dirinya yang
> > ditimbulkan terhadap mereka.
> >
> > Pemikiran keagamaan yang cenderung melarang perempuan untuk
> > memimpin shalat, memegang jabatan publik, maupun memimpin
> > negara, juga banyak dipengaruhi stigma 'perempuan adalah
> > fitnah'. Dalam pemikiran ini, kehadiran tubuh perempuan di
> > depan jama'ah shalat, dikhawatirkan akan mengganggu
> > kekhusyu'an dan membuyarkan konsentrasi mereka dalam
> > menghadap Allah. Tubuh-tubuh perempuan juga tidak diharapkan
> > duduk dalam jabatan-jabatan publik, karena kehadirannya
> > hanya akan menggoda masyarakat dan memalingkan perhatian
> > mereka dari tugas-tugas yang semestinya mereka kerjakan.
> > Seksualitas perempuan, dalam pemikiran keagamaan dianggap
> > fitnah yang membahayakan. Baik terhadap dirinya, maupun
> > orang lain. Dalam peringatan yang dinyatakan oleh Nabi:
> > "Tidak sekali-kali aku tinggalkan suatu fitnah yang paling
> > membahayakan diri kalian, selain fitnah perempuan". (Riwayat
> > al-Bukhari, no. hadis:4808). Dalam riwayat Abu Hurairah
> > lebih tragis lagi: "Sumber kesialan [syu'm] itu ada tiga:
> > perempuan, rumah dan kuda", (Riwayat Bukhari. Lihat:
> > al-'Asqallani, VI/150-152).
> >
> > Demikianlah, bangunan pemikiran keagamaan (baca: fikih)
> > menyangkut relasi perempuan dengan dirinya, laki-laki
> > pasangannya, atau dengan masyarakatnya, didirikan atas dasar
> > pandangan bahwa perempuan adalah fitnah dan sumber kesialan.
> >
> > Fikih 'amanah' versus fikih 'fitnah'
> > Fikih 'relasi laki-laki dan perempuan' yang dikembangkan
> > atas dasar anggapan bahwa perempuan itu fitnah, saat ini
> > tidak layak lagi dilestarikan. Fitnah adalah kata yang
> > terkait dengan kondisi dan situasi tertentu. Fikih fitnah
> > muncul dalam situasi sosial yang penuh dengan gejolak,
> > kecurigaan, ketakutan dan kewaspadaan. Biasanya, orang yang
> > memiliki posisi paling lemah di masyarakat yang akan
> > dikenakan banyak aturan, demi kewaspadaan dan perlindungan
> > sosial. Dalam hal ini, perempuan akan banyak dikontrol atas
> > nama perlindungan daripada laki-laki. Saat ini, dalam
> > masyarakat kedamaian yang harus dikembangkan adalah fikih
> > 'amanah' bukan fikih 'fitnah'. Dalam masyarakat damai,
> > format hukum -termasuk fikih- tidak lagi harus didasarkan
> > pada kecurigaan atau ketakutan satu dari yang lain. Tetapi
> > pada moralitas tanggung jawab, atau tepatnya fikih 'amanah'.
> > Yaitu fikih yang mengembangkan norma-norma yang mendasar
> > pada nilai-nilai tanggung jawab, kebersamaan dan saling
> > pengertian dan penghargaan. Yaitu fikih yang dibangun atas
> > prinsip-prinsip kemaslahatan bersama, keadilan, kerahmatan
> > dan kebijaksanaan untuk semua. Seperti yang dinyatakan Ibn
> > al-Qayyim al-Jawzi (w. 751H).
> >
> > Berbeda dengan hadis yang secara sepihak menganggap
> > perempuan sebagai fitnah, dalam al-Qur'an kata fitnah adalah
> > muncul sebagai relasi timbal balik. Di dalam al-Qur'an
> > kebaikan adalah fitnah, keburukan juga fitnah (QS.
> > Al-Anbiya, 35), rasul adalah fitnah bagi kaumnya (QS.
> > Ad-Dukhan, 49) dan kaumnya adalah fitnah baginya (QS.
> > Al-Maidah, 5: 49), orang kafir adalah fitnah bagi orang
> > mukmin (QS. Al-Buruj, 85: 10) dan orang mukmin adalah fitnah
> > bagi orang kafir (QS. Al-Mumtahanah, 60: 5), bahkan setiap
> > orang adalah fitnah bagi yang lain, atau sebagian orang atas
> > sebagian yang lain (QS. Al-An'am, 6:53 dan al-Furqan, 25:
> > 20). Karena itu, fitnah tidak hanya melekat pada tubuh
> > perempuan terhadap laki-laki. Tetapi juga melekat pada tubuh
> > laki-laki terhadap perempuan. Pandangan al-Qur'an lebih
> > proporsional bila dibandingkan teks hadis bahwa perempuan
> > adalah fitnah yang paling membahayakan bagi laki-laki.
> > Pandangan yang tanpa ada timbal baliknya, bahwa laki-laki
> > juga fitnah bagi perempuan. Padahal, baik laki-laki terhadap
> > perempuan atau perempuan terhadap laki-laki keduanya
> > sama-sama memiliki potensi fitnah dan pada saat yang sama
> > memiliki potensi maslahah. Stigma fitnah salah satu dari
> > keduanya, tanpa satu yang lain, adalah salah dan tidak
> > sesuai dengan perspektif al-Qur'an.
> >
> > Karena itu, Aisyah ra menolak keras teks hadis yang
> > diriwayatkan Abu Hurairah ra bahwa tubuh perempuan itu
> > sumber kesialan. Katanya, tidak mungkin teks ini keluar dari
> > mulut Rasul, suaminya. Iapun menyitir ayat: "Tiada
> > bencanapun yang menimpa di muka bumi ini dan (tidak pula)
> > pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab
> > sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
> > mudah bagi Allah" (QS. Al-Hadid, 57: 22) (lihat:
> > al-'Asqallani, Fath al-Bari, VI/150-152).
> >
> > Dengan demikian, anjuran-anjuran keagamaan yang didasarkan
> > pada 'fitnah' perempuan harus dipahami substansi
> > persoalannya dan konteks sosialnya. Karena fitnah adalah
> > kata yang sarat dengan muatan-muatan konteks temporer.
> > Misalnya, larangan perempuan keluar rumah tanpa kerabat,
> > harus dipahami sebagai bentuk perlindungan perempuan bukan
> > pengekangan atau pembatasan. Karena itu, ketika seorang
> > sahabat menyampaikan kepada Nabi, bahwa isterinya pergi
> > sendirian menunaikan ibadah haji, Nabi tidak melarang
> > perempuan tersebut. Nabi balik menyarankan kepada sahabat
> > tersebut: "susullah dan temani isterimu".
> >
> > Seksualitas Perempuan yang Maslahah
> > Karena argumentasi fikih fitnah yang tidak lagi kuat, saat
> > ini fikih yang harus dikembangkan adalah fikih kesetaraan
> > relasi laki-laki dan perempuan. Sehingga, seksualitas
> > perempuan harus diletakkan pada proporsi yang sebenarnya.
> > Kesempatan harus diberikan kepada perempuan untuk
> > mengartikulasikan seksualitasnya, sama seperti kesempatan
> > yang diberikan kepada laki-laki. Karena perempuan dan
> > laki-laki diciptakan dari entiti [nafs] yang sama (QS.
> > An-Nisa, 4: 1), memiliki hasrat seksual, keinginan hidup,
> > cita-cita dan angan-angan yang tidak jauh berbeda. Kehidupan
> > yang baik [hayâtan thayyibah] hanya bisa dibangun dengan
> > kebersamaan laki-laki dan perempuan dalam kerja-kerja
> > positif ['amalan shâlihan](QS. An-Nahl, 16:97).
> >
> > Dalam relasi suami-isteri, fikih yang dikembangkan harus
> > tidak didasarkan pada hegemoni dan diskriminasi satu pihak
> > pada yang lain. Tetapi pada prinsip-prinsip; [1] kerelaan
> > kedua belah pihak dalam kontrak perkawinan [tarâdlin] (QS.
> > Al-Baqarah, 2: 232-233), [2] tanggung jawab [al-amânah] (QS.
> > An-Nisa, 4: 48), [3] independensi ekonomi dan politik
> > masing-masing (QS. Al-Baqarah, 2: 229 dan an-Nisa, 4: 20),
> > [4] kebersamaan dalam membangun kehidupan yang tentram
> > [as-sakînah] dan penuh cinta kasih [al-mawaddah wa
> > ar-rahmah] (QS. Ar-Rum, 30:21), [5] perlakuan yang baik
> > antar sesama [mu'âsyarah bil ma'rûf] (QS. An-Nisa, 4:19),
> > [6] berembug untuk
> > menyelesaikan persoalan [musyâwarah] (QS. Al-Baqarah, 2:233,
> > Ali 'Imran, 3:159 dan Asy-Syura, 42:38) [7] dan
> > menghilangkan 'beban ganda' dalam tugas-tugas seharian
> > [al-ghurm bil ghunm].
> >
> > Prinsip-prinsip ini menuntut keadilan dan kesetaraan dalam
> > segala hal. Misalnya dalam hal menikmati fantasi seksual,
> > perempuan memiliki hak penuh atas kenikmatan-kenikmatan
> > seksual. Sehingga, ketika khitan laki-laki dilakukan untuk
> > kemaslahatan (baca: kesehatan dan kenikmatan biologis) yang
> > kembali kepada dirinya, maka khitan perempuan juga harus
> > dihentikan demi kemaslahatan bagi diri perempuan. Bahkan
> > harus diharamkan, karena ternyata melemahkan seksualitas
> > perempuan sepanjang hidupnya. Dalam realitas medis,
> >
> > === message truncated ===
> >
> > ---------------------------------
> > Do you Yahoo!?
> > Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design
> > software
>
>
>
> ___________________________________________________________
> indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id
>
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
> >> Info balita, http://www.balita-anda.com
> >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
>
>



---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke